Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pertimbangan OCCRP Memasukkan Nama Jokowi Finalis Presiden Terkorup 2024

Jokowi dinominasikan sebagai tokoh terkorup 2024 oleh OCCRP. Apa saja pertimbangan OCCRP memasukkan Jokowi ke dalam daftar tersebut?

5 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden ke-7 RI Joko Widodo di Jakarta, April 2024. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tujuan penghargaan OCCRP adalah untuk memberi pengakuan terhadap kejahatan terorganisasi dan korupsi.

  • Ada sederet alasan OCCRP memilih tokoh masuk nominasi tokoh kejahatan terorganisasi dan terkorup di dunia.

  • Peneliti ICW mendapat doxing setelah mengulas penghargaan OCCRP tentang Jokowi.

Seorang peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tiba-tiba mendapat serangan doxing, Jumat, 3 Januari 2025. Penyebaran data pribadi tersebut terjadi setelah ICW membeberkan sederet indikasi yang menguatkan kesimpulan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP)—organisasi wartawan investigasi global— tentang presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo, yang masuk nominasi tokoh kejahatan terorganisasi dan terkorup 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyebaran data pribadi peneliti ICW tersebut disebar di media sosial oleh akun Instagram @volt_anonym. Akun media sosial X, @MurtadhaOne1, mengunggah ulang data peneliti ICW yang dibeberkan oleh akun @volt_anonym tersebut. Di situ disebutkan nama peneliti ICW, nomor telepon, nomor Kartu Tanda Penduduk, alamat tinggal, spesifikasi device telepon yang digunakan, serta titik koordinat lokasi terakhir dalam bentuk tautan Google Maps. Namun Tempo tak mendapati lagi keberadaan akun @volt_anonym di Instagram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami menduga kuat doxing ini ada kaitannya dengan statement yang disampaikan peneliti ICW di beberapa media,” kata Koordinator Kampanye Publik ICW Tibiko Zabar Pradano, Sabtu, 4 Januari 2025.

Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan doxing terhadap peneliti ICW tersebut melanggar Pasal 65 dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Agus menjelaskan, di samping membahayakan keselamatan korban, penyebaran data pribadi tersebut patut dilihat sebagai bagian dari upaya pembungkaman dan pembatasan suara kritis publik.

Doxing dengan pola ini patut dicurigai melibatkan pihak yang memiliki akses atau bertanggung jawab untuk melindungi data pribadi warga. ICW khawatir doxing atau serangan digital akibat penominasian Jokowi di OCCRP tidak hanya dialami ICW, tapi juga kelompok yang bersuara kritis,” kata Agus lewat keterangan tertulis, Jumat, 3 Januari 2025.

Dua hari sebelum doxing tersebut, ICW berbicara ke awak media untuk menanggapi rilis OCCRP tentang nominasi tokoh yang dianggap memiliki dampak besar dalam memperburuk kejahatan terorganisasi dan korupsi atau Person of the Year in Organized Crime and Corruption di pengujung 2024. Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, masuk nominasi.

OCCRP memberikan “penghargaan” ini setiap tahun kepada tokoh-tokoh yang dianggap memiliki dampak besar dalam memperburuk kejahatan terorganisasi dan korupsi. Rilis daftar nama tersebut bertujuan untuk menyoroti individu yang dinilai berkontribusi besar dalam memperburuk kejahatan terorganisasi dan korupsi di dunia.

Lembaga global tersebut merilis lima nama yang masuk nominasi, yaitu Jokowi; Presiden Kenya William Ruto; Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina; dan pengusaha India, Gautam Adani. Sedangkan Presiden Suriah yang digulingkan, Bashar al-Assad, menjadi pemenang Person of the Year 2024 tersebut.

Tampilan finalis "Person of the Year" di situs resmi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).

Pendiri OCCRP, Drew Sullivan, mengatakan penetapan nominasi tokoh tersebut merupakan usul dari masyarakat di seluruh dunia. Ia mengatakan OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang dicalonkan karena didasarkan pada saran-saran yang datang dari orang-orang di seluruh dunia.

Ia mengatakan pemberian penghargaan tersebut telah berjalan selama 13 tahun. Penentuan nomine dan pemenang diputuskan oleh panel ahli yang terdiri atas masyarakat sipil, akademikus, dan jurnalis. Mereka memiliki pengalaman yang luas dalam menyelidiki korupsi dan kejahatan. Sullivan mengatakan OCCRP menerima lebih dari 55 ribu pengajuan, termasuk beberapa tokoh politik paling terkenal serta individu-individu yang kurang dikenal.

Sullivan menjelaskan, OCCRP memang tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam perbuatan korupsi untuk keuntungan pribadi selama menjabat presiden pada 2014-2024. Namun berbagai kelompok masyarakat sipil dan para ahli mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia.

Ia mengatakan Jokowi juga banyak dikritik karena melemahkan institusi pemilu dan kehakiman di Indonesia demi kepentingan politik putranya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat Wakil Presiden periode 2024-2029.

“Para juri menghargai nominasi dari warga, tapi dalam beberapa kasus, tidak ada bukti langsung mengenai korupsi yang signifikan atau pola penyalahgunaan yang sudah lama terjadi,” kata Sullivan dalam pernyataan yang dirilis di situs OCCRP pada 2 Januari lalu. “Namun jelas ada persepsi kuat di kalangan warga tentang adanya korupsi, dan ini harus menjadi peringatan bagi mereka yang dicalonkan bahwa masyarakat sedang mengawasi dan mereka peduli. Kami juga akan terus mengawasi.”

Menurut Sullivan, Person of the Year in Organized Crime and Corruption tahun ini diberikan kepada Bashar al-Assad. Ia mengatakan alasan juri memilih Assad adalah Presiden Suriah yang digulingkan itu berperan dalam mendestabilisasi Suriah dan wilayah sekitarnya melalui jaringan kriminal yang terbuka; pelanggaran hak asasi manusia yang signifikan, termasuk pembunuhan massal; dan korupsi.

“Proses pemilihan akhir OCCRP didasarkan pada riset investigatif dan keahlian kolektif dari jaringan kami. Penghargaan ini menyoroti sistem dan aktor yang memungkinkan korupsi dan kejahatan terorganisasi, tapi juga berfungsi sebagai pengingat akan perlunya terus mengungkap ketidakadilan,” kata Sullivan.

Ia memberi catatan bahwa penghargaan tersebut memang terkadang disalahgunakan oleh individu yang ingin memperjuangkan agenda atau ideologi politik mereka. Padahal tujuan dari penghargaan tersebut adalah memberikan pengakuan terhadap kejahatan terorganisasi dan korupsi.

“Kami akan terus menyempurnakan proses nominasi dan pemilihan, memastikan transparansi dan inklusivitas. Selain itu, pelaporan kami akan tetap berfokus pada dampak dari para nomine dan pihak lain yang mempertahankan kejahatan dan korupsi, dengan menyoroti peran mereka dalam merusak demokrasi dan masyarakat di seluruh dunia,” kata Sullivan.

Presiden ke-7 RI Joko Widodo bersama istri berpamitan saat akan memasuki pesawat Boeing 737 milik Angkatan Udara untuk pulang ke Solo, di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, 20 Oktober 2024. ANTARA/Muhammad Adimaja

Jokowi membantah penilaian OCCRP tersebut. Mantan Wali Kota Solo ini meminta pihak-pihak yang menuduhnya membuktikan apa yang telah dikorupsinya. "Ya, terkorup itu, terkorup apa? Yang dikorupsi apa? Ya, dibuktikan saja," kata Jokowi kepada awak media di kediamannya, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa, 31 Desember 2024.

Jokowi mengatakan tuduhan tersebut merupakan fitnah yang tidak disertai dengan bukti konkret. Ia menyebut tuduhan tersebut bermuatan politik dan bisa saja dipengaruhi oleh berbagai pihak yang ingin menyerang dirinya.

Sekretaris Jenderal Projo—organisasi pendukung Jokowi dalam pemilihan presiden—Handoko menyebutkan tuduhan tersebut bertolak belakang dengan kinerja Jokowi selama ini. Ia mengklaim bahwa Jokowi justru proaktif dalam menindak kasus korupsi serta memberikan dampak positif bagi pembangunan.

“Silakan saja proses hukum jika memang ada data dan fakta. Jangan cuma omon-omon,” kata Handoko, Selasa pekan lalu.

Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Totok Dwi Diantoro mengatakan pemberantasan korupsi dalam satu dekade pemerintahan Jokowi memang makin buruk. KPK, yang menjadi cita-cita reformasi, mengalami pelemahan sangat sistematis di era pemerintahan Jokowi.

Pelemahan tersebut terlihat jelas dengan revisi kedua Undang-Undang KPK pada 2019. Hasil revisi tersebut menempatkan KPK sebagai lembaga dalam rumpun eksekutif. Pegawai KPK, termasuk penyelidik dan penyidik, dipaksa menjadi aparatur sipil negara. Hasil revisi itu membuat status KPK maupun penyidiknya tak lagi independen.

Hasil revisi tersebut yang menjadi jalan untuk menyingkirkan 57 penyelidik dan penyidik berintegritas di KPK lewat tes wawasan kebangsaan. Para penyidik itu di antaranya Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, dan Yudi Purnomo Harahap.

“Ada pelemahan yang sangat struktural dan sistematis terjadi, mengubah posisi KPK yang awalnya dari lembaga independen, kemudian berubah menjadi bagian dari rumpun kelembagaan eksekutif yang berada di bawah presiden,” kata Totok dalam acara seminar virtual Bulaksumur Legal Outlook 2025 yang bertajuk “Krisis Demokrasi, HAM, dan Pemberantasan Korupsi” pada Jumat, 3 Januari 2025.

Di samping pelemahan KPK, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) juga jeblok pada masa pemerintahan Jokowi. Transparency International mencatat IPK Indonesia merosot empat poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada 2022. Hasil ini juga membuat peringkat Indonesia turun dari posisi 96 menjadi 110 pada 2021 dan 2022. Di kawasan Asia Tenggara saja, Indonesia berada di bawah Singapura, Vietnam, dan Malaysia.

Riset IPK 2023 yang dilakukan oleh Transparency International mencatat bahwa Indonesia meraih skor 34. Angka ini sama dengan perolehan Indonesia pada tahun sebelumnya. Meski skornya tetap, peringkat Indonesia melorot ke urutan 115 dari 180 negara. Pada 2022, Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara.

Pada masa pemerintahan Jokowi, kebebasan pers Indonesia juga terpuruk. Menurut hasil riset terbaru Reporters Without Borders, Indonesia memperoleh skor 51,15 pada Indeks Kebebasan Pers Dunia 2024. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu, yang mencapai 54,83. Penurunan kebebasan pers terjadi pada hampir semua indeks, baik indikator politik, ekonomi, legislasi, maupun sosial.

Peringkat Indonesia pada Indeks Kebebasan Pers Sedunia 2024 turun tiga tingkat dibanding tahun sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 111 dari 180 negara pada 2024. Tahun sebelumnya, Indonesia berada di ranking 108 dari 180 negara.

Totok berpendapat, meski OCCRP tidak serta-merta menemukan kerugian negara yang dilakukan oleh Joko Widodo, perbuatan Jokowi itu memperlihatkan fenomena grand corruption. Totok mengatakan penegakan hukum pada rezim Jokowi justru tumpul ke orang dekatnya. Ia mencontohkan kasus Bahlil Lahadalia—saat ini menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral—dalam skandal penerbitan izin tambang. Lalu kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak mentah sawit yang menyeret nama Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian; dan kasus korupsi pembangunan menara base transceiver station di Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyeret nama Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.

Menurut Totok, Jokowi bisa saja diperiksa dalam perkara yang berhubungan dengan dugaan korupsi. Pengusutan tersebut bisa dimulai dari kasus-kasus yang kasatmata dan spesifik. Misalnya dugaan gratifikasi jet pribadi yang menjerat putra bungsu Jokowi sekaligus Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Kaesang Pangarep. Pengusutan ini bisa membuka tabir dugaan korupsi Jokowi.

“Itu jelas. Ada keterkaitan potensi gratifikasi, bahkan suap, karena ada hubungan famili yang tak bisa dinafikan,” ujar Totok.

Selama menjabat presiden, Jokowi juga dituding membangun politik dinasti. Mantan Gubernur Jakarta itu memuluskan jalan putra bungsunya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi Wali Kota Solo dalam pemilihan kepala daerah 2020 dan menjadi wakil presiden dalam pemilihan presiden 2024. Lalu Jokowi melapangkan jalan menantunya, Muhammad Bobby Afif Nasution, menjadi Wali Kota Medan pada 2020.

Koordinator Kampanye Publik ICW Tibiko Zabar Pradano mengatakan penegak hukum dapat menindaklanjuti “penghargaan” OCCRP kepada Jokowi tersebut. Penegak hukum bisa mengumpulkan bukti permulaan lebih dahulu. Sebab, berbicara korupsi, kata Tibiko, tidak "an sich" mengenai tindak pidananya saja. “Misalnya soal nepotisme dan lain-lain sebenarnya juga bagian dari perbuatan korupsi,” kata Tibiko.

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan lembaganya tidak bisa menindaklanjuti tuduhan terhadap Jokowi itu jika hanya bersifat narasi tanpa bukti yang jelas. KPK baru dapat menindaklanjutinya ketika persoalan itu memiliki bukti maupun dokumen pendukungnya. “Pada prinsipnya, kalau kami, segala sesuatunya harus ada bukti, dong,” kata Budi.

Putri Safira Pitaloka, Jihan Ristiyanti, Mutiya Yuantisya, Hammam Izzuddin, Annisa Febiola, Nandito Putra, dan Faisal Javier berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Paragraf pertama artikel ini tentang jumlah peniliti ICW yang mendapat doxing diubah pada pukul 13.32 WIB, Ahad, 5 Januari.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus