ADA apa di Kantor Wakil Presiden? Tak kurang dari tiga jam, suatu pertemuan penting berlangsung di kantor itu, Kamis pekan lalu. Hadir tiga menteri (Dalam Negeri, Pendayagunaan Aparatur Negara Keuangan), Jaksa Agung, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Dirjen Moneter, Gubernur Jawa Barat, Bupati Bogor, dan Inspektur Wilayah Provinsi Jawa Barat. Yang dibicarakan kasus korupsi di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor (TEMPO, 25 Februari, Hukum). Kasus korupsi yang melibatkan hampir semua aparat Pemda Bogor itu memang ramai. Menurut Jaksa Agung Ismail Saleh, manipulasi di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) itu lebih dari RP 2,2 milyar. Tapi bukan karena jumlah itu, bila Wapres Umar Wirahadikusumah selaku Koordinator Pengawasan Pembangunan mengumpulkan sejumlah pejabat. Wapres agaknya lebih menaruh perhatian pada modus operandi para pelaku, hingga manipulasi, konon, sejak 1979 itu susah dicium. Seperti pernah diberitakan (TEMPO, 24 Desember 1983, Kriminalitas), kasus itu terbongkar hanya secara kebetulan. Seorang Komandan Pos Polisi Ciomas meninggal dalam suatu kecelakaan, Oktober tahun lalu. Di rumahnya kebetulan ditemukan setumpuk karcis retribusi - yang terlarang dibawa pulang. Dari sini terbongkar adanya karcis-karcis retribusi palsu. Dan akhirnya delapan pejabat Dispenda Bogor - termasuk kepalanya - ditahan. Padahal, menurut Gandhi, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pihaknya sebelumnya telah memeriksa keuangan pemda Bogor. "Waktu itu pemeriksaan BPKP lebih difokuskan pada anggaran pengeluaran," kata Gandhi terus terang. Lagi pula, sebelum tim BPKP datang, pihak Inspektorat Wilayah Provinsl Jawa Barat sudah melakukan pemeriksaan. Tapi kini Gandhi telah menemukan rahasia kenapa manipulasi itu bisa tertutup sekian lama. "Sebab, Kepala Dispenda Kabupaten Bogor ternyata mempunyai lima fungsi sekaligus," tuturnya. Seharusnya, dinas itu hanya boleh mengumpulkan dan menyetorkan uang retribusi. Tapi yang dilaku kan dinas yang selama ini dipimpin oleh Brongkos Sya'ban - kini ditahan - juga mencetak dan menyimpan karcis itu, serta menyelenggarakan administrasinya - pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh dinas lain. Tak diperoleh penjelasan apakah Derangkapan kerja itu karena pemerintah daerah (pemda) Bogor kekurangan aparat. Yang Jelas, pihak pengawasan pemda, ya Inspektorat Wilayah Provinsi Jawa Barat, boleh dibilang lengah. Menurut Gandhi, sebenarnya selama ini ada yang tak beres dalam APBD Bogor. Yakni, angaran pemasukan retribusi kabupaten itu selalu di bawah target. Dari hal ini saJa sebenarnya bisa ditelusuri hingga blsa ditemukan korslultingnya. Tapi itu tak terjadi. Diduga karena pihak Dispenda begitu royal menservis semua aparat yang berhubunan dengan Dinas tersebut. Misalnya, salah seorang petugas Itwilprov, Yusuf Fauzi, terus terang mengaku menerima makan, penginapan, dan "uang bensin" dari dinas itu. Pokoknya, seperti diguna-guna, semua pihak lengah. Maka, Wapres langsung turun tangan, memberikan pengarahan. "Beliau tidak ingin wabah ini menjalar ke Dispenda yang lain," kata Gandhi. Juga, terbonkarnya manipulasi ini bisa dijadikan perajaran bagi BPKP dan pihak-pihak pengawasan pembangunan yang lain. Tapi kenapa BPKP banyak memeriksa anggaran pengeluaran saja? Sebab, Itwilprov dianggap sudah melakukan pemeriksaan sebelumnya. Menurut Gandhi, hal itu terjadi karena selama ini dari pihak-pihak pengawasan belum ada "kesamaan bahasa". Mungkin, pertemuan yang dikomando oleh Wapres pekan lalu bisa menyusun "kesamaan bahasa" itu. Sehingga, setiap aparat-aparat pengawasan dalam menjalankan tugasnya tidak pada menghindar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini