Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyebut pintu amandemen UUD 1945 nyaris tertutup, khususnya setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan sikap tidak ingin melanjutkan rencana tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"PKS mendukung pernyataan PDIP. Dan kami berharap usulan amandemen ini segera dihentikan, supaya lebih tenang," ujar Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid, kepada Tempo, Kamis, 17 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Hidayat, PKS sejak awal menolak agenda amandemen UUD 1945 karena khawatir akan membuka kotak pandora untuk mengubah pasal-pasal krusial dari konstitusi, seperti pembatasan masa jabatan presiden.
Ia menuturkan, sikap PKS itu sebelumnya sama dengan sikap resmi Fraksi Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat. Dengan masuknya PDIP, maka posisi partai penolak semakin kuat. Hidayat menengarai, Partai NasDem selanjutnya juga akan menyusul sesuai sikap mereka yang menolak penundaan Pemilu 2024.
"Jadi menurut saya, untuk memenuhi persyaratan mengusulkan amandemen itu akan sulit, apalagi untuk sampai disetujui. Sebab petanya jelas, empat partai menolak, dua pertiga syarat hadir sudah tidak bisa dipenuhi. Apalagi nanti kalau ditambah DPD, pintu amandemen sudah tertutup," ujar Hidayat.
Sesuai Pasal 37 UUD 1945, amandemen dapat diusulkan oleh minimal satu pertiga dari total anggota MPR atau 237 anggota. Sidang MPR untuk mengubah pasal UUD minimal dihadiri dua pertiga dari total anggota MPR atau setara dengan 356 anggota. Lalu putusan perubahan pasal-pasal UUD disetujui paling sedikit 50 persen tambah satu anggota MPR.
Adapun DPD sebagai pemilik 136 suara sebelumnya menyatakan akan mendukung amandemen UUD 1945 untuk menghidupkan PPHN asalkan kewenangan lembaga itu diperkuat melalui amandemen. DPD ingin bisa ikut membahas undang-undang--tidak hanya mengusulkannya kepada DPR. Namun menurut Hidayat, syarat DPD tersebut sangat sulit untuk disetujui oleh DPR.
"Jadi usulan untuk melanjutkan amandemen itu semakin berat. Oleh karenanya, para elit politik dan atau mereka yang ingin memperpanjang masa jabatan presiden sebaiknya berhenti bermanuver, karena tidak berguna. Celahnya lewat amandemen sudah ditutup," ujar Hidayat.
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah menyebut, agenda amandemen UUD 1945 sebaiknya dilaksanakan dalam situasi kondusif. Sikap PDIP berbalik arah karena khawatir agenda tersebut akan disusupi pasal perpanjangan masa jabatan presiden.
"Mengingat dinamika politik yang berkembang, apalagi saat ini tengah ramai wacana penundaan pemilu yang akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden, maka sebaiknya rencana amandemen terbatas UUD tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024 ini," ujar Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah soal amandemen UUD 1945.