MATAHARI sudah tenggelam ketika sebuah perahu motor meluncur
cepat di Selat Phillips. Jalur sempit di Selat Singapura
itu--yang memisahkan Singapura dengan Pulau Pemping (Indonesia)
-- cukup gelap. Dengan tenang speed boat tadi merapat ke lambung
kapal Tonne Konhan Maru yang membuang sauh 16 km dari Singapura,
menunggu giliran masuk ke pelabuhan internasional itu.
Mesin kapal motor itu segera dimatikan. Dengan tangkas seorang
lelaki melemparkan cangkuk (pengait dari besi yang diikatkan
pada tangga tali) ke geladak kapal angkut Jepang tadi. Kemudian
lima lelaki bersenjata pedang memanjat tangga tali itu. Secepat
kilat mereka dapat menguasai kapal itu, bahkan menyandera
nakodanya.
Dalam waktu kurang dari 5 menit sekawanan perompak itu merampas
sejumlah barang seharga US$ 500 dan menyikat sejumlah uang Yen.
Secepat mereka muncul secepat itu pula mereka menghilang bersama
enam kawan mereka yang menunggu di kapal motor. Menurut beberapa
awak, kawanan perompak yang berkulit sawo matang dan berdialek
Melayu itu melarikan diri ke arah Pulau Batam.
Perompakan di perairan internasional pada Jumat petang 25
September itu tampaknya berkaitan dengan beberapa perompakan
sebelumnya. Pertengahan Agustus, perompakan dialami dua kapal
milik Pelni: KM Inabukwa dan KM Sinopa di dekat Pulau Jakong.
Menurut kalangan perusahaan pelayaran di Singapura, perompakan
itu terjadi di perairan Indonesia. Awal Agustus, kapal Diana
yang tak jelas benderanya dan Hakata Maru juga menjadi
korban--terjadi di perairan Singapura tak jauh dari tempat
perompakan-perompakan sebelumnya.
Sejak awal tahun ini sudah sekitar 24 kapal yang digerayangi
perompak termasuk di antaranya kapal-kapal Mammoth Monarch dan
Corsicana. Caranya sangat sederhana dan kuno: kapal yang sedang
membuang sauh dirapati, awaknya diancam dan barang-barang
berharga dibawa kabur di kegelapan laut di waktu malam. Yang
dirampas umumnya barang-barang kecil seperti radio, kamera,
arloji dan perhiasan yang dipakai awak kapal.
Karang
Perairan Selat Singapura selebar 5 mil laut itu, akhir-akhir ini
tampaknya menjadi sasaran empuk para perompak -terutama Selat
Phillips. Jalur itu sempit dan karena ramai oleh lalu-lintas
kapal, menjadi sangat rawan. Karena itu kapalkapal yang masuk
dari Selat Malaka, arah barat daya, harus berjalan pelan dan
hati-hati. Terutama setelah mel wati mercusuar Raffles.
Sebab di sana juga menghadang buffalo rocks, karang keras yang
amat berbahaya. Tanker raksasa Showa Maru yang beberapa tahun
lalu terkubur di sana, tenggelam karena menabrak karang
tersebut. Para perompak nampaknya memanfaatkan keadaan itu.
Sementara kapal berjalan pelan atau parkir menunggu giliran
masuk ke Pelabuhan Singapura, perompakan pun dilancarkan, baik
ketika sasaran sedang berada di perairan Singapura, perairan
internasional ataupun perairan Indonesia.
Asisten Intelpam Kodak IV Riau, Letkol (Pol) Kusparmono Irsan,
mulamula ragu mendengar laporan paompakan itu. Karena itu ia
minta agar pihak kepolisian di Jambi memeriksa dua kapal Pelni
yang dirompak itu. Karena kedua kapal itu memang berpangkalan di
Jambi. Tapi kesangsian Kusparmono segera lenyap ketika 27
September pihak Daeral 11 menangkap lima orang yang diduga
pelaku perompakanperompakan tersebut.
Operasi khusus yang dimulai pada pukul 01.00 dinihari akhir
September itu bergerak ke Pulau Lengkanak dekat Pulau Belakang
Padang, Kecamatan Batam. Di pulau yang berhadapan dengan Selat
Singapura dan terkenal sebagai lokasi pelacuran itulah tiga
orang tersangka disergap. Menjelang subuh, operasi beralih ke
Tanjung Riau, sebuah perkampungan di Pulau Batam. Dengan bantuan
penduduk, dua tersangka lainnya ditangkap pula. Kabarnya masih
10 tersangka lainnya yang buron.
Dari mereka antara lain disita sebuah teropong laut, senjata
tajam dan sejumlah mata uang asing. Dalam pemeriksaan sementara,
para tersangka mengaku melakukan perompakan-perompakan tersebut.
Bahkan menurut Dan Res Kepulauan Riau, Letkol (Pol) Drs. Kamas
Djohar, di antara mereka ada yang pernah merampok di daratan
Singapura. "Tapi hal itu masih perlu dicek lagi," ujar Kamas
Djohar.
Mengapa mereka luput dari mata para petugas patroli laut? "Sebab
daerah operasi mereka sulit diawasi," kata seorang petugas di
Tanjungpinang. Di perairan itu memang bertaburan pulaupulau
kecil, hingga sulit ditembus armada patroli besar. Selain itu
para perompak nampaknya sudah haal betul saatsaat kapal patroli
lewat di satu sasaran. "Kalau mau aman, kita harus menjejerkan
kapal patroli sepanjang selat itu siang-malam," tambah petugas
tadi.
Armada patroli Indonesia untuk kawasan itu adalah Daeral 11
punya beberapa kapal terutama jenis T-16 bikinan Australia yang
berpangkalan di Tanjungpinang, Polri punya Satpol Air di Tanjung
Batu, Pulau Kundur, sementara armada patroli Bea Cukai
berpangkalan di Meral, Tanjung Balai Karimun. Bahkan sejak 1977
sudah dibentuk Satgas KamIa yang terdiri dari beberapa instansi.
Perompakan di perairan sekitar Riau memang bukan cerita baru.
Perompak-perompak yang terkenal dengan sebutan lanun itu pernah
mengganas pada abad ke-13 sampai awal abad ke-20. Waktu itu
selain menyerang kapal-kapal layar, mereka juga menggarong
kampung-kampung yang terpencil di kawasan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini