KEMERIAHAN menyambut pemilihan umum seperti absen dari Irian Jaya Barat. Di Manokwari, ibu kota provinsi itu, hampir-hampir tak ada kegairahan, juga tak ada hiruk-pikuk pencalonan anggota legislatif. Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang sudah dibentuk, tapi tak ada anggotanya. Untuk semua urusan pemilu, dari soal pendaftaran calon legislatif hingga mengurus tempat pemungutan suara, provinsi itu disuruh menempel ke "sang kakak sulung", Provinsi Papua.
Keputusan itu diambil dalam rapat pleno KPU pusat, Selasa pekan lalu. Ketua Komisi Pemilu Provinsi Papua telah pula diperintahkan mengurus pemilu di provinsi tetangganya itu.
Menurut anggota KPU Mulyana W. Kusumah, proses pendaftaran bisa dilakukan di dua tempat, yaitu di kantor Komisi Pemilu Provinsi Papua dan sekretariat Komisi Pemilu di Provinsi Irian Jaya Barat di Manokwari. Sekretariat di Manokwari itu cuma menerima pendaftaran, sedangkan semua proses verifikasi dilakukan di KPU Provinsi Papua.
Komisi pusat juga memberikan toleransi memperpanjang tenggat verifikasi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Irian Jaya Barat. Semula, batas akhir verifikasi itu 20 November lalu, tapi untuk provinsi itu diulur hingga 27 Januari nanti.
Tidak semua paitua (tokoh) di sana menerima keputusan itu. Sejumlah tokoh di Irian Jaya Barat menuding pemerintah pusat meremehkan hak politik masyarakat. Sudah menjadi provinsi sendiri, tapi mengapa untuk urusan sepenting pemilu masih bergantung pada Provinsi Papua? "Lebih baik tak ada proses pemilihan umum tahun 2004," protes Jimmy Demianus Ijei, Direktur Eksekutif Irian Jaya Crisis Center, yang juga tokoh masyarakat dari Manokwari.
Ratusan warga Irian Jaya Barat lainnya beberapa waktu lalu berunjuk rasa di kantor KPU di Jakarta, menuntut agar komisi lokal segera dibentuk. Sebabnya, menurut Jimmy, yang ikut dalam unjuk rasa itu, masyarakat Irian Jaya Barat meragukan ketulusan KPU Provinsi Papua mengurus daerahnya. "Yang duduk di KPU Papua adalah orang-orang yang sejak awal tidak mengakui adanya Provinsi Irian Jaya Barat," ujar Jimmy.
Provinsi Irian Jaya Barat, yang dibentuk tahun 2002, memang menerbitkan silang sengketa. Warga dan Pemerintah Provinsi Papua menolak keras, sementara mayoritas warga di Irian Jaya Barat menyambutnya riang gembira. Yang menolak menuding pembentukan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua. Sedangkan pemerintah pusat dan warga Irian Jaya Barat beranggapan bahwa pembentukan itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang pemekaran wilayah kawasan itu. Dua aturan yang sama kuat itulah yang membuat suhu politik di Papua terus mendidih. Silang sengketa itu pulalah yang membuat pembentukan panitia pemilu di Irian Jaya Barat itu jadi telantar.
Dengan menyerahkan pelaksanaan pemilu pada Komisi Pemilu Provinsi Papua—kata pendukung Provinsi Irian Jaya Barat—itu sama saja dengan menyetor nasib ke tangan lawan. Sebab, "Bisa saja KPU Provinsi Papua menunjuk dan meloloskan orang-orang tertentu menjadi anggota DPRD Irian Jaya Barat," tutur Jimmy. Itu sebabnya, dalam aksi massa di kantor KPU Pusat beberapa waktu lalu itu, pendukung Irian Jaya Barat mendesak komisi itu mengambil alih proses pencalonan anggota legislatif di provinsi tersebut.
Semua tudingan itu disanggah habis oleh Ferry Kareth, Ketua KPU Papua. Ferry malah mengaku pusing tujuh keliling dengan tambahan kerja mengurus pemilu di Irian Jaya Barat itu. "Ini tugas berat, Bung. Sebab, pasti ditolak oleh saudara kami di provinsi itu," katanya. Jika mau konsisten, menurut Ferry, KPU pusat seharusnya langsung membentuk KPU di Provinsi Irian Jaya Barat, apa pun kondisinya. Ferry memang berjanji akan memikul kewajiban mahaberat itu dengan sekuat tenaga. Tapi, jika kehadiran timnya ditolak oleh masyarakat Irian Jaya Barat, "Kami kembalikan lagi urusan ini ke pusat," ujarnya. Nah, bisa-bisa pemilu di sini jadi amburadul.
Wenseslaus Manggut, Cunding Levi, dan Lita Utomo (Papua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini