Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Metode omnibus law baru dikenal dalam pembuatan undang-undang di Indonesia setelah UU Cipta Kerja..
Saat UU Cipta Kerja dinyatakan inskonstitusional, DPR justru merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pembuatan UU Cipta Kerja contoh buruk penggunaan metode omnibus law.
WAKIL Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Adies Kadir mengatakan anggota Dewan akan tetap mengikuti tatanan pembahasan undang-undang dalam penyusunan paket Undang-Undang Politik. Ia mengatakan DPR akan membahas rencana penyusunan Undang-Undang Politik secara omnibus di lingkup internal fraksi, termasuk di Fraksi Partai Golkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Golkar ini menjamin DPR akan membuka diskusi publik saat penyusunan naskah akademik paket Undang-Undang Politik tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi bidang pemerintahan DPR berencana menyusun Undang-Undang Politik secara omnibus. Paket undang-undang ini akan menggabungkan minimal tiga undang-undang, yaitu Undang-Undang Pemilu; Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah; serta Undang-Undang Partai Politik. Komisi II DPR sudah menyampaikan keinginan itu ke pimpinan DPR.
Omnibus merupakan metode baru dalam pembuatan undang-undang yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Undang-Undang PPP). Undang-Undang PPP baru mengenalnya sejak DPR merevisi undang-undang ini pada 2022. Hasil revisi itu mengakomodasi pembuatan undang-undang secara omnibus.
Sebelum revisi tersebut, DPR dan lembaga eksekutif sudah menggunakan metode omnibus law lebih dulu, yaitu saat pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja, lima tahun lalu. Undang-Undang ini mengubah 1.244 pasal dalam 79 undang-undang.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menandatangani berita acara rapat pleno persetujuan Perppu Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 15 Februari 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Pembuatan omnibus law Cipta Kerja ini menjadi janji Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai presiden periode 2019-2024 di gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 20 Oktober 2019. Jokowi menyatakan pemerintah akan menerbitkan UU Cipta Kerja serta UU Pemberdayaan Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah lewat metode omnibus law.
Keberadaan undang-undang tersebut lantas diuji materiil dan formil ke Mahkamah Konstitusi. MK mengabulkan uji formil tersebut dengan menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada 25 November 2021. Pertimbangannya, metode omnibus tidak dikenal dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan UU Cipta Kerja juga tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna. MK lantas meminta pembuat undang-undang—DPR dan eksekutif—memperbaikinya paling lambat dua tahun setelah pembacaan putusan.
Namun DPR dan eksekutif mengabaikan substansi putusan MK tersebut. Mereka justru merevisi UU PPP lebih dulu pada 2022, dengan memasukkan metode pembuatan undang-undang secara omnibus.
Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menentang perubahan UU PPP tersebut. Salah satu pertimbangannya, revisi UU PPP itu dilakukan tergesa-gesa dan terkesan untuk mengakomodasi legalitas Undang-Undang Cipta Kerja.
Selanjutnya, DPR dan eksekutif mengubah Undang-Undang Cipta Kerja. Setelah putusan MK tersebut, pembuat undang-undang sudah dua kali merevisi Undang-Undang Cipta Kerja.
Pada saat yang sama, berbagai kalangan tetap mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja ke MK. Putusan Mahkamah itu di antaranya mencabut dan merevisi 21 pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam putusannya yang dibacakan pada 31 Oktober 2024, MK meminta pembuat undang-undang segera membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dan mengeluarkannya dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Suasana sidang saat pembacaan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di Gedung MK, Jakarta, 2 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Pengajar hukum tata negara pada Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, mengatakan pembuatan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi contoh buruk penyusunan undang-undang secara omnibus. Metode omnibus hanya digunakan untuk menghapus atau mengubah sebagian ketentuan di berbagai undang-undang lain.
“Metode omnibus yang dipakai selama ini bersifat tambal sulam yang justru tidak memberikan kesatuan dan kepastian hukum,” kata Yance, Kamis, 16 Januari 2025.
Ia mengatakan koreksi berkali-kali MK terhadap Undang-Undang Cipta Kerja menjadi bukti kelemahan metode pembuatan undang-undang secara omnibus. Dengan demikian, pembuat undang-undang semestinya tak menggunakan metode omnibus lagi dalam pembuatan undang-undang.
Mantan hakim MK, I Gede Palguna, mengatakan metode omnibus law dalam pembuatan undang-undang sebenarnya bagus untuk meniadakan kemungkinan tumpang-tindih pertentangan antar-peraturan perundang-undangan yang sederajat ataupun yang secara hierarki berbeda. Namun, kata dia, secara praktik, sangat tidak mudah untuk mewujudkannya. Sebab, proses pembuatan undang-undang melalui pendekatan omnibus perlu waktu bertahun-tahun.
Menurut Palguna, Indonesia belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk menghasilkan undang-undang dengan metode omnibus. Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 1999-2004 ini mengatakan, dari sudut pandang tradisi civil law yang diterapkan, Indonesia lebih akrab dengan metode kodifikasi. Model kodifikasi memungkinkan seluruh undang-undang yang akan digabung itu dibahas secara komprehensif. Berbeda dengan pembahasan dalam pembuatan undang-undang secara omnibus, yang dilakukan secara parsial.
Palguna juga menanggapi rencana Komisi II DPR menyusun paket Undang-Undang Politik secara omnibus. “Semua sudah bisa menilai dengan becermin pada omnibus law berkenaan dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Saya tidak perlu memberikan penilaian lagi karena fakta sudah berbicara apa adanya,” katanya. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo