TAK jadi korban di masa perang, jadi sasaran di masa damai. Soejono, 61, menjadi emosional sekali ketika tim pemeriksa dari Operasi Purna Yudha (OPY) menyuruhnya menyanyikan lagu Jepang, untuk membuktikan bahwa dia pernah jadi tentara. Sesudah itu, sejak Agustus tahun lalu, dia kehilangan pensiunnya Rp 62.000 per bulan. Menurut sumber TEMPO, ada 50.000 lainnya, yang selama ini sudah menikmati pensiunnya, bernasib sama dengan Soejono setelah OPY dilancarkan. OPY bagaikan pisau bermata dua, dilaksanakan setelah kepalsuan keterangan bekas tentara terbongkar di beberapa daerah. Selain untuk menyisihkan pejuang sesungguhnya dengan pejuang palsu, OPY bermaksud menyelamatkan uang negara agar tak jatuh ke tangan orang yang tak berhak menerimanya. Dalam jumlah yang tak kepalang tanggung - 127.000 orang - penerima pensiun bekas pejuang ini diperiksa OPY sejak pertengahan tahun lalu. Yang 50.000 orang itu, menurut Mayor Jenderal (pur.) Empi Y. Kanter, Komandan OPY "telah melalui pemeriksaan yang cukup teiiti". Ditaksir sekitar Rp 2 milyar per gulan uang negara dapat diselamatkan. Tapi ketelitian macam mana pun agaknya tetap akan menemukan kesulitan membedakan pejuang dengan yang bukan pejuang setelah perang kemerdekaan berlalu lebih dari 33 tahun. Tugas ini disandang tim - anggotanya 808 orang - gabungan Departemen Hankam, Dalam Negeri, dan Departemen Keuangan. Meka memeriksa kelengkapan administratf, mencocokkan dokumen, dan mewawancarai para pensiunan itu. "Ada yang membanting bintang gerilyanya di hadapan pemeriksa," kata Sekretaris Jenderal Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) M. Mansyur menceritakan suasana emosional dalam pemeriksaan. Presiden Soeharto minggu lalu lewat Ketua Umum Pepabri Jenderal (pur.) Makmun Murod juga mengharapkan bantuan Pepabri supaya pejuang selau tak dirugikan. Sebetulnya, OPY ditujukan kepada pejuang bekas TNI non-NRP. Dulu, banyak di antara mereka yang mengurus pensiunan lewat calo. Kesalahan ejaan nama ataupun keterangan waktu mengurus pensiun dulu menjadi perkara ketika kini mereka berhadapan dengan OPY. Namun, Komas Purnamaprawira, 69, pensiunan kopral kepala - NRP 211096 tetap tak luput dari operasi ini. Kakek 16 cucu ini diangkat jadi tentara 1 Oktober 1951 dan pensiun 1967. Semuanya beres hingga Agustus lampau. Tapi setelah dia diperiksa OPY Bandung dan tak punya Surat Keterangan Bebas Tugas (SKBT) dia kehilangan uang pensiunnya sebesar Rp. 28.400 per bulan. Pengusutan terhadap Komas itu dilakukan di Jawatan Administrasi Personalia Angkatan Darat (Janminpersad), Bandung. Bcrkas NRP 211096 itu ternyata ditemukan. Hanya saja, nama yang tertera di situ ialah Peltu Mulyadi. Tak jelas mana yang benar. Yang pasti, setelah enam kali di panggil OPY dan diwawancarai Pepabri, sampai kini Komas masih tetap menunggu tanpa uang penslun dalam rumah blliknya yang berukuran 6 X 6 meter, di pasar Cicadas, Bandung. Biaya hidupnya ditanggung empat anaknya. Bersama anaknya pula, Kamsiah, janda renta 73 tahun, kini mencari uang pengganti pensiunan yang dicabut sejak September tahun lalu di Medan dengan membuka warung kopi. Kamsiah ketika diperiksa OPY waktu itu tak dapat memperlihatkan surat keterangan yang asli. Dia dan anaknya, Dahlia alias Tambeng, 56, tak lagi memegang surat keterangan yang asli itu karena "sudah dikirim keJanminpersad, Bandung, 1968". Sejak itu, dia mendapat tunjangan Rp 38.000 per bulan. Menurut Ketua Legiun Veteran Sumatera Utara, Walter Simanjuntak, di daerahnya itu terdapat sekitar 14.000 orang yang jadi sasaran OPY. Konon, di samping Sulawesi Selatan, Sumatera Utara adalah daerah yang punya urusan OPY cukup pelik. Bagi orang seperti Komas atau Soejono masih terbuka kesempatan untuk mengajukan klaim, melengkapi surat, dan menyediakan saksi. Kanter berkata, "Scsudah operasi ini, akan ada masa konsolidasi. Di situ baru akan dilayani klaim mereka."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini