Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERETASAN akun media sosial dan aplikasi WhatsApp kembali menimpa sejumlah aktivis dan mahasiswa. Kasus peretasan aktivis ini menimpa ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, dan aktivis buruh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya tidak bisa mengakses akun WhatsApp dan Instagram sekitar pukul 22.00, Rabu, 20 April lalu,” ujarnya sehari setelah peretasan itu terjadi. Bivitri kemudian mengetahui di akun Instagram-nya terdapat sejumlah tautan infografis yang isinya bertentangan dengan pandangannya. Misalnya, ia mempertanyakan demonstrasi yang digelar mahasiswa.
Bivitri selama ini kerap mengkritik sejumlah kegiatan pemerintah. Ia juga gencar menolak rencana penundaan pemilihan umum dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Serangan digital juga dialami 12 orang dari Aliansi Mahasiswa Indonesia, termasuk para pelajar yang tergabung dalam Blok Politik Pelajar. Peretasan berlangsung sejak Ahad, 17 April lalu, ketika mereka giat berunjuk rasa mengkritik gagasan perpanjangan masa jabatan Jokowi.
Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Niha Nihaya menduga peretasan itu berkaitan dengan aksi mahasiswa. Apalagi peretasan itu terjadi beberapa hari menjelang demonstrasi. “Kami menyayangkan masih ada upaya-upaya represif seperti ini,” ucap Niha.
Peretasan terhadap aktivis marak saat berlangsung unjuk rasa besar menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network Damar Juniarto menyatakan belum ada kasus kejahatan digital terhadap aktivis yang terungkap. “Diadukan ke penegak hukum, tapi enggak ada yang diproses,” kata Damar.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menyarankan para korban peretasan melapor ke polisi. Dia mengklaim polisi akan bertindak ketika ada aduan. "Saya setuju ini terkait dengan hak asasi manusia yang dilanggar, cuma harus dilaporkan dulu biar penyidiknya paham bagaimana teknisnya," tuturnya.
Dedi membantah tudingan kasus peretasan aktivis selalu mandek di tangan polisi. Dia mengklaim memiliki data pengungkapan kasus peretasan sepanjang 2020 dan 2021. Namun data tersebut dipegang Badan Reserse Kriminal Polri.
Korting Vonis Penjara Polisi Penganiaya Pewarta
Brigadir Polisi Kepala Purwanto (tengah) dan Brigadir Polisi Muhammad Firman Subkhi (kanan) di Pengadilan Negeri Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Januari 2022. ANTARA/Rizal Hanafi
PENGADILAN Tinggi Jawa Timur meringankan hukuman dua polisi yang menjadi pelaku kekerasan terhadap wartawan Tempo, Nurhadi. Hukuman Brigadir Kepala Purwanto dan Brigadir Firman Subhki dikurangi dari sepuluh bulan menjadi delapan bulan bui.
“Kami sangat menyayangkan putusan ini,” ujar kuasa hukum Nurhadi, Fatkul Khoir, Senin, 18 April lalu. Nurhadi pun mengaku kecewa atas putusan tersebut. Dalam putusan, hakim juga mewajibkan Purwanto dan Firman membayar restitusi sebesar Rp 13,8 juta kepada Nurhadi dan Rp 21,6 juta kepada Mochamad Fachmi, saksi yang juga disiksa.
Purwanto dan Firman adalah dua polisi yang menyekap dan menganiaya Nurhadi ketika ia menjalankan tugas jurnalistik. Nurhadi saat itu tengah meminta konfirmasi dari bekas Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji, yang terlibat kasus suap pajak.
Lili Pintauli Tak Dijatuhi Sanksi
Lili Pintauli Siregar. TEMPO/Imam Sukamto
DEWAN Pengawas KPK menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berbohong dalam konferensi pers mengenai keterlibatannya dalam kasus rasuah di Tanjungbalai, Sumatera Utara, pada 30 April 2021. “Saudari Lili terbukti melakukan kebohongan,” demikian dikutip dari surat putusan Dewan Pengawas KPK, Rabu, 20 April lalu.
Namun kasus itu tak dilanjutkan ke persidangan etik ataupun pemberian sanksi kepada Lili. Alasannya, sanksi sudah dijatuhkan dalam putusan sidang etik sebelumnya, yaitu pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Dewan Pengawas menyatakan Lili terbukti berkomunikasi dengan tersangka dalam kasus Tanjungbalai. Namun, dalam jumpa pers, Lili menyangkal adanya komunikasi itu.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai putusan Dewan Pengawas janggal. “Dewan Pengawas hanya bekerja sebagai benteng pengaman pimpinan KPK,” katanya.
Jalan Terus Aturan Kekerasan Seksual di Kampus
PERATURAN Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi tetap berlaku. Mahkamah Agung menolak permohonan pencabutan aturan tersebut yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau, Sumatera Barat, Senin, 18 April lalu.
“Kami bersyukur MA menolak permohonan hak uji materiil ini,” ucap Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Chatarina Muliana Girsang, Selasa, 19 April lalu. Chatarina mengatakan peraturan itu hadir sebagai solusi atas berbagai kasus kekerasan seksual di kampus.
Vonis Rp 126 Miliar Kasus Korupsi Bakamla
Terdakwa korporasi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan monitoring satelit dan drone di Badan Keamanan Laut (Bakamla), PT Merial Esa, yang diwakili Direktur Utama Fahmi Darmawansyah mengikuti sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 19 April 2022. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
MAJELIS hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis PT Merial Esa membayar uang pengganti Rp 126,1 miliar dan denda pokok Rp 200 juta kepada negara. Hukuman itu dijatuhkan dalam kasus suap proyek pengadaan satelit pemantau dan wahana nirawak Badan Keamanan Laut (Bakamla) pada tahun anggaran 2016.
“PT Merial terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” tutur ketua majelis hakim Surachmat, Selasa, 19 April lalu.
Pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri, mengatakan lembaganya masih berpikir untuk mengajukan permohonan banding dalam kasus suap di Bakamla. Sebab, vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu pidana pokok Rp 275 juta dan uang pengganti Rp 133 miliar. “Tim Jaksa memanfaatkan waktu tujuh hari untuk menentukan langkah hukum selanjutnya,” kata Ali.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo