Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Data kemiskinan setiap lembaga dan kementerian kerap berbeda.
Garis kemiskinan versi pemerintah jauh di bawah standar Bank Dunia.
Kriteria masyarakat miskin idealnya dilihat dari pendapatan, bukan pengeluaran.
MENTERI Sosial Saifullah Yusuf terkejut saat mengetahui nama Joko Widodo tertera dalam daftar penerima manfaat Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Alamat pemilik nama itu sama persis dengan domisili Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yaitu Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saifullah lantas memerintahkan anak buahnya mengecek penerima PBI JK atas nama Joko Widodo tersebut. Setelah data penerima tersebut dicek, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu memastikan Joko Widodo sebagai penerima PBI JK adalah orang yang berbeda dengan mantan presiden Jokowi. "Kebetulan hanya namanya yang sama," kata Saifullah kepada Tempo, Ahad, 29 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Daftar nama dalam DTKS Kementerian Sosial merupakan data masyarakat miskin yang berhak mendapat bantuan pemerintah. Ada sembilan program bantuan sosial dalam DTKS, di antaranya PBI JK, bantuan langsung tunai, bantuan sosial tunai, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Rumah Sejahtera Terpadu.
Adapun PBI JK merupakan program pemerintah yang memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat miskin. Penerima manfaat PBI JK akan memperoleh layanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tanpa dipungut biaya. Program ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin.
Saat ini pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah mengintegrasikan data masyarakat miskin yang tersebar di berbagai lembaga dan kementerian. Selama ini, Kementerian Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memegang data masyarakat miskin masing-masing. Setiap lembaga juga mempunyai kriteria berbeda tentang kategori masyarakat tidak mampu.
Selain itu, garis kemiskinan yang dipatok sangat rendah dibanding kriteria Bank Dunia. BPS, misalnya, mematok bahwa garis kemiskinan di pedesaan pada 2024 merupakan pengeluaran keluarga per kapita per bulan sebesar Rp 556.870 dan di perkotaan senilai Rp 601.870. Sedangkan Bank Dunia menetapkan bahwa garis kemiskinan adalah pengeluaran keluarga per kapita per bulan sebesar Rp 1,2 juta.
Mengacu pada kriteria tersebut, masyarakat miskin di Indonesia pada 2024 sebanyak 25,22 juta jiwa atau 8,92 persen dari jumlah total penduduk sebesar 282 juta. Angka masyarakat miskin ini turun dibanding pada tahun lalu, yang sebanyak 25,9 juta jiwa.
Sedangkan angka kemiskinan absolut saat ini sebesar 9,03 persen dari total masyarakat miskin dan jumlah kemiskinan ekstrem 0,83 persen dari total masyarakat miskin.
Saifullah Yusuf mengatakan pemerintah menargetkan integrasi data masyarakat miskin akan rampung dalam seratus hari pemerintahan Prabowo atau paling lambat pada akhir Januari 2025. Ia menyebutkan data masyarakat miskin dalam DTKS Kementerian Sosial akan dilebur menjadi satu dengan daftar masyarakat tidak mampu di Bappenas ataupun di lembaga dan kementerian lain. "Tujuannya, mewujudkan integrasi data kemiskinan," katanya.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf memberikan pengarahan kepada kader Program Keluarga Harapan di Balai Desa Margodadi, Kabupaten Pringsewu, Lampung, 20 Desember 2024. ANTARA/Ardiansyah
Menurut Saifullah, Presiden Prabowo menargetkan menghapus angka kemiskinan ekstrem dalam dua tahun pemerintahannya atau pada 2026. "Pada 2029, Presiden menargetkan angka kemiskinan absolut turun di bawah 5 persen," ujarnya.
Saifullah menambahkan, penanggung jawab integrasi data kemiskinan ini adalah BPS. Sebelumnya, pelaksana tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan lembaganya tengah menyiapkan data tunggal kemiskinan. Adapun urusan pengelolaan data tunggal kemiskinan akan dibahas lebih lanjut. "Yang penting bagaimana pemanfaatan data tunggal, siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana proses updating-nya," ucap Amalia pada 22 November 2024.
Peneliti Center of Economic Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, mengatakan integrasi data kemiskinan memang sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan layanan pemerintah untuk masyarakat. Sebab, selama ini layanan pemerintah seperti terpisah-pisah di setiap lembaga karena ada perbedaan data.
Namun Askar menyarankan pemerintahan Prabowo memprioritaskan verifikasi ulang data masyarakat miskin lebih dulu. Verifikasi itu dibutuhkan agar kekeliruan data kemiskinan tak terjadi lagi yang berakibat bantuan pemerintah tidak tepat sasaran. "Dalam kondisi saat ini, perbaikan sistem dan verifikasi semestinya diprioritaskan," katanya, Ahad, 29 Desember 2024.
Askar juga mengusulkan pemerintah menggunakan rujukan garis kemiskinan standar Bank Dunia, yaitu purchasing power parity atau paritas daya beli sebesar US$ 3,2 atau sekitar Rp 20.220 per kapita per hari atau Rp 1,2 juta per bulan. Ia menilai garis kemiskinan versi Bank Dunia tersebut lebih ideal jika ditinjau dalam spektrum yang lebih luas.
Pemerintah, kata Askar, selama ini menggunakan rujukan garis kemiskinan di bawah standar Bank Dunia. "Kalau garis kemiskinannya masih menggunakan rujukan yang lama, angka kemiskinan kita sama saja dengan angka semu," ujarnya.
Askar berpendapat, pemerintah semestinya tidak menjadikan pengeluaran masyarakat sebagai tolok ukur untuk menetapkan kriteria masyarakat miskin. Sebab, dalam beberapa kasus ditemukan bahwa jumlah pengeluaran masyarakat miskin cenderung sama dengan pengeluaran masyarakat menengah. "Akan lebih baik jika tingkat pendapatan yang dijadikan rujukan," ucapnya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Riza Annisa, menduga masih terjadi kekeliruan data kemiskinan pada DTKS Kementerian Sosial. Kekeliruan itu, kata Riza, diduga terjadi akibat ada ketidaksesuaian data yang dimiliki Kementerian Sosial dengan pemerintah daerah. Karena itu, dia sependapat dengan langkah pemerintah mengintegrasikan data kemiskinan. Ia menyarankan proses sinkronisasi data itu dilakukan lebih selektif untuk menghindari kekeliruan data masyarakat miskin. Sebab, "Acapkali data pemerintah pusat dengan pemerintah daerah soal kemiskinan tidak match," tuturnya.
Saifullah Yusuf mengakui penyaluran bantuan sosial pemerintah kepada masyarakat miskin kerap tidak tepat sasaran. Namun, untuk menjawab persoalan itu, kata dia, Kementerian Sosial memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyanggah data masyarakat miskin penerima bantuan dalam DTKS. "Kami ada aplikasi cek bansos untuk mengusulkan sanggahan," ujarnya. "Tapi, istilahnya, DTKS sedang diperbaiki supaya datanya tidak salah atau agar tepat sasaran."
Mengenai rujukan garis kemiskinan, Saifullah mengatakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin sudah memberikan kewenangan kepada BPS menetapkan kriteria masyarakat miskin. Ia menyatakan pemerintah tidak akan sembrono menetapkan, menginput, dan menyajikan data kemiskinan. "Kita percayakan saja kepada pihak yang berwenang," ucapnya.
Warga antre untuk mendapatkan bantuan berupa beras kemasan 10 kilogram dalam penyaluran bantuan pangan tahap kedua di kantor Kelurahan Pela Mampang, Jakarta, April 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Peneliti Celios, Media Wahyu Askar, sependapat dengan proyeksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di angka 5 persen pada tahun depan. Ia bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi bisa lebih rendah dari proyeksi tersebut jika pemerintah betul-betul menerapkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal 2025.
Askar berpendapat kenaikan PPN akan membuat pemerintahan Prabowo makin sulit mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Sebab, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan melemahkan daya beli masyarakat dan memperbesar angka kemiskinan, baik kemiskinan absolut maupun ekstrem. "Upaya mengatasi kemiskinan bisa stagnan, bahkan makin meningkat," ujarnya.
Saifullah Yusuf menepis pendapat tersebut. Ia mengatakan pemerintah sudah menyiapkan berbagai program jaring pengaman sosial untuk mengantisipasi kenaikan harga-harga akibat kenaikan PPN. Kementerian Sosial juga akan memperkuat program reguler bantuan sosial sembari menunggu program bansos tambahan yang akan digelontorkan.
Program bantuan sosial reguler yang akan digelontorkan Kementerian Sosial antara lain PKH yang menyasar 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan bantuan pangan nontunai atau bahan pokok untuk 18,8 juta KPM. Kementerian Sosial akan mempercepat realisasi PKH dari rencana awal pada akhir triwulan pertama 2025 menjadi awal tahun depan. Selain itu, bantuan bahan pokok akan disalurkan setiap bulan. "Kami punya paket perlindungan," kata Saifullah. ●
Hendrik Yaputra dan Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo