Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pengeroyokan Mahasiswa Unpam Saat Ibadah Rosario Dinilai Cermin Kegagalan Elemen Negara

Halili menilai, ibadah Rosario Mahasiswa Katolik UNPAM menunjukkan bahwa intoleransi dan kebencian terus menjadi ancaman terhadap kebebasan beragama.

7 Mei 2024 | 16.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga Setu melakukan mediasi kasus penyerangan mahasiswa Universitas Pamulang yang sedang berdoa Rosario di Kantor Lurah Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin 6 Mei 2024. (MUHAMMAD IQBAL/Tempo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, mengatakan, kasus pengeroyokan Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang atau UNPAM yang melaksanakan ibadah Rosario di Tangerang Selatan (Tangsel), merupakan bentuk kegagalan elemen negara dalam menciptakan ekosistem toleransi di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Halili menilai, ibadah Rosario Mahasiswa Katolik UNPAM menunjukkan bahwa intoleransi dan kebencian terus menjadi ancaman terhadap hak atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB). Secara konstitusional, KBB itu harus dijamin oleh negara dan pemerintah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ada dua faktor pembubaran yaitu intoleransi di kalangan masyarakat dan kegagalan elemen negara," kata Halili dalam rilis resmi, Selasa 7 Mei 2024. 

Ia mengatakan, RT/RW sebagai unsur negara di tingkat terkecil, di ranah masyarakat, harusnya menjamin hak seluruh warga atas KBB. Namun, yang terjadi sebaliknya. 

SETARA Institute menilai bahwa peristiwa tersebut merupakan pelanggaran KKB sekaligus cerminan dari lemahnya ekosistem toleransi di tengah tata kebinekaan Indonesia. Kasus ini mempertegas bahwa situasi pelanggaran KBB stagnan serta gangguan atas tempat ibadah dan peribadatan masih terus terjadi. 

Halili meminta kepolisian memastikan adanya dugaan tidak pidana dalam kasus ini. Penegakan hukum atas kasus-kasus persekusi penting untuk dilakukan, untuk mencegah perluasan persekusi dan pelanggaran kebebasan beragama. 

Di samping itu Halili mendorong dilakukannya ekosistem toleransi. Ekosistem ini mesti dibangun dengan prakarsa kepemimpinan politik, yang mana wali kota dan seluruh kepemimpinan politik mesti memberikan perhatian untuk agenda pemajuan toleransi. 

Di samping itu, diperlukan inisiatif dan kepemimpinan birokrasi, termasuk birokrasi di tingkat Kecamatan dan RT/RW. Lebih dari itu, pembangunan ekosistem juga membutuhkan prakarsa dan kepemimpinan sosial. 

Menurut Halili, seluruh elemen masyarakat terkait, baik dalam bentuk entitas resmi seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Majelis-Majelis Keagamaan, maupun komunitas-komunitas sosial di berbagai bidang, seperti kebudayaan tradisional, kesenian, dan sebagainya, mesti terlibat dalam pembangunan ekosistem toleransi.

Sebelumnya, Kapolres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Ibnu Bagus Santoso mengatakan insiden penganiayaan ini berlangsung Ahad, 5 Mei 2024 malam hari.

Mulanya sekelompok mahasiswa dari UNPAM tengah melakukan ibadah dan membaca doa Rosario. Saat itu datang seorang warga berinisial D, 53 tahun, yang diduga seorang Ketua Rukun Tetangga (RT). Dirinya diduga berupaya membubarkan kegiatan tersebut dengan berteriak. 

"Kemudian tidak lama berselang datang beberapa orang untuk mencari tahu apa yang terjadi. Sehingga akibat teriakan tersebut terjadi kegaduhan dan kesalahpahaman yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dan menimbulkan korban," ujar Ibnu di kantornya, Selasa, 7 Mei 2024. 

MUHAMMAD IQBAL

Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus