UNDIAN Porkas akan dievaluasi kembali. Tidak seperti evaluasi pertama yang dilakukan setelah permainan itu berumur setahun, penilaian kedua ini dilakukan beberapa bulan lebih cepat. Kini, tim antardepartemen tengah berkeliling di 15 provinsi untuk meneliti Porkas. "Tim ini dibentuk untuk menanggapi berbagai saran dan pandangan masyarakat yang menyangkut peredaran Porkas selama ini," kata Menteri Sosial Nyonya Nani Soedarsono, sehabis menghadap Presiden di Bina Graha, Selasa pekan lalu. Dalam kesempatan itu, Presiden Soeharto menyatakan bahwa izin Porkas akan ditinjau kembali, bila berdasarkan hasil penelitian ternyata banyak merugikan masyarakat. Penegasan yang serupa juga diutarakan Pangab/Pangkopkamtib Jenderal L.B. Moerdani. Ia membantah bahwa Pemerintah tidak cepat tanggap menghadapi pendapat masyarakat tentang Porkas. Menjawab pertanyaan anggota komisi I DPR Kamis pekan lalu, Jenderal Benny secara tegas membantah isu bahwa ada "bapak-bapak" yang melindungi Porkas. "Di negara ini tidak ada bapak-bapak yang melindungi kegiatan yang tidak terpuji," ujarnya. Menurut Mensos Nani, dalam penelitiannya, tim akan terjun ke desa-desa untuk melihat: betulkah Porkas sudah masuk desa. Kepada Presiden, Mensos melaporkan bahwa penjualan Porkas tak sampai ke desa. Yang terjadi, menurut Menteri, karena peminatnya luas, kadang kala peminat yang ada di desa menitipkan uangnya kepada seseorang untuk membelikan kupon undian itu di loket yang diizinkan. Loket Porkas hanya diizinkan sampai ibu kota kabupaten. Nani keberatan jika kasus di satu tempat dijadikan kasus nasional. Selain berdampak negatif, memang ada juga manfaat Porkas. Dengan Rp 400 juta dari Porkas, menurut Dirjen Binbansos, Yusuf Talib, enam Diklat sepak bola yang terancam tutup karena menciutnya anggaran Departemen Pendidikan & Kebudayaan dapat diselamatkan. Selain itu, seandainya tak ada Porkas, menurut Yusuf Talib, "Bisa jadi pelaksanaan SEA Games mengalami banyak kesulitan." Untuk SEA Games biaya yang diperlukan Rp 11 milyar. "Jadi, Jangan dilihat ekses negatifnya saja," katanya kepada wartawan TEMPO I Nengah Wedja di Denpasar. Tahun lalu, dana yang diperoleh dari Porkas Rp 13,9 milyar. Tahun ini diproyeksikan Rp 15,5 milyar. Ada rencana semula untuk menggunakan 40% saja dari dana yang diperoleh, sisanya didepositokan sebagai "Dana Abadi". Bunga depositonya akan dipakai untuk dana pembinaan olah raga. "Dengan demikian, induk dana itu tetap utuh," kata Yusuf. Tapi, nyatanya, biaya yang dibutuhkan termasuk seluruh dana SEA Games -- besar sekali. Guna membina 46 cabang olah raga, idealnya, menurut Dirjen itu, Rp 1 milyar tiap cabang. Sampai sekarang yang bisa disantuni baru 26 cabang. "Hitung saja berapa dana yang diperlukan," ujarnya. Tidakkah itu uang judi? "Yang jelas, beredarnya Porkas tak menyalahi undangundang yang berlaku. Yang satu mengatakan haram, yang lain mengatakan tidak, 'kan persoalannya jadi lain." kata Dirjen. MUI memang belum mengeluarkan fatwa tentang undian sepak bola itu, kecuali beberapa MU daerah seperti Aceh dan Surakarta. "Aceh 'kan memang daerah istimewa," ujar Hasan Basri, Ketua MUI, yang menganggap sikap MU Aceh itu wajar-wajar saja. Hasan Basri membantah bahwa mereka plintat-plintut menghadapi Porkas, karena mereka sudah pernah meminta pada Pemerintah untuk mengevaluasi Porkas. Katanya, "Mereka, dong, yang berhak mengevaluasi. Kami ini 'kan hanya swasta." Seminggu sebelum Mensos mengungkapkan keputusan Pemerintah untuk mengevaluasi Porkas, DPRD Riau secara aklamasi meminta kepada Pemerintah agar penjualan Porkas di daerah itu dihentikan. Usul itu datang dari FKP dan disetujui oleh fraksi lainnya. "Kami akan menampung usulan Dewan. Secepatnya, bahannya akan kami kumpulkan dan kemudian dilaporkan kepada Mendagri," jawab Gubernur Imam Munandar menyambut permintaan DPRD itu. Itu berarti, bertambah saja daerah yang tak seuju Porkas. Sebelumnya, DPRD Ja-Tim dan Sum-Bar (sekaligus didukung gubernurnya, Azwar Anas) sudah mengambil sikap serupa, sekalipun di daerah itu Porkas tetap beredar. Anehnya, meski Porkas begitu meluas, berbagai bentuk perjudian lain jalan terus. Gubernur Sum-Ut, Kaharuddin Nasution 10 Juli yang lalu terpaksa menutup perjudian besar-besaran di sebuah pasar malam di Binjai 22 km dari Medan. Di situ ada bangunan darurat beratap nipah, dinding gedek, mirip bangsal untuk menjemur tembakau, di perkebunan tembakau Deli. Bangunan yang dijuluki orang "gudang asap" itu menyediakan 100 meja judi, dengan taruhan Rp 1.000 sampai Rp 50.000. Cara bermain ialah dengan melempar gelang dari besi ke sasaran. Yang tepat dibayar tujuh kali gelang kesasar, uang ditarik bandar. Sebelum ditutup Gubernur, permainan yang jelas-jelas mempertaruhkan uang dan di depan umum itu sempat berjalan aman empat hari. Bekas Ketua DPRD Ja-Tim, Blegoh Soemarto -- tokoh pertama yang terang-terangan menentang Porkas -- mengusulkan dibukanya kasino, judi terang-terangan dengan publik terbatas, sebagai alternatif pengganti. Dibandingkan dengan Porkas dan judi gudang asap itu -- yang melibat lapisan khalayak banyak -- usul Blegoh tak lebih jelek. Tapi, kepada wartawan yang melemparkan usul itu, Mensos Nani Soedarsono menjawab, "Jangan bicara begitu, berarti Saudara setuju judi." Menilik berbagai pernyataan itu, tampaknya makin kuat pertanda, Porkas akan disetop dalam tahun ini juga. Pemerintah agaknya cukup tanggap terhadap berbagai kecaman pada dampak negatif Porkas. Di saat berbaliknya angin ini, ada lagi berita baik: sidang Dewan Pers di Bali, minggu lalu, melarang media massa memuat kode buntut, di antara 14 keputusannya. Dampak negatif Porkas memang harus disikat di mana saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini