Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Kawasan perguruan tinggi di Jatinangor Kabupaten Sumedang berpotensi terdampak gempa dari pergerakan Sesar Cileunyi-Tanjungsari segmen barat. Menurut Kepala Kantor Pusat Keselamatan, Keamanan, dan Ketertiban Lingkungan Universitas Padjadjaran (Unpad) Teguh Husodo, kawasan kampus telah dilakukan studi mitigasi risiko bencana, termasuk bencana gempa yang dilakukan oleh tim Geologi dari Fakultas Teknik Geologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hasil kajian para peneliti Geologi Unpad memberikan data atau informasi bahwa kawasan Unpad relatif aman dari dampak gempa tektonik Sesar Lembang dan sesar lainnya,” kata Teguh, Senin, 8 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kajian studi itu tertuang dalam Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup Unpad pada 2015. Sebelumnya para peneliti Unpad sudah memberikan masukan ke dalam dokumen kelayakan pembangunan kampus di kawasan Jatinangor, Sumedang, yang berkaitan dengan struktur bawah dan struktur atas bangunan di lingkungan kampus.
“Mengacu kepada hasil kajian-kajian yang telah dilakukan, besarnya kekuatan gempa yang terjadi memliki peluang hingga 8 magnitudo,” ujar Teguh.
Jaminan keselamatan bagi sivitas akademika Unpad pada saat terjadi bencana, termasuk gempa, melalui mekanisme pelaksanaan keamanan dan keselamatan kerja yang diterapkan di lingkungan Unpad. Jumlah populasi warga kampus Unpad Jatinangor berkisar 20-25 ribu orang per hari.
Beberapa upaya mitigasi yang dilakukan, seperti kelayakan bangunan dari Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung dan izin Persetujuan Bangunan Gedung. Kemudian melakukan kajian dan sertifikasi layak operasi (SLO) dan sertifikasi layak fungsi (SLF) bangunan dan diaudit oleh dinas terkait, serta memiliki dokumen Keselamatan, Keamanan, dan Ketertiban Lingkungan.
Selain itu membuat fasilitas atau rambu evakuasi di setiap gedung ke lokasi aman, pelatihan berkala kepada manajer gedung atau fakultas, pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja atau safety induction dan secara berkala melakukan simulasi.
Mitigasi itu, menurut Teguh, tidak hanya untuk mengantisipasi bencana gempa namun juga potensi bencana lain seperti kebakaran, banjir dan kecelakaan kerja. “Pelaksanaan dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun secara bergantian pada gedung-gedung lebih dari dua lantai,” ujarnya.
Sementara di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) Jatinangor, lokasi titik kumpul jika terjadi bencana sudah ditetapkan. Latihan kondisi evakuasi bencana dilakukan minimal satu kali per tahun dan dipasang juga alat seismograf.
Lokasi kampus ITB Jatinangor memakai bekas gedung Universitas Winaya Mukti. “Kalau gedung baru yang dibangun ITB atau pihak ketiga lebih tahan gempa,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto, Senin.
Di hari kerja, saat jam puncak penghuni kampus itu bisa mencapai 5.000 orang per hari.
Sebelumnya diberitakan, gempa merusak di sekitar Kota Sumedang, Jawa Barat, sejak 31 Desember 2023 mencuatkan dugaan Sesar Cileunyi-Tanjungsari sebagai penyebabnya. Terbagi menjadi dua segmen, yaitu barat dan timur, pergerakan sesar di bagian barat itu juga berpotensi mengguncang daerah kampus dan pemukiman warga di Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
“Guncangannya pasti berdampak karena jaraknya relatif dekat dengan sesar,” kata Supartoyo, peneliti gempa dan periset Sesar Cileunyi-Tanjungsari dari Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi atau PVMBG Badan Geologi, Jumat, 5 Januari 2024.
Segmen barat dari hasil penelitiannya bersama tim yang dipublikasi di jurnal ilmiah Bulletin of Volcanology and Geological Hazard pada 2020 sepanjang 6,69 kilometer. Potensi gempanya secara maksimum hingga bermagnitudo 6,08.
Ujung sesar pada segmen barat mulai dari sekitar Gunung Bukit Jarian di daerah Cinanjung, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang hingga utara Gunung Kareumbi. “Kalau kekuatan gempa bermagnitudo 6 itu lumayan guncangan bisa sampai VII MMI,” ujar Supartoyo.
Intensitas gempa berskala VII MMI bisa membuat setiap orang berlarian ke luar rumah dan menimbulkan kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada bangunan yang konstruksinya kurang baik dapat terjadi retak-retak bahkan hancur, hingga cerobong asap pecah. Gempanya juga terasa oleh orang yang naik kendaraan.