Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dari desa ke desa

Peredaran porkas kini menyusup jauh ke desa-desa. mulai dari "loket berjalan" atau pengecer yang menjajakan kupon porkas keluar-masuk kampung. banyak aparat daerah puyeng dengan serbuan porkas ini.

25 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPI kini tak lagi merajai desa hutan jati Tunggulrejo, 60 km dari Tuban, Jawa Timur. Penduduk desa itu, demikian laporan wartawan TEMro yang berkunjung ke sana, sekarang punya kegemaran baru: meramal kode Porkas. Ada ramalan naga hijau, horoskop, ataupun simfoni, yang tiap hari ramai diperdebatkan di warung kopi, kendati hari masih pagi. "Wah, ini huruf pertama pasti F," kata Warijo, 32 tahun, sembari menulis di kertas ramalan. Warijo tak perlu berangkat ke Tuban membeli Porkas. Ia juga tak bisa membeli di desanya karena memang tak ada kios Porkas di sana. Tapi pengecer Porkas, seperti Sunardi, 26 tahun, akan mengunjungi rumahnya menjajakan kupon itu "Peraturannya, sih, tidak boleh diedarkan di kota kecamatan apalagi desa. Tapi, saya 'kan hanya memenuhi permintaan konsumen," ujar Sunardi. Tiap minggu ia bisa menjual 100-125 lembar kupon di desa pertanian sawah tadah hujan yang minus ini. Walau minus, agaknya penduduk Tunggulrejo dan Singgahan, desa tetangganya, cukup kreatif. Mereka membuat arisan Porkas. Setiap minggu, 14 orang -- sesuai dengan jumlah huruf Porkas yang diundi mengumpulkan uang masing-masing Rp 1.000 sampai Rp 2.500. Tiap orang menjagokan satu huruf. Yang menang, ya, yang hurufnya teratas dalam undian Porkas. Di sana masih ada lagi permainan bola gelundung. Dicukongi bandar dari luar desa permainan ini diadakan tiap malam. Sebuah papan 60 X 60 cm dilubangi, dan tiap lubang diberi nomor 1 sampai 12. Diterangi lampu petromaks, peserta akan memasang nomor yang disukai dan sang bandar akan memantulkan bola karet. Tiap kali bola masuk salah satu lubang, penonton bersorak. Hadiahnya 10 kali lipat nilai taruhan. Memang semarak. Tapi, masya Allah, tempat yang dipilih adalah kuburan desa. Di Kelurahan Pekan Tanjung Morawa, Sum-ut, lain lagi ccritanya. Ada sembilan loket liar yang menjual Porkas. Belum lagi "loket berjalan" atau pengecer yang menjajakan keluar-masuk kampung. Disebut liar karena tempat ini bukanlah ibu kota kabupaten -- batas Porkas boleh beredar sesuai dengan SK Mensos. Lurah, camat, dan aparat lainnya sempat puyeng dcngan serbuan Porkas ini. Saking jengkelnya, kabarnya Camat Tanjung Morawa pernah menempeleng A Meng, seorang cukong Porkas di daerah itu. Rupanya, itu tak cukup ampuh membendung lajunya pembeli kupon Porkas. Tiap minggu, Tanjung Morawa menghabiskan 2.000-2.500 lembar kupon. Hanya sebagian kecil, memang, dari sekitar 1,1 juta lembar yang terjual tiap minggu di Sumatera Utara. Itu berarti, tiap minggu masyarakat Sumatera Utara membelanjakan sekitar Rp 330 juta untuk Porkas. Di desa nelayan Tanjung Tiram, 150 km arah selatan Medan, demam Porkas juga terasa. "Izin loket untuk Kabupaten Asahan sebenarnya hanya dua di Kisaran. Tapi, banyak loket gelap sampai ke desa-desa pantai," ujar Syarif Anwar, bekas anggota DPRD Tingkat II Asahan, dengan nada kesal. Bahkan, sebuah loket Porkas bersebelahan dengan Vihara Go Bu Gek Futeng, tempat ibadat orang Budha. Loket itu pernah digerebek AMPI Tanjung Tiram, dan diserahkan ke Polres Tanjung Tiram. Tapi, "Eh . . ., besoknya sudah buka lagi," tutur Koptu Sukardi, anggota Koramil Tanjung Tiram. Anehnya, di Desa Santebang, Kalimantan-Barat, yang masyarakat Islamnya giat menjalankan ibadat, Porkas justru subur. Alasannya, "Ini 'kan resmi dibuat pemerintah," ujar Markawi, 36 tahun. Ia sudah kalah lebih dari Rp 100 ribu. Kendati begitu, ia masih terus penasaran memasang Porkas. "Pokoknya, rencana membeli sapi tahun ini musnah," katanya tanpa nada menyesal. Di Mataram, Lombok, wartawan TEMPO juga melaporkan Porkas sudah sampai di desa-desa. Apakah tim peneliti Porkas yang dibentuk Menteri Sosial belum lama ini juga akan sama lincahnya dengan Porkas, menyelusup masuk ke pedesaan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus