Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pidato Kenegaraan Jokowi Dianggap Tak Konsisten, juga Tak Bahas Isu Krusial Negara

Selain tidak konsisten, kata Ubedilah, pidato Jokowi juga terlihat tidak merespons isu-isu penting yang sangat krusial seperti pemberantasan korupsi.

16 Agustus 2023 | 20.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik sekaligus pengajar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengkritik pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR di depan seluruh anggota parlemen Rabu pagi, 16 Agustus 2023. Menurut Ubedilah, pidato Jokowi tidak konsisten. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ubedilah mengatakan, ketidakkonsistenan itu terlihat dari bagian awal pidato yang dianggap seperti langsung curhat dan menjelaskan bahwa ia adalah seorang presiden, bukan lurah yang sering disebut-sebut para politikus. Dengan posisi sebagai presiden itu, Jokowi mengatakan bahwa capres-cawapres itu bukan urusan presiden, tetapi urusan ketua partai politik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ubedilan menilai pernyataan Jokowi itu tidak konsisten dengan pernyataan pada akhir bulan Mei lalu. “Pernyataan tersebut tidak konsisten dengan pernyataan Jokowi pada akhir bulan Mei lalu yang mengatakan soal capres-cawapres akan ikut cawe-cawe demi bangsa dan negara,” ujar Ubedilah dalam rilisnya, Rabu, 16 Agustus 2023.

Selain tidak konsisten, menurut Ubedilah, pidato kenegaraan Jokowi juga terlihat tidak merespons isu-isu penting yang sangat krusial. Misalnya soal pemberantasan korupsi. Pidato selama 27 menit itu sama sekali tidak ada kata pemberantasan korupsi, tetapi hanya menyebut pencegahan korupsi. "Padahal indeks korupsi Indonesia terpuruk anjlok hanya mendapat skor 34," ujarnya.

Selain dari hal–hal yang disebutkan di atas, kata Ubedilah, masih banyak lagi hal yang tidak konsisten dari pidato Jokowi. "Padahal isu–isu ini juga merupakan isu yang sangat krusial bagi negara," ucapnya. Misalnya saja soal demokrasi dan pemilu 2024, soal perkembangan atau nasib Ibu Kota Negara (IKN), soal hilangnya budi pekerti di Indonesia, dan usul MPR & DPD yang hanya dianggap parsial serta tidak penting. 

Mengenai usul MPR & DPD, ujar Ubedilah, padahal problem kenegaraan negeri ini sudah sangat sistemik sehingga tidak bisa hanya diatasi dengan amandemen yang parsial. Apalagi substansi usulannya seperti kembali ke masa lalu. Ini suatu kemunduran demokrasi," ucapnya.

I GUSTI AYU PUTU PUSPASARI 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus