Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyampaikan keputusan libur Ramadan sudah disepakati dan saat ini masih menunggu Surat Edaran (SE) bersama. Sebelumnya menjadi polemik karena muncul usulan libur sebulan sepanjang Ramadan bagi siswa sekolah dan madrasah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sudah kita bahas tadi malam lintas kementerian, tetapi nanti pengumumannya tunggu sampai ada SE bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Agama, serta Kementerian Dalam Negeri. Tunggu sampai surat edarannya keluar, mudah-mudahan dalam waktu singkat," kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti usai menghadiri Tanwir 1 Aisyiyah di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menegaskan sudah ada kesepakatan antar ketiga kementerian mengenai libur sekolah saat Ramadan dan saat ini publik hanya tinggal menunggu pengumuman resmi.
"Intinya sudah kami bicarakan dalam rapat koordinasi lintas kementerian dan sudah ada kesepakatan, isinya bagaimana, kita tunggu sampai pada waktunya kita umumkan," ujar Abdul Mu’ti, dikutip dari Antara.
Psikolog sekaligus kreator konten Amalia Riska menyebut dampak yang akan dialami anak ketika menghadapi pembelajaran dari rumah. Amalia menuturkan bahwa situasi belajar dapat berpengaruh pada motivasi belajar siswa.
Amalia menjelaskan, setting belajar di rumah berbeda dengan setting di sekolah. Kondisi di sekolah memang di-setting untuk belajar, sementara jika di rumah, siswa dapat mengerjakan tugas di mana saja. Situasi ini memungkinkan siswa untuk menunda atau tidak dalam kondisi siap untuk belajar karena satuasi yang lebih rileks.
"Misalnya ketika di sekolah itu memang setting-nya untuk belajar, kita dihadapkan dengan meja, dengan kursi, dengan kelas, ada guru di depan. Sementara kalau di rumah, kita bisa mengerjakan tugas di mana saja, bahkan di kasur," ucap Amalia melalui pesan suara WhatsApp kepada Tempo.co, Sabtu, 18 Januari 2025.
Amalia juga menyebut terkait keterampilan sosial siswa yang dapat terpengaruh ketika melakukan pembelajaran di rumah. Bagi siswa sekolah, kata dia, keterampilan sosial adalah hal yang penting meski keterampilan ini bisa jadi sudah dimiliki oleh setiap orang.
Namun, menurutnya interaksi sosial yang terbatas dapat menimbulkan banyak masalah. Misalnya terjadi miskomunikasi, menghadapi kesulitan belajar hingga menjadi lebih lambat dalam pengerjaan tugas.
Berkaca pada saat pandemi Covid-19, Amalia menyebut pembelajaran jarak jauh menimbulkan orang lebih banyak melakukan interaksi secara daring. Menurutnya hal ini justru lebih melelahkan karena membuat seseorang menjadi lebih banyak menatap layar gawai.
"Kadang karena orang merasa setingnya di rumah, akhirnya orang memilih untuk rapat secara online, komunikasi, apa-apa secara online. Kadang- kadang ini justru lebih melelahkan karena satu harus melihat gadget lebih lama," katanya.
Amalia juga mengatakan bahwa stres bisa muncul salah satunya ketika tidak terpenuhinya kebutuhan manusia. Bagi siswa SMP atau SMA yang sedang berada pada usia remaja, salah satu kebutuhannya ialah melakukan interaksi sosial atau membentuk kelompok pertemanan. Pembelajaran di rumah memungkinkan hal ini untuk lebih sulit dilakukan.
"Interaksi, aktivitas bermain, dan ngobrol bersama teman menjadi berkurang. Kemudian apalagi yang memicu stres, misalnya biasanya diskusi dengan teman terasa lancar, tapi ini jadi susah dilakukan di rumah," kata Amalia.
Selain itu, pembelajaran di rumah juga bisa memicu kecemasan bagi siswa. Kondisi cemas ini muncul ketika siswa menghadapi situasi yang tidak pasti.
"Apa yang tidak pasti ketika belajar di rumah adalah kita jadi tidak tahu apa yang dilakukan oleh teman kita, kondisi teman kita seperti apa, kadang-kadang ini membuat kita merasa cemas karena merasa paling bodoh sendiri," kata dia.
Mengenai libur panjang, Amalia menyebut sebenarnya liburan sendiri bisa menjadi bagian dari penyegaran diri. Hanya saja, katanya, bagi sebagian orang, setelah kembali dari libur panjang, diperlukan penyesuaian kembali ke aktivitas biasa, namun hal ini adalah hal yang normal dan dapat segera diatasi.
"Libur sendiri sebenarnya bisa refreshing, bisa melegakan, hanya saja pada sebagian orang, ketika sudah libur, terutama libur yang panjang, kita perlu menyesuaikan kembali ke aktivitas yang biasa, tapi ini hal yang normal dan bisa cepat diselesaikan," ujarnya.
Ia pun menyarankan orang tua untuk bisa mengoptimalisasi liburan anak-anak jika memang waktunya cukup panjang. Amalia merekomendasikan orang tua untuk memandu anaknya dalam mengisi liburan dengan berbagai aktivitas yang mungkin hanya bisa dilakukan saat libur panjang.
"Misalnya ambil kursus singkat, liburan ke luar kota yang cukup jauh, atau wisata, aktivitas olahraga yang cukup menantang," kata Amalia.
Pilihan Editor: Pro dan Kontra Penerapan Wacana Libur Rmadan bagi Siswa Sekolah dan Madrasah