Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Remotivi, Yovantra Arief, menyebut, penambahan wewenang kepada Polri untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengamanan ruang Siber seperti diatur dalam revisi Undang-undang Polri Nomor 02 Tahun 2002 atau revisi UU Polri berpotensi melanggar hak sipil warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yovantra mengatakan, kewenangan polisi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan memiliki potensi bertentangan dengan UU Perlindungan Data Pribadi. "Kewenangan untuk pemblokiran, memutus akses atau pembatasan akses juga berpotensi untuk melanggar hak warga untuk memperoleh informasi," ujar Yovantra saat dihubungi Tempo pada Rabu, 29 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan, penambahan wewenang ini mesti diimbangi oleh penguatan lembaga pengawas polisi. Menurut dia, penguatan ini sangat penting agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dan mencegah potensi pelanggaran hak warga akibat penambahan kewenangan polisi di dunia siber.
Berdasarkan draf revisi Undang-undang Polri Nomor 02 Tahun 2002 yang dilihat Tempo, pemberian wewenang pengawasan ruang siber diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) nomor b.
"Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Polri bertugas: b. melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan, pengawasan, dan pengamanan Ruang Siber," bunyi draf yang diterima Tempo, Rabu, 29 Mei 2024.
Pengawasan pada ruang siber juga diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) nomor q. Pada poin itu, Polri mempunya kewenangan untuk melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri. Dalam melaksanakan wewenang itu, Polri dapat bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo.
"Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, Polri berwenang untuk: q. melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses Ruang Siber untuk tujuan Keamanan Dalam Negeri berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi."
Diketahui, sembilan fraksi DPR RI sepakat revisi UU Polri menjadi inisiatif DPR. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna pada Selasa, 28 Mei 2024. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengetuk kesepakatan. Setelah disepakati menjadi RUU inisiatif DPR, pembahasan selanjutnya akan bergulir di badan legislatif DPR RI.