Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pemalsu Dokumen di Kursi 1K

Tim penyidik kasus Munir menahan Erry Bundjamin. Sekadar kambing hitam atau aktor penting?

22 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wajah Brigjen (Pol.) Marsudhi Hanafi menegang ketika melihat Tempo bertandang ke markasnya, Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Jumat pekan lalu. ”Kok Anda bisa di sini?” kata Ketua Tim Penyidik Kasus Munir itu. Saat dimintai komentar soal penahanan Erry Bundjamin, ia hanya berujar, ”Nanti, nanti.…” Marsudhi, yang biasanya terbuka kepada wartawan, kali ini berubah. Telepon genggamnya pun tak pernah diangkat ketika dihubungi.

Adakah sesuatu yang disembunyikan oleh Marsudhi Hanafi? Tidak jelas. Yang pasti, sikap itu diperlihatkan Marsudhi setelah tim penyidik kasus Munir menangkap dan menahan Erry Bundjamin, Kamis dua pekan lalu. Erry, 38 tahun, adalah penumpang pesawat Garuda pada penerbangan 6 September 2004 rute Jakarta-Singapura-Amsterdam. Dalam pesawat bernomor GA-974 itulah pembunuhan Munir berlangsung.

Munir tewas setelah racun arsenik menghancurkan tubuhnya dalam penerbangan laknat malam itu. Polisi sudah menahan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto—orang yang dituding menaburkan arsenik ke jus jeruk yang diminum Munir. Kasus Polly kini sudah masuk pengadilan. Bersama Polly, juga jadi tersangka pramugari Yetty Susmiarti dan pramugara Oedi Irianto.

Erry adalah nama baru yang mengejutkan. Awalnya, polisi menyebut penahanan itu sebagai bagian dari upaya untuk mengorek sindikat pembunuh Munir. Polisi juga terang menyebut ada sejumlah kejanggalan dalam perjalanan Erry Bundjamin ke Singapura. Erry dituding memalsukan paspor. ”Dia patut dicurigai. Akan kami bongkar bagaimana keterkaitan (Erry) dengan kasus Munir,” kata Marsudhi Hanafi. Menurut pengacara Erry, Amir Syamsuddin, kliennya saat ini mendekam satu sel dengan Pollycarpus Budihari Priyanto.

Tapi, dugaan terhadap Erry itu masih perlu dibuktikan. Status tersangka yang disandang Erry sejauh ini bukan karena pembunuhan Munir, melainkan pemalsuan data paspor. Hal itu juga terlihat dalam berita acara pemeriksaan tertanggal 11 Agustus. Pria kelahiran 27 Mei 1967 itu lebih banyak ditanya soal pengurusan paspor bernomor K107852 miliknya. Pasal pidana yang dikenakan pun hanya soal pemalsuan surat, yakni Pasal 263 jo 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dari 53 pertanyaan yang dilontarkan penyidik, hanya dua yang terkait langsung dengan Munir. Yakni, apakah Erry mengetahui kematian dan keberadaan Munir di pesawat yang ditumpanginya. Erry—seperti yang tercantum dalam BAP—mengaku mengetahui Munir sebagai tokoh masyarakat. ”Namun, saya tidak tahu bahwa yang bersangkutan bersama satu pesawat dengan saya,” kata Erry Bundjamin kepada penyidik. Soal kematian Munir, ia mengaku mendengar dari siaran televisi. Kepergiannya ke Singapura pun hanya untuk urusan pribadi. Untuk melengkapi informasi, polisi telah pula menggeledah rumah Erry di Jalan Mangga 23, Jakarta Barat.

Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal (Pol.) Makbul Padmanegara, terus terang mengaku belum menemukan titik terang soal keterlibatan Erry dalam pembunuhan Munir. ”Kita belum tahu,” katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Optimisme soal tak terkaitnya Erry dalam misteri pembunuhan Munir juga disampaikan Amir Syamsuddin, pengacara Erry. ”Klien saya hanya diduga melakukan pelanggaran imigrasi. Bila dikaitkan dengan kasus Munir, itu berlebihan,” kata Amir. Pengacara senior ini juga yakin penyidik tidak mengaitkan kliennya dengan kasus pembunuhan.

Tapi, betulkah polisi tak punya data awal tentang keterlibatan Erry? Mestinya tidak. Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir, badan independen yang melakukan investigasi awal kasus ini, sudah menemukan kejanggalan kehadiran Erry di pesawat yang ditumpangi Munir. TPF menemukan data penumpang ke-15 dalam kelas bisnis GA-974 yang tidak tercatat dalam manifest Garuda. Menurut mantan Sekretaris TPF Usman Hamid, tim mencurigai penumpang gelap itu diduga ikut andil dalam kematian Munir. Ciri-ciri penumpang itu adalah laki-laki berumur kurang dari 40 tahun dari etnis Cina. Penumpang itu duduk di kursi nomor 1K dan turun di Singapura. Dalam penerbangan yang sama, Munir menempati kursi bernomor 4K.

Dari data flight coupon Garuda penerbangan Jakarta-Singapura, ada 11 penumpang yang turun di Bandara Changi, Singapura. ”Tim belum bisa memastikan identitas penumpang itu. Ada dugaan penumpang itu menggunakan identitas palsu,” kata Usman. Dalam rekomendasi yang diserahkan TPF kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, nama Erry memang tidak disebut langsung sebagai penumpang ke-15 itu. Dalam catatan kaki, nama Erry hanya disebut di antara nama-nama penumpang lain yang turun di Singapura.

Dari passenger list GA-974, penumpang yang menempati kursi nomor 1K di kelas bisnis bernama Erry. Dan ciri-ciri itu klop dengan Erry Bundjamin. Laki-laki kelahiran Pangkal Pinang itu keturunan Cina dan berumur di bawah 40 tahun. Dalam perjalanan GA-974 itu, Erry turun di Bandar Udara Changi, Singapura.

Erry sendiri, kepada penyidik, mengaku tidak ingat duduk di kursi nomor berapa dalam penerbangan pesawat GA-974 itu. Yang dia ingat, kursi yang ditempatinya berada di kelas bisnis paling depan dekat jendela yang berada di barisan kanan menuju ruang kokpit pesawat. Dia juga tidak tahu bahwa Munir berada di dalam pesawat yang sama dengan dirinya.

TPF memang tak mengelaborasi apa saja yang dilakukan Erry sepanjang perjalanan Jakarta-Singapura, juga kontak-kontaknya dengan Munir, Polly, dan tersangka lain kasus ini. TPF memang tak ingin gegabah. ”Biarkan dulu prosesnya berjalan, tanpa (kita) harus mengambil keputusan,” kata mantan anggota TPF, Rachlan Nasidik.

Sayangnya, polisi juga belum mau menggali terlalu jauh soal keterlibatan Erry ini. Tujuan perjalanan Erry ke Singapura, misalnya, tak didalami aparat. Dalam pertanyaan nomor 49 berita acara pemeriksaan, Erry mengaku ke Singapura untuk urusan pribadi. Di Negeri Singa itu, ia menginap di Hotel Royal on Scott.

Padahal kejelasan tentang alasan kepergian inilah yang pernah membuat Pollycarpus terpojok. Kesaksian Polly yang tak konsisten membuat TPF curiga. Kepada penyidik, Polly pernah menyatakan ke Singapura untuk memeriksa pesawat—sesuatu yang tidak menjadi wewenang dan keahliannya. Belakangan diindikasikan, alasan Polly ke Singapura memang tak jelas.

Lalu, siapa sebenarnya Erry Bundjamin? Erry dikenal sebagai pengacara untuk kasus-kasus anti-dumping. Sebelum mendirikan law firm Bundjamin & Partner, ayah dua anak itu pernah bekerja di PT Radja Garuda Mas Group sebagai legal officer. Lulusan Universitas Van Amsterdam, Nederland, tahun 1994, itu pernah menjadi Legal Manager PT Bank Mashill, Jakarta. Tahun 1997, suami Martha Loke itu pernah mengikuti training hukum perdagangan internasional di Brussels. Sepanjang 1997-2000 ia pernah menjadi konsultan hukum di perusahaan Hanafiah Ponggawa. Masa kecil Erry dihabiskan di Pangkal Pinang, Riau. Selepas SMA, ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung.

Sejauh ini belum ditemukan catatan dalam riwayat hidup Erry yang terkait dengan kegiatan politik, apalagi intelijen. Suciwati, istri Munir, juga mengaku tidak tahu sosok Erry Bundjamin itu, apalagi berhubungan dengannya. Begitu juga beberapa kalangan aktivis hak asasi manusia. Nama Erry justru menjulang sebagai pengacara dalam persoalan perdagangan internasional. Berbagai kasus yang ditanganinya juga tidak jauh dari urusan anti-dumping.

Polisi kini memang sedang giat mengumpulkan potongan-potongan puzzle wajah pembunuh Munir. Kini penyidik mencoba memastikan adakah Erry Bundjamin termasuk dalam serpihan puzzle itu atau tidak.

Johan Budi S.P., I. Maria Hasugian, Mawar Kusuma, Erwin Daryanto, Edy Can

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus