Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALANG - Belasan gunung terbakar di Jawa dan Lombok dalam beberapa hari terakhir. Kemarau panjang dan pembukaan lahan diduga menjadi penyebab kebakaran. Hingga sekarang upaya pemadaman masih dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak Ahad lalu, tujuh gunung di Jawa Timur terbakar. Terpantau terdapat 143 titik panas atau hotspot di sana. Namun, dua hari kemudian kebakaran meluas menjadi 13 gunung. Gunung yang terbakar itu adalah Gunung Arjuna, Welirang, Pundak, Ijen, Ranti, Widodaren, Raung, Argopuro, Bromo, Semeru, Kawi, Wilis, dan Anjasmoro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, Satrio Nurseno, menyatakan pihaknya kesulitan memadamkan api lantaran terkendala medan dan cuaca.
"Kami butuh tambahan helikopter water bombing," ujar Satrio, kemarin. Menurut perhitungan Satrio, setidaknya dibutuhkan empat helikopter untuk membantu pemadaman. Namun saat ini baru ada satu helikopter Mi-8/2 dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang bisa digunakan.
Saat ini, helikopter buatan Rusia itu hanya diterbangkan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Gunung Welirang dan Arjuna yang masuk kawasan Taman Hutan Raya Raden Soerjo. Kebakaran di dua gunung itu sudah berlangsung selama hampir dua pekan. Pemadaman sulit dilakukan karena angin kencang, awan, dan kabut. Akibatnya, sejak tiba di Malang, helikopter tersebut hanya dua kali diterbangkan untuk melakukan pembasahan.
"Surat perintah terbang atau SPT-nya memang untuk memadamkan kebakaran di Welirang dan Arjuna sehingga kebakaran di gunung-gunung lain tidak bisa ter-cover. Memang harus ada pengajuan permohonan tambahan helikopter ke BNPB," kata Satrio.
BPBD Jawa Timur belum bisa memperkirakan total luas hutan yang terbakar. Saat ini, BPBD dan instansi terkait, seperti TNI, Polri, dan tenaga sukarelawan, berfokus pada pemadaman api. Jika api benar-benar padam, barulah bisa dihitung luasan hutan yang gosong.
Perihal penyebab kebakaran, berdasarkan temuan di lapangan, diduga sebagian besar kebakaran disebabkan oleh ulah manusia, dari ulah pemburu liar hingga pembuka lahan. Pemburu biasanya membakar bagian atas gunung untuk memaksa satwa buruan turun sehingga mudah ditangkap hidup-hidup maupun ditembak. Sedangkan pembukaan lahan dengan membakar dianggap lebih efektif dan menghemat biaya.
Sementara itu, kebakaran di Gunung Rinjani, Lombok, juga belum berhasil dipadamkan sejak empat hari terakhir. Berdasar kompilasi data lapangan dan Satelit Sentinel-2, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) areal yang terbakar mencapai 6.055,3 hektare. Tim pemadam terkendala sulitnya medan dan cuaca.
Vegetasi yang berupa rumput savana, alang-alang, dan dedaunan kering mudah terbakar. Selain itu, pohon tumbang akibat tiupan angin dan terbakar sehingga membahayakan dan menyulitkan tim pemadam. Petugas pemadam juga kesulitan mendapatkan sumber air. Akibatnya, titik panas masih terus bertambah.
‘’Kondisi terakhir, terdapat tiga hotspot baru yang berada sebelah bawah puncak Rinjani, ‘’ ujar Kepala Balai TNGR, Dedy Asriady, kepada Tempo, kemarin. Tiga titik api itu berada di sebelah atas persimpangan antara jalur Sembalun dan jalur pendakian Bawak Nao serta sebelah utara Gunung Sangkareang ke arah hutan Torean.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana BNPB, Agus Wibowo, mengatakan sepanjang Januari hingga September, luas hutan dan lahan yang terbakar di seluruh Indonesia mencapai 857 ribu hektare. Sebagian besar lahan tersebut berada di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Pemadaman di enam provinsi itu sudah membuahkan hasil. Namun saat ini kebakaran juga terjadi di sejumlah gunung di Jawa dan Lombok. "Saat ini BNPB masih mensiagakan sejumlah helikopter untuk membantu mempercepat pemadaman," ujarnya.
ABDI PURMONO | SUPRIYANTHO KHAFID | NYOMAN ARY WAHYUDI | AGUNG SEDAYU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo