Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Polandia Membuat, Rusia Menjual

Pembelian Mi-2 ke Rusia dinilai pemborosan. Semestinya pesawat dibeli dari negeri pembuatnya langsung.

22 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Polandia Membuat, Rusia Menjual
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dua pesawat helikopter buatan Rusia itu masih nongkrong di hanggar skuadron 400 Wing Udara Komando Armada RI di Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur. Sejak didatangkan dua tahun lalu dari Rusia, helikopter itu baru diterbangkan satu kali dalam acara memperingati hari ulang tahun TNI, 5 Oktober tahun lalu, di Armada Timur, Surabaya.

Saat mengangkut sejumlah penumpang untuk gladi resik setahun lalu, tongkrongan capung besi tersebut tampak kukuh dan kuat. Interiornya juga masih gres. Namun, saat baling-baling helikopter itu berputar, suaranya terdengar keras dan membuat seorang penumpangnya seperti mengalami tuli untuk beberapa hari. ”Suaranya sangat bising,” kata penumpang tersebut.

Kini, meskipun sudah dua tahun berada di kawasan Armada Timur, dua helikopter itu belum juga menjadi milik TNI AL. ”Waktu itu hanya kita pinjam,” kata Panglima Armada RI Kawasan Timur, Laksamana Muda Yosafat Didik Heru Purnomo, kepada Tempo. Menurut dia, pihaknya belum menggunakan helikopter itu karena proses pembelian yang dilakukan Departemen Pertahanan belum selesai.

Mangkraknya dua pesawat helikopter tersebut, menurut Djoko Susilo, anggota Komisi I DPR RI, adalah satu contoh bentuk keruwetan pengadaan alat utama sistem persenjataan di lingkungan TNI. Ini adalah kisah pengadaan satu skuadron (16 unit) pesawat helikopter Mi-2 bikinan Rusia yang dipesan Markas Besar TNI AL pada 2002.

Dua tahun lalu, dua helikopter itu memang telah didatangkan oleh PT Ceria Naga Pertiwi, agen pengadaan Mi-2 yang ditunjuk Mabes TNI AL. Namun, karena kondisinya tidak sesuai dengan kebutuhan TNI AL, keduanya ditolak oleh TNI AL. ”Yang diberikan ternyata pesawat bekas,” kata Djoko.

Masalah pembelian helikopter Mi-2 itu lantas ditanyakan Djoko Susilo dalam rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Slamet Soebijanto, akhir Juni lalu. Dalam rapat itu, Djoko menanyakan mengapa TNI AL tetap melanjutkan pembelian helikopter itu. ”Bahkan saya dengar, TNI AL sudah memberikan uang muka untuk membeli helikopter tersebut,” katanya.

Slamet Soebijanto mengakui bahwa memang TNI AL melanjutkan pembelian helikopter Mi-2 dengan Rostov Mil, perusahaan pemasok pesawat dari Rusia. Hanya saja, kalau dulu pembeliannya lewat PT Ceria Naga Pertiwi, sejak tahun lalu kontrak pembeliannya dialihkan kepada PT Nufarindo International Ltd.

Salah satu alasan pemutusan kontrak tersebut, kata Laksamana Slamet, karena PT Ceria Naga Pertiwi dinilai lamban dalam melakukan pengadaan dan helikopter yang dikirim dalam keadaan tidak lagi baru alias bekas. ”Kami sudah menegurnya, tapi karena tidak ada tanggapan yang memadai, ya kontrak kami putuskan,” katanya.

Menurut Slamet, kelanjutan pengadaan helikopter Mi-2 diputuskan setelah pihaknya melakukan rapat antardepartemen, antara lain Departemen Pertahanan, pada Juli tahun lalu. Hasilnya, kontrak lama dengan PT Ceria Naga Pertiwi diputus dan dibuka penawaran baru kepada PT Tridarma BMM, PT Bumi Hijau Subur Raya, dan PT Esamindo ES.

Namun, kata Slamet, tiga perusahaan itu juga dinilai belum mampu meneruskan pengadaan Mi-2. Berdasarkan pertemuan TNI AL dengan Rostov Mil pada Mei lalu, Rostov Mil menunjuk PT Nofarindo International Ltd. sebagai agen baru untuk melanjutkan pengadaan helikopter Mi-2. ”Saat ini PT Nofarindo sedang menyiapkan loan proposal ke Departemen Keuangan.”

Harga pembelian satu skuadron Mi-2 yang disepakati dengan Novarindo, kata Slamet, adalah US$ 11,176 juta atau per unitnya senilai US$ 566 ribu dengan kurs dolar AS Rp 9.600. Harga tersebut, menurut dia, lebih murah dibanding harga pesawat dari jenis yang sama yang dibeli oleh Pemerintah Daerah Aceh. ”Kalau harga tersebut dinilai mahal, kami patut mempertanyakan,” katanya.

Walau diklaim murah, penunjukan lewat agen PT Novarindo tetap dipertanyakan oleh Happy Bone Zulkarnaen, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar. ”Mengapa tidak langsung membeli secara G to G (antarpemerintah)?” ujar Happy. Pendapat ini didukung Djoko Susilo. Bahkan Djoko juga mempertanyakan mengapa TNI AL membeli helikopter kepada Rostov Mil, padahal perusahaan tersebut sudah tidak lagi membuat Mi-2. ”Itu kan sama dengan pemborosan,” kata Djoko.

Djoko tidak sekadar main tuduh. Dia menjelaskan, saat berkunjung ke PZL Swidnik, pabrik pembuat Mi-2 di Milec, Polandia, dua tahun silam, dia melihat dua helikopter Mi-2 yang sedang dipermak di pabrik tersebut. Menurut pihak Swidnik, dua pesawat tersebut adalah order dari Rostov Mil untuk memenuhi pesanan dari TNI AL. ”Yang dibeli itu pesawat bekas. Bodinya saja yang baru,” kata Djoko.

Dalam dokumen yang dimiliki Djoko dan pernyataan yang dibuat Swidnik tahun lalu, PZL Swidnik mengklaim bahwa merekalah satu satunya perusahaan yang memproduksi helikopter Mi-2 dan Mi-2plus. Berdasarkan taksiran Djoko, jika pemerintah langsung membeli helikopter Mi-2 ke pabriknya di Swidnik, maka dengan uang US$ 11,176 juta akan didapat satu skuadron Mi-2 campuran, yaitu separuh bekas dan separuhnya lagi pesawat baru.

Karena itu, Djoko menilai tim perencanaan dan pengadaan barang di Mabes TNI AL kurang teliti dalam membeli Mi-2. Menurut dia, TNI AL hanya menggunakan pembelian pesawat dengan fasilitas kredit ekspor secara kurang tepat. Semestinya, pembelian secara kredit ekspor dilakukan dengan negara yang memberikan fasilitas seperti Polandia. Negara yang pernah dipimpin Lech Walesa itu, kata Djoko, tahun ini menganggarkan kredit ekspor senilai US$ 250 juta. ”Rusia jelas bukan negara pemberi fasilitas kredit ekspor,” ujarnya.

Itu artinya, pemerintah Rusia tidak menjamin memberikan fasilitas kredit dengan bunga rendah untuk pembelian Mi-2. Sebab, kredit ekspor biasanya hanya diberikan kepada negara tertentu untuk memacu penjualan (ekspor) barang buatan negaranya. Karena tak memberi fasilitas kredit ekspor itu, kata Djoko, kredit untuk membeli pesawat Rusia didanai oleh bank yang menjadi agen pemasok pesawat, dan biasanya bank tersebut mematok bunga yang cukup tinggi. ”Bank ini biasanya berada di Malaysia atau Singapura.”

Menurut Laksamana Slamet Soebijanto, sebagian dana pembelian Mi-2 diperoleh dari SDER Bank dan sisanya akan dipenuhi oleh bank pemberi kredit yang telah memiliki LC (letter of credit) dengan Bank Indonesia. ”Pihak supplier Rusia memberi jaminan tersebut,” kata Slamet.

Djoko meragukannya. Menurut dia, bank di Rusia itu hanya penerima uang muka pembelian pesawat sebesar 15 persen. ”Sisanya dibayar oleh bank lain dan Indonesia mengangsur utangnya ke bank tersebut,” kata Djoko.

Adapun mengenai soal mengapa membeli ke Rusia, TNI AL punya alasan. Menurut Slamet, pembelian Mi-2 ke Rusia adalah dalam rangka meneruskan kontrak lama. Pembelian Mi-2 juga dilakukan agar TNI AL tidak tergantung pada pasokan negara tertentu, apalagi jika pembelian senjata dikaitkan dengan kondisi politik di Indonesia. ”Bukan hanya Rusia, Cina juga memberikan kemudahan,” katanya.

Bagi Andi Widjajanto, peneliti masalah pertahanan dari FISIP, Universitas Indonesia, pembelian Mi-2 ke Rusia memang bisa dijadikan alternatif setelah Indonesia diembargo Amerika Serikat. Masalahnya, Rusia tidak memberi harga yang murah. ”Sejak pasca-Perang Dingin, Rusia lebih memperhatikan negara pecahannya ketimbang Indonesia,” kata Andi. Alhasil, kredit ekspor Negeri Beruang Merah pun tak mudah didapat.

Zed Abidien, Adi Mawardi, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Deffan Purnama (Bogor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus