Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Para gubernur: yang mundur & yang muncul

R. subrantas, 55, bekas bupati kabupaten kampar, menjadi gubernur riau menggantikan arifin akhmad. kampar yang sering dilanda bahaya kelaparan berhasil dirubahnya sebagai daerah swasembada beras. (dh)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROPINSI Riau masih rawan. Penyelundupan dan emigran gelap masih menghantui pintu gerbang Indonesia di depan Singapura ini. Tapi yang tidak rawanpun masih cukup banyak menuntut perbaikan di daerah ini. Misalnya, di tengah deru mesin-mesin Caltex menyedot minyak bumi di tengah-tengah hutannya, jalan raya sebagai alat perhubungan tersendat-sendat dilalui. Bahkan beberapa wilayah masih terbilang terpencil, karena sarana perhubungan darat yang jauh dari memadai. Di laut, di pulau-pulaunya yang memencar sampai ke depan hidung Malaysia dan Singapura itu, kapal-kapal dengan jadwal pelayaran yang tetap masih sulit ditemukan. Bahkan nasib para nelayan di Bagan Siapi-api, yang cukup menderita sejak pukat harimau menyapu kawasan itu, masih belum baik. Karena itu taklah terlalu bersalah jika penghuni pulau-pulau itu pada akhirnya harus berada di depan meja hijau karena tuduhan penyelundupan. Sebuah keluarga yang memiliki beberapa keping karet, atau beberapa potong kayu bakar, atau beberapa kilo ikan, dengan diam-diam terpaksa menjualnya ke wilayah Malaysia atau Singapura. Hanya untuk mendapatkan beberapa keping garam, gula, beras dan beberapa helai baju. Subrantas tampaknya merupakan salah satu Bupati yang berhasil melompat ke kursi gubernur, seperti alm Sutiyoso dan Sutran. Bedanya adalah: Subrantas ditempatkan di daerah yang sudah dikenalnya tak kurang dari 30 tahun lebih. Sementara sebagai pamong tak kurang dari 11 tahun, yaitu sebagai Bupati Kabupaten Kampar. Subrantas dilahirkan, 55 tahun lalu di Desa Banyu Urip, Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah). Tapi ia sudah menjejakkan kaki di Riau sejak usia 22 tahun yaitu sebagai anggota Angkatan Laut Jepang (Kaigun). Tak lama, ia segera bergabung dengan Pemuda Republik Indonesia yang kemudian menjadi TRI (Tentara Rakyat Indonesia). Karir militernya memang dimulai sejak tahun 1945 itu. Sempat sebentar menjadi ajudan Mayor Arifin Akhmad (Gubernur yang digantikannya) yang ketika itu komandan Batalyon di Bengkalis. Tahun 1967, ia ditunjuk menjadi Bupati Kabupaten Kampar, setahun setelah Arifin Akhmad jadi Gubernur. Selama jadi bupati, ia terhitung penjabat yang rajin turun lapangan, terutama ke desa-desa. Kegemarannya jalan kaki keluar masuk desa dan olah raga, terutama bulutangkis, diakui Subrantas membuat ia tetap sehat. Keluarganya terhitung kelas berat. Dari isterinya Sitti Mariam yang dipersuntingnya di Bengkalis, ia kini dianugerahi 14 orang putera. Seorang meninggal dunia, 4 sudah berkeluarga. Lalu Subrantas dikaruniai lagi 12 orang cucu. Di rumah kediaman resmi di Bengkinang (Gedung Daerah) Subrantas dikelilingi oleh berbagai barang kerajinan. Beberapa hasil kerjanya sendiri di waktu senggang berupa seperangkat kursi dari tulang gajah. Hasil kerjanya ini sempat juga tersimpan di TMII dan satu set lagi dihadiahkan buat Menpen Ali Murtopo. Menurut Makka Hamid SH, Sekwildanya, Subrantas bukan pemburu gajah Riau yang diancam punah itu. Tapi mengumpul tulang-tulang dari gajah yang sudah mati dan terserak di hutan-hutan." Subrantas sendiri terhitung seorang yang amat terbuka dan selalu hidup sebagaimana adanya. Cara berpakaiannya sering seenaknya dan membuat para penjabat rekannya geleng kepala. Kadang-kadang di pinggangnya tergantung ta ring harimau sebagai perhiasan. Di jari tengahnya tak pernah ketinggalan sebuah cincin besar yang selalu dielus-elus jika berbicara. Sebagai seorang Bupati, Subrantas memang tak terlalu menonjol dalam hasii kerjanya. Apalagi Kabupaten Kampar terhitung kabupaten minus. Prestasinya yang patut dicatat Kampar adalah keberhasilannya membangun Kota Bengkinang yang kini berusia 11 tahun. Dulu ibukota Kampar ada di Pekanbaru. Tapi ketika ia jadi bupati, ia nekad pindah dan memboyong keluarganya ke Bengkinang dan merubah kota kecamatan itu menjadi kota kabupaten. Prestasi lainnya adalah ia berhasil menghapuskan gambaran daerah Kampar sebagai daerah yang kerap dilanda bahaya kelaparan. Menurut ir. Muchlizar, Kepala Dinas Pertanian Kampar, kini Kampar termasuk salah satu kabupaten di Riau yang bisa swasembada dalam soal beras, selain Inderagiri Hilir. Keberhasilan ini kemudian membuat masyarakat Kampar menghadiahkannya gelar Datuk Panglima Khatib. Bagaimana sikap bapak terhadap kritik-kritik? Saya tidak takut kritik. Saya akan tetap terbuka, asalkan saja cara kritik itu sesuai dengan aturan mainnya. Saya kan bukan malaikat yang tak punya kekurangan? Jadi Gubernur ini kadang-kadang repot dalam menghadapi masalah kekeluargaan. Misalnya dalam pemberian fasilitas usaha dll. Bagaimana pak Subrantas nanti? Hidup ini jangan serakah. Pokoknya, masyarakat akan menilai kita. Tapi sebagai manusia saya kan punya kekurangan. Jadi apa saya nanti akan mementingkan keluarga saya atau tidak, lihat sajalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus