Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Perlu Aturan Interaksi Medis Pasien Difabel karena Lebih Berisiko

Hampir 99 persen dokter dan paramedis yang menangani pasien difabel tidak mengetahui adanya resiko tambahan yang mungkin timbul saat diagnosa fisik.

13 Februari 2019 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi rumah sakit. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kesepakatan interaksi medis antara pasien difabel dan dokter dan tenaga medis mulai diatur di India. Kesepakatan itu dibuat lantaran banyaknya kasus pengabaian kondisi disabilitas seseorang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hampir 99 persen dokter dan paramedis yang menangani pasien dengan disabilitas tidak mengetahui adanya resiko tambahan yang mungkin timbul saat diagnosa fisik," ujar Prajith Jaipal, pengguna kursi roda yang juga inisiator diskusi kelompok terpadu interaksi medis sadar disabilitas seperti dikutip dari laman Newszook, Selasa 12 Februari 2019.

Diskusi kelompok terpadu interaksi medis sadar disabilitas ini dipelopori oleh India dan Amerika melalui dua lembaga, yakni University of Chicago dan the University College of Medical Sciences New Delhi. Kedua lembaga tersebut membahas secara teknis apa saja yang harus diketahui dan dilakukan paramedis saat melayani pasien disabilitas.

Kesepakatan ini tertuang dalam pertemuan the Medical Humanities Group. "Setiap orang, baik penyandang disabilitas maupun non-disabilitas memiliki hak asasi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dan tanpa diskriminasi," kata Abba Kitarpal, konselor medis untuk penyandang disabilitas dari New Delhi, India.

Sebelumnya, beberapa penyandang disabilitas mengaku mengalami pengabaian dan interaksi yang kurang baik dari tim paramedis. Kasus yang sering terjadi, ketika penyandang disabilitas dilarang mendampingi pasien non-disabilitas berobat ke rumah sakit.

Prajith Jaipal menceritakan saat dia mengantarkan ibunya ke rumah sakit. "Tanpa bertanya, petugas medis langsung memeriksa saya. Padahal yang sakit adalah ibu saya yang mengalami radang sendi, saya mendampingi saja," ucap dia.

Dalam kesepakatan ini, pihak universitas menyediakan pelatihan komunikasi dan interaksi petugas medis dengan pasien disabilitas. Menurut Kitarpal, tata cara berkomunikasi paramedis dan dokter merupakan salah satu hal yang luput disertakan dalam silabus kurikulum di Fakultas Kedokteran.

Lantaran tidak masuk dalam kurikulum kedokteran, The Medical Humanities Group mengajukan kepada Medical Council India untuk menyertakan interaksi dan komunikasi pada pasien sebagai bagian dari silabus kuliah kedokteran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus