Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nostalgia ke jawa

Ia bernostalgia di bekas markas komando jawa di desa kepurun, prambanan. dari situ ia menyusun konsep perang semesta dan gerilya.

1 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JENDERAL Purnawirawan A.H. Nasution mengenang masa lalunya di sebuah desa di Klaten, Jawa Tengah persisnya, di stasiun kecil Srowot dan Desa Kepurun, Prambanan 19 Desember lalu. "Waktu itu saya lama duduk di sini menunggu kabar dari Yogyakarta yang sudah dikuasai Belanda," katanya di Stasiun Srowot. Sebab, 45 tahun lalu, di stasiun kecil di dekat Prambanan, Klaten, itulah Nasution memutuskan membuat markas sementara, setelah memperoleh kabar bahwa ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta, diduduki Belanda. Nasution pada saat itu tengah dalam perjalanan dari Jawa Timur ke Yogyakarta. Nasution kemudian memutuskan membuat pos komando, sebagai komando Jawa, di Desa Kepurun, sekitar 15 km sebelah utara Prambanan, di lereng Gunung Merapi sebuah tempat yang tersembunyi dan agak jauh dari jalan raya Solo-Yogya. "Sebuah pos komando haruslah tersembunyi dan jauh dari jalan raya," begitulah pertimbangannya. Dan acara bernostalgia itu, selain dihadiri istrinya, juga dihadiri Herman Saren Sudiro dan sejumlah bekas anak buahnya. Hadir pula dalam acara itu Panglima Kodam Diponegoro, Mayjen Soeyono. Sebuah rumah joglo milik Parto Harjono di desa itu dijadikan Markas Besar Komando Djawa (MBKD) selama tujuh bulan, sampai Yogya aman. Yogya baru direbut kembali dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin Letkol Soeharto Komandan Brigade X untuk Yogyakarta dan Kedu Selatan. Selama di MBKD Kepurun, Nasution mengadakan kontak lewat kurir dengan Sultan Hamengku Buwono IX dan Letkol Soeharto untuk mengetahui situasi Ibu Kota dan mencari tahu di mana Panglima Besar Soedirman. Adanya MBKD di Kepurun itu bukan hanya penting buat Pak Nas dan sejarah perang gerilyanya. Pembentukan markas darurat itu mempunyai makna politis dan strategis bagi kelangsungan hidup Republik Indonesia yang masih belia itu. Di markas ini pula Nasution kemudian mengumumkan berdirinya Pemerintahan Militer untuk seluruh Jawa. Maklumat ini dimaksudkan untuk menangkis siaran radio Belanda yang menganggap pemerintah Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia sudah tidak ada lagi setelah Ibu Kota Yogyakarta dan kota-kota lainnya diduduki juga setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta ditawan. Dari MBKD Kepurun itu, seperti ditulisnya dalam bukunya yang berjudul Memenuhi Panggilan Tugas, Nasution memerintahkan dibentuknya MBKD yang melayani Jawa Barat, menerapkan pertahanan rakyat semesta, dan menyusun Instruksi Bekerja Pemerintahan Militer Seluruh Jawa. Instruksi-instruksi Nasution itulah yang kemudian dihimpun dalam buku Pokok-Pokok Gerilya kemudian diterjemahkan ke dalam tiga bahasa. Alhasil, dengan usahanya mengirim kurir yang juga berfungsi sebagai juru penerangnya, Nasution, dari sebuah rumah joglo penduduk Desa Kepurun, berhasil meyakinkan para pemimpin militer se-Jawa bahwa Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia masih ada. Dan dengan nostalgia itu, Pak Nas tampaknya juga mau menunjukkan perannya di masa lalu tentu punya andil dalam sejarah bangsa.Rustam F. Mandayun dan Kastoyo Ramelan (Klaten)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum