Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kelimpungan Mencolok Hidung

Masyarakat di sejumlah daerah berjibaku mendapatkan pelayanan tes usap. Dampak penghematan tes yang diterapkan pemerintah.

2 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tenaga medis melakukan wawancara dan test swab kepada warga Gandekan, Surakarta,Okotober 2020. TEMPO/Bram Selo Agung Mardika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Sejumlah pasien tak menjalani uji usap atau swab test evaluasi.

  • Pemerintah meminta daerah menghemat anggaran, termasuk untuk swab test.

  • Di salah satu puskesmas, terjadi pembatasan swab test dan hasilnya keluar lama.

SEPUCUK surat dipegang Siti Lestari ketika pulang dari selter isolasi Covid-19 di Gedung Balai Pengembangan Sumber Daya Pertanian, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Ahad, 20 Desember 2020. Isinya menyatakan bahwa Siti dalam keadaan sehat tapi wajib menjalani isolasi mandiri di rumah hingga Kamis, 24 Desember. “Saya tidak ada keluhan sakit selama isolasi di rumah,” dia berujar saat dihubungi pada Rabu, 30 Desember 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siti menginap di selter isolasi Covid-19 selama lima hari sejak 15 Desember setelah dinyatakan positif terkena virus corona berdasarkan hasil swab test. Perempuan 32 tahun itu mengikuti tes usap di Pusat Kesehatan Masyarakat Bantul II pada 10 Desember 2020 karena berkontak dengan bibinya yang meninggal akibat terjangkit Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski dinyatakan sehat saat pulang, Siti tak yakin dia sudah bebas dari corona. Dalam surat keterangan pulang disebutkan bahwa pasien diizinkan kembali ke rumah jika telah menjalani tes usap evaluasi dan hasilnya negatif atau telah menyelesaikan masa isolasi. Namun dia tak pernah mengikuti swab test evaluasi menjelang kepulangannya dari lokasi karantina. Siti tak mengetahui persis alasan dia tak menjalani tes evaluasi ataupun dibolehkan pulang meski hanya menginap lima hari di selter isolasi.

Lain halnya dengan Rubiyem, tante Siti yang juga dinyatakan positif corona dan menghuni rumah sakit khusus Covid-19 di Bantul. Perempuan 55 tahun itu masuk ke tempat karantina pada pekan kedua Desember. Tinggal sepuluh hari di tempat itu, Rubiyem menjalani tes seka sebelum pulang dan hasilnya negatif. Namun dia tetap harus menjalani isolasi mandiri di rumah.

Rani, teman sekamar Siti di bangsal karantina khusus Covid-19, juga meninggalkan tempat isolasi tanpa tes evaluasi. Perempuan 35 tahun itu dinyatakan positif terjangkit corona pada 11 Desember 2020. Sempat melakukan isolasi mandiri selama dua hari, dia kemudian dibawa ke fasilitas isolasi darurat itu. Rani hanya empat hari tinggal di sana.

Rani sempat menanyakan kepada tim dokter tentang pelaksanaan tes usap rutin. Menurut dia, ketentuan swab test ulang dicantumkan dalam tata tertib yang ditempel di kamar isolasi. Peraturan itu menyebutkan tes usap ulang akan diadakan di area rumah sakit dan pasien wajib mematuhi jadwal yang ditentukan. “Seharusnya ada swab ulang, tapi sekarang ditiadakan,” katanya.

Rani menanyakan ketiadaan tes evaluasi kepada Anugrah Wiendyasari, dokter yang berdinas di rumah sakit tersebut. Kepada Rani, Anugrah menyebutkan Pemerintah Kabupaten Bantul mengikuti Pedoman dan Pencegahan Covid-19 revisi kelima yang diterbitkan Kementerian Kesehatan pada Juli 2020. Panduan itu antara lain mengatur pasien tanpa gejala dan gejala ringan dapat dinyatakan selesai menjalani isolasi tanpa menjalani swab test ulang.

Tak mau menulari orang lain, Rani akhirnya memilih menjalani tes mandiri di sebuah klinik swasta di kawasan Kotabaru, Yogyakarta, pada 26 Desember 2020. Dia harus merogoh kocek Rp 900 ribu untuk tes usap berbasis polymerase chain reaction (PCR), yang hasilnya keluar dalam tiga hari. “Ada teman-teman di tempat isolasi lalu yang tak mengambil tes mandiri karena berbagai alasan,” ujarnya.

Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Yogyakarta Irene menjelaskan, lembaganya mulai menyiapkan penghematan tes usap berbasis PCR. Menurut dia, kebijakan ini diterapkan karena jumlah tes setiap pekan di Yogyakarta sudah melampaui standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO, yaitu 5.600 dari target 4.000 tes per pekan. “Penyelidikan epidemiologi sekarang polanya targeted,” kata Irene.

Juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Daerah Istimewa Yogyakarta, Berty Murtiningsih, mengatakan daerahnya hanya mengikuti pedoman tes yang ditetapkan pemerintah. Pada Ahad, 13 Desember 2020, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta daerah menghemat anggaran penanganan Covid-19, termasuk untuk pengujian. Doni meminta pengujian disesuaikan dengan standar WHO, yaitu 1 orang per 1.000 penduduk tiap pekan. 

Pengurangan tes usap PCR juga terjadi di daerah lain. Di Tangerang Selatan, Banten, Ajeng Satiti Ayuningtyas harus pontang-panting mencari pelayanan tes tersebut. Awalnya Ajeng mengikuti tes cepat berbasis antigen bersama suami dan beberapa anggota keluarganya. Hasil pengujian pada 2 Desember itu menunjukkan Ajeng positif terjangkit corona dan suaminya negatif. “Saya memutuskan isolasi mandiri di rumah,” ucapnya.

Ajeng, yang mengalami gejala demam, batuk, dan pilek, kemudian menghubungi nomor hotline darurat Covid-19. Dia disarankan menjalani isolasi di sebuah rumah karantina dan segera berobat ke Puskesmas Pondok Benda, Pamulang, Banten. Alih-alih menjalani pengambilan sampel, Ajeng diberi tahu bahwa kuota tes usap sudah penuh. Perempuan 30 tahun itu mendapat informasi bahwa pengambilan sampel swab test hanya dua kali sepekan, yaitu Selasa dan Kamis. Petugas puskesmas menjadwalkan tes buat Ajeng pada Kamis, 10 Desember 2020.

Datang bersama lima anggota keluarganya pada hari yang ditentukan, Ajeng mendapat informasi bahwa hasil tes usap keluar dalam waktu lima hari. Selama masa itu, dia diminta tetap menjalani isolasi di rumah. Tiga hari seusai tes, Ajeng terserang diare parah. Mencoba berobat ke dua rumah sakit swasta dan satu puskesmas, Ajeng ditolak karena ia mengaku sedang menjalani isolasi.

Pada 15 Desember atau lima hari seusai tes usap, Ajeng tak juga mendapat pemberitahuan. Suaminya yang semula berstatus negatif berdasarkan tes cepat antigen justru mulai mengalami gejala sesak napas. Berobat ke Rumah Sakit Permata, Pamulang, mereka meminta tes PCR ulang dan foto roentgen pada 19 Desember. Dua hari kemudian, Ajeng menerima hasil tes colok hidung yang dilakukan di Puskesmas Pondok Benda. Selang sehari, hasil tes usap mandiri pun keluar. Kedua tes itu menunjukkan Ajeng dan suaminya positif corona. “Hasil laboratorium menunjukkan virus di tubuh saya masih ganas,” kata Ajeng.

Juru bicara Ikatan Dokter Indonesia, Halik Malik, mengatakan lembaganya mencatat masih ada beberapa fasilitas kesehatan di daerah yang belum melaksanakan tes secara berkala kepada masyarakat. Penyebabnya antara lain kebijakan untuk menargetkan tes terhadap kelompok rentan atau pada momentum yang berpotensi terjadi lonjakan jumlah kasus, seperti pemilihan kepala daerah dan libur panjang. Akibatnya, masyarakat harus mengorek dompet untuk menjalani tes seka secara mandiri. Halik menilai pengurangan tes itu bisa berdampak pada meluasnya sebaran virus. “Seharusnya penyebaran bisa diantisipasi jika tes usap diperbanyak,” ujarnya.

RAYMUNDUS RIKANG (JAKARTA), PRIBADI WICAKSONO, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai Redaktur Pelaksana Desk Wawancara dan Investigasi. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus