Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Napas Baru Pengembang Pulau G

Luhut Binsar Pandjaitan membuka peluang melanjutkan proyek reklamasi Pulau G. Potensi kerusakan lingkungan menjadi catatan penting.

15 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OPTIMISME soal kelanjutan proyek reklamasi Pulau G kembali menyeruak dalam rapat tim Komite Gabungan Reklamasi pada ­Jumat dua pekan lalu. Dalam rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang baru, Luhut Binsar Pan­djaitan, itu semua tim di dalam Komite Gabungan diminta melakukan paparan ulang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi, yang hadir dalam pertemuan itu, mengatakan terlalu prematur jika kesimpulan rapat dikaitkan dengan keputusan membatalkan rekomendasi penghentian permanen reklamasi Pulau G. "Baru paparan data. Pak Luhut minta dijelaskan fakta di lapangan seperti apa,” ujar Brahmantya, Rabu pekan lalu.

Seorang peserta rapat mengatakan Luhut sempat menyampaikan pentingnya melanjutkan komitmen investasi dalam reklamasi Pulau G. Alasannya, pemerintah tengah getol menggenjot investasi. Selain itu, dia meminta Komite Gabungan mencari solusi atas serangkaian masalah yang menghambat reklamasi Pulau G, baik dari aspek teknis, hukum, maupun lingkungan, bukan justru menghentikan proyek yang digadang-gadang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu.

Setelah menggantikan Rizal Ramli sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut akan meninjau penghentian proyek reklamasi Pulau G. Akhir Juni lalu, sebelum dicopot, Rizal Ramli mengumumkan penghentian pembuatan Pulau G secara permanen. Rizal mengklaim keputusan dibuat berdasarkan rekomendasi Komite Gabungan yang terdiri atas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Koordinator Kemaritiman.

Rizal membatalkan reklamasi lantaran Pulau G memberikan dampak lingkungan dan sosial di wilayah itu. Proyek ini bahkan dikategorikan sebagai pelanggaran berat karena berada di atas jaringan kabel listrik milik PT PLN. Keberadaan pipa gas milik PT Pertamina juga menjadi alasan mengapa reklamasi Pulau G dihentikan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi salah satu pihak yang paling ngotot agar reklamasi dihentikan. Alasannya, jika reklamasi dilanjutkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beserta pengembang, PT Muara Wisesa Samudra, belum dapat memberikan jalan keluar atas sejumlah potensi pencemaran lingkungan, seperti rusaknya biota laut, serta nasib nelayan di sekitar Pulau G. Jarak pulau ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang, yang tak lebih dari 300 meter, serta adanya pipa gas milik Pertamina menjadi hambatan yang tak kunjung terselesai­kan. "Catatan dari kami tetap. Tentu harus dicarikan solusi,” kata Brahmantya.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pemegang izin lingkungan dengan tegas menyatakan reklamasi untuk Pulau G hanya bisa dilakukan setelah pengembang merevisi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Meskipun akhirnya Kementerian Koordinator Kemaritiman merevisi keputusan sebelumnya, proyek tidak bisa berlanjut selama dokumen lingkungan belum mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup. "Rekomendasi boleh saja, menjadi input untuk pengambilan keputusan. Tapi di ujung akan dikeluarkan pemberi izin,” ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani.

Syarat yang harus dipenuhi pengembang antara lain pulau mesti dibangun terpisah. Jika tidak demikian, akan ada sedimentasi sehingga nelayan harus mengubah rutenya. Pipa gas milik Pertamina serta lokasi PLTU yang terlalu dekat juga menjadi catatan khusus bagi pengembang. "Kami minta pengembang mencari solusi dengan PLN dan Pertamina, yang lalu disertakan di dalam dokumen amdal yang direvisi,” kata Rasio. "Jika itu tidak dipenuhi, kami dapat mencabut izin pengembang di Pulau G.”

Luhut Pandjaitan masih bungkam tentang kelanjutan proyek reklamasi Pulau G. Dia mengaku masih membutuhkan waktu untuk melakukan kajian menyeluruh. "Lagi kami teliti, benar atau tidak isu yang beredar,” ujarnya.

Ananda Teresia, Diko Oktara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus