Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Perampokan Lanum Di Selat Singapura

Perompak lanun yang terkenal di jaman dulu, kini mengganas lagi di selat singapura. Perairan sempit itu sangat ramai oleh lalu lintas kapal. Mereka menggunakan cara kuno.

10 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATAHARI sudah tenggelam ketika sebuah perahu motor meluncur cepat di Selat Phillips. Jalur sempit di Selat Singapura itu--yang memisahkan Singapura dengan Pulau Pemping (Indonesia) -- cukup gelap. Dengan tenang speed boat tadi merapat ke lambung kapal Tonne Konhan Maru yang membuang sauh 16 km dari Singapura, menunggu giliran masuk ke pelabuhan internasional itu. Mesin kapal motor itu segera dimatikan. Dengan tangkas seorang lelaki melemparkan cangkuk (pengait dari besi yang diikatkan pada tangga tali) ke geladak kapal angkut Jepang tadi. Kemudian lima lelaki bersenjata pedang memanjat tangga tali itu. Secepat kilat mereka dapat menguasai kapal itu, bahkan menyandera nakodanya. Dalam waktu kurang dari 5 menit sekawanan perompak itu merampas sejumlah barang seharga US$ 500 dan menyikat sejumlah uang Yen. Secepat mereka muncul secepat itu pula mereka menghilang bersama enam kawan mereka yang menunggu di kapal motor. Menurut beberapa awak, kawanan perompak yang berkulit sawo matang dan berdialek Melayu itu melarikan diri ke arah Pulau Batam. Perompakan di perairan internasional pada Jumat petang 25 September itu tampaknya berkaitan dengan beberapa perompakan sebelumnya. Pertengahan Agustus, perompakan dialami dua kapal milik Pelni: KM Inabukwa dan KM Sinopa di dekat Pulau Jakong. Menurut kalangan perusahaan pelayaran di Singapura, perompakan itu terjadi di perairan Indonesia. Awal Agustus, kapal Diana yang tak jelas benderanya dan Hakata Maru juga menjadi korban--terjadi di perairan Singapura tak jauh dari tempat perompakan-perompakan sebelumnya. Sejak awal tahun ini sudah sekitar 24 kapal yang digerayangi perompak termasuk di antaranya kapal-kapal Mammoth Monarch dan Corsicana. Caranya sangat sederhana dan kuno: kapal yang sedang membuang sauh dirapati, awaknya diancam dan barang-barang berharga dibawa kabur di kegelapan laut di waktu malam. Yang dirampas umumnya barang-barang kecil seperti radio, kamera, arloji dan perhiasan yang dipakai awak kapal. Karang Perairan Selat Singapura selebar 5 mil laut itu, akhir-akhir ini tampaknya menjadi sasaran empuk para perompak -terutama Selat Phillips. Jalur itu sempit dan karena ramai oleh lalu-lintas kapal, menjadi sangat rawan. Karena itu kapalkapal yang masuk dari Selat Malaka, arah barat daya, harus berjalan pelan dan hati-hati. Terutama setelah mel wati mercusuar Raffles. Sebab di sana juga menghadang buffalo rocks, karang keras yang amat berbahaya. Tanker raksasa Showa Maru yang beberapa tahun lalu terkubur di sana, tenggelam karena menabrak karang tersebut. Para perompak nampaknya memanfaatkan keadaan itu. Sementara kapal berjalan pelan atau parkir menunggu giliran masuk ke Pelabuhan Singapura, perompakan pun dilancarkan, baik ketika sasaran sedang berada di perairan Singapura, perairan internasional ataupun perairan Indonesia. Asisten Intelpam Kodak IV Riau, Letkol (Pol) Kusparmono Irsan, mulamula ragu mendengar laporan paompakan itu. Karena itu ia minta agar pihak kepolisian di Jambi memeriksa dua kapal Pelni yang dirompak itu. Karena kedua kapal itu memang berpangkalan di Jambi. Tapi kesangsian Kusparmono segera lenyap ketika 27 September pihak Daeral 11 menangkap lima orang yang diduga pelaku perompakanperompakan tersebut. Operasi khusus yang dimulai pada pukul 01.00 dinihari akhir September itu bergerak ke Pulau Lengkanak dekat Pulau Belakang Padang, Kecamatan Batam. Di pulau yang berhadapan dengan Selat Singapura dan terkenal sebagai lokasi pelacuran itulah tiga orang tersangka disergap. Menjelang subuh, operasi beralih ke Tanjung Riau, sebuah perkampungan di Pulau Batam. Dengan bantuan penduduk, dua tersangka lainnya ditangkap pula. Kabarnya masih 10 tersangka lainnya yang buron. Dari mereka antara lain disita sebuah teropong laut, senjata tajam dan sejumlah mata uang asing. Dalam pemeriksaan sementara, para tersangka mengaku melakukan perompakan-perompakan tersebut. Bahkan menurut Dan Res Kepulauan Riau, Letkol (Pol) Drs. Kamas Djohar, di antara mereka ada yang pernah merampok di daratan Singapura. "Tapi hal itu masih perlu dicek lagi," ujar Kamas Djohar. Mengapa mereka luput dari mata para petugas patroli laut? "Sebab daerah operasi mereka sulit diawasi," kata seorang petugas di Tanjungpinang. Di perairan itu memang bertaburan pulaupulau kecil, hingga sulit ditembus armada patroli besar. Selain itu para perompak nampaknya sudah haal betul saatsaat kapal patroli lewat di satu sasaran. "Kalau mau aman, kita harus menjejerkan kapal patroli sepanjang selat itu siang-malam," tambah petugas tadi. Armada patroli Indonesia untuk kawasan itu adalah Daeral 11 punya beberapa kapal terutama jenis T-16 bikinan Australia yang berpangkalan di Tanjungpinang, Polri punya Satpol Air di Tanjung Batu, Pulau Kundur, sementara armada patroli Bea Cukai berpangkalan di Meral, Tanjung Balai Karimun. Bahkan sejak 1977 sudah dibentuk Satgas KamIa yang terdiri dari beberapa instansi. Perompakan di perairan sekitar Riau memang bukan cerita baru. Perompak-perompak yang terkenal dengan sebutan lanun itu pernah mengganas pada abad ke-13 sampai awal abad ke-20. Waktu itu selain menyerang kapal-kapal layar, mereka juga menggarong kampung-kampung yang terpencil di kawasan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus