Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBELAS anak muda tegap mengawal Prabowo Subianto melintasi lapangan sepak bola Babakan Madang, Bogor, tempat pemungutan suara nomor 02. Prabowo, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, adalah orang paling ditunggu pada hari pemilihan anggota legislatif, Rabu pagi pekan lalu. Ratusan warga Desa Bojong Koneng berkerumun bercampur dengan puluhan wartawan serta dua lapis pengamanan polisi dan Brigade Mobil yang membawa dua anjing pelacak.
Warga desa yang lebih dulu antre masuk bilik suara berebut menyalami Prabowo dan berfoto bersama. Kepala Kepolisian Sektor Babakan Madang Komisaris Heppy tak ketinggalan minta waktu berfoto bersama calon presiden Partai Gerakan Indonesia Raya ini. "Jangan lupa coblos nomor 6, ya," kata Prabowo sebelum masuk bilik suara menyebutkan nomor urut partainya.
Menurut Jajang dan Sobirin, dua pemilih warga Bojong Koneng, bertemu dengan Prabowo adalah momen langka. Meski tinggal di desa itu, kata mereka, Prabowo tak pernah menyambangi warga desa atau sekadar lewat jalan desa untuk keluar-masuk rumahnya, ranca lima hektare di puncak Bukit Hambalang, yang dilengkapi dua istal dan kolam renang air panas. "Pak Prabowo lebih sering naik helikopter," ujar Sobirin, 56 tahun.
Dalam pemilihan umum kali ini, Jajang dan Sobirin tak ragu mencoblos Partai Gerindra. Mereka ingin Gerindra punya cukup suara untuk menyokong Prabowo sebagai calon presiden. Alasannya sederhana, "Karena Pak Prabowo tetangga kami." Di tempat pemungutan suara itu, tak aneh, Gerindra menang telak. Suara calon legislator tertinggi diraih Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Gerindra, yang mengiringi Prabowo memilih di bilik suara itu. Dari 398 pemilih, Gerindra mendapat 343 suara, dan 175 di antaranya untuk Fadli.
Suara partai berlambang burung garuda itu melejit di mana-mana. Meski tak memenangi perolehan suara pada satu daerah, menurut hitung cepat, perolehan suara partai ini di setiap provinsi berkisar pada 10-15 persen. Data perhitungan sampel lembaga-lembaga survei menempatkan partai yang berdiri pada 2008 ini di urutan ketiga, setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar. Perolehan suara nasional hampir 12 persen.
Dibanding pemilihan lima tahun lalu, perolehan suara Gerindra kali ini berlipat 267 persen. Perolehan itu jauh meninggalkan pertambahan suara partai-partai lain. Tambahan suara untuk PDI Perjuangan sekitar 37 persen. Adapun suara Golkar hanya bertambah satu persen dibanding pemilu sebelumnya.
Prabowo mengklaim penambahan suara itu hasil dari berjalannya infrastruktur partai sejak 2009. Pada pemilu lalu, kata dia, Gerindra finish di urutan ke-8 dari 38 partai dengan membukukan 4,4 persen suara atau 26 kursi di parlemen. Prabowo, bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, juga keok dalam pemilihan presiden. Selepas kekalahan itu, dia menambahkan, Gerindra serius membangun basis dukungan untuk pemilihan tahun ini. "Saya minta semua calon legislator Gerindra dekat dengan rakyat. Bila perlu, menginap di rumah konstituen di desa-desa," ujarnya.
Sejak 2010, Prabowo mengundang semua calon anggota legislatif Gerindra mengikuti penataran partai di rumahnya secara bergelombang. Menurut Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani, setidaknya 6.000 kader ditatar di ranca itu tentang ideologi partai dan cara-cara memenangi pemilihan umum. "Mereka datang dengan ongkos sendiri," kata Muzani. "Sengaja kami tak menanggung biaya sebagai tes awal loyalitas mereka."
Prabowo sendiri yang mengajar kader-kader dalam penataran selama sepekan itu. Di sela acara itu, ada sesi khusus setiap calon legislator berfoto bersama Prabowo untuk dipasang di spanduk dan poster selama kampanye. Menurut Muzani, dari pendidikan itu juga lahir slogan "Gerindra Menang, Prabowo Presiden". Klaim citra Prabowo yang "tegas" sebagai mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat dijual habis-habisan.
Setelah mengikuti pendidikan, kader-kader itu kembali ke daerah masing-masing untuk menggarap pemilih. Gerindra pusat, Muzani mengklaim, sama sekali tak membekali mereka dengan uang untuk berkampanye dan turun ke konstituen. Cara ini berhasil karena mendorong calon legislator serius menggarap pemilih akibat biaya besar yang mereka keluarkan. "Setiap calon rata-rata habis Rp 500 juta," ujarnya.
Misalnya Siti Sarifah Sutalaksana. Calon legislator nomor 7 dari daerah pemilihan Jakarta 2 ini harus bolak-balik ke Malaysia karena ia kebagian menggarap pemilih luar negeri dan Jakarta Selatan. Sarifah mesti blusukan menggarap tenaga kerja Indonesia yang tersebar di pelosok-pelosok Kuala Lumpur dan Selangor, juga Pejompongan dan Kampung Pulo. "Yang merepotkan, tak semua TKI itu pemilih Jakarta dan biasanya mereka golput," katanya.
Nama Sarifah cukup dikenal di kalangan tenaga kerja karena sudah lama ia mengadvokasi buruh migran di Malaysia. Perempuan 45 tahun ini lama tinggal di Kuala Lumpur karena bersekolah dan bekerja di sana serta menikah dengan orang sana. Sejak 2009 menjadi perwakilan Gerindra, Sarifah mengurus tenaga kerja yang terkena razia serta menjadi penghubung dengan Kedutaan Indonesia, juga dengan polisi dan pemerintah Malaysia.
Prabowo juga rajin memasang iklan di televisi. Di pelbagai hari besar, seperti Idul Fitri, ucapannya ditayangkan melalui reklame di berbagai stasiun televisi. Menurut exit poll Indikator Politik, sebanyak 17,3 persen responden mengatakan paling sering melihat iklan Partai Gerindra di televisi. Di banyak tayangan iklan, Prabowo menjual janji Indonesia kembali menjadi "macan Asia".
Meski Prabowo menargetkan suara petani dan nelayan, pemilih Gerindra terbanyak justru datang dari kalangan yang tinggal di perkotaan. Data exit poll—wawancara sampel pemilih setelah mencoblos—Saiful Mujani Research & Consulting dan Lembaga Survei Indonesia menunjukkan pemilih Gerindra dan PDI Perjuangan lebih banyak orang kota dibanding orang desa, rata-rata pemilih pemula, dan pendidikannya minimal sekolah menengah umum. Pemilih pemula adalah mereka yang pada 1998—ketika Prabowo diberhentikan dari dinas militer karena sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus dituduh terlibat penculikan sejumlah aktivis—masih berusia kanak-kanak.
Gerindra menyapu suara di kompleks-kompleks tentara, seperti Cijantung di Jakarta Timur; Bojong, Semplak, di Bogor; dan Kartasura di Jawa Tengah. Umumnya di TPS-TPS tentara itu suara Gerindra melampaui partai lain, bahkan Demokrat—yang menampilkan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ikon dan juru kampanye yang disokong penuh tentara pada Pemilu 2009.
Meski sudah memprediksi perolehan suara besar itu, Muzani kaget juga oleh hasilnya. "Terutama karena di daerah-daerah yang bukan basis legislator suara Gerindra juga signifikan," ujarnya. Muzani memperkirakan jumlah kursi parlemen yang diperoleh Gerindra kali ini 80-90 atau sekitar 15 persen.
Jumlah itu tak cukup untuk mengusung Prabowo menjadi calon presiden pada pemilihan 9 Juli 2014. Gerindra, kata Muzani, sudah berbicara dengan semua partai untuk berkoalisi. Dulu pernah ada wacana koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera dengan memasangkan Prabowo dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. "Tapi baru omong-omong, tak serius," ujarnya.
Bagja Hidayat, Indra Wijaya
Pundi Suara Gerindra
Suara Gerindra cukup merata dengan perolehan rata-rata tiap provinsi 10-15 persen.
Dibanding pemilih Golkar, yang hanya 35 persen akan mencoblos Aburizal Bakrie, pemilih Gerindra lebih loyal karena 68 persen akan memilih Prabowo dalam pemilihan presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo