Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETUA Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sepakat melawan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam UndangUndang tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. "Presidential threshold adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia," kata Prabowo setelah bertemu dengan Yudhoyono, Kamis pekan lalu.
Prabowo dan Yudhoyono untuk pertama kalinya bertemu dalam tiga tahun terakhir. Pertemuan berlangsung di pendapa kediaman Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Seusai pertemuan, Yudhoyono mengatakan Demokrat dan Gerindra bakal melakukan gerakan moral untuk memastikan penguasa tak menyalahgunakan kekuasaan.
Menurut undangundang terbaru, partai yang hendak mencalonkan pasangan calon presidenwakil presiden harus menguasai 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014. Wakil Ketua Umum Demokrat Sjarifuddin Hasan mengatakan pengurus kedua partai bakal mendorong uji materi undangundang tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Sewaktu pengambilan keputusan di paripurna DPR, Demokrat dan Gerindra memilih keluar (walkout) dari ruang sidang bersama Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional. Kecuali PAN, ketiga partai itu berada di luar pemerintahan Joko Widodo. Sedangkan partai yang setuju atas ketentuan presidential threshold semuanya merupakan pendukung Jokowi.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan tingginya syarat pencalonan bertujuan menguatkan sistem presidensial. "Ini untuk memastikan presiden terpilih mendapat dukungan penuh parlemen," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Adapun Jokowi menanggapi santai pertemuan Prabowo dengan Yudhoyono. "Pertemuan antarpartai, antartokoh, apa pun itu, baik," katanya. l
Menguntungkan Jokowi
DENGAN komposisi kursi Dewan Perwakilan Rakyat seperti saat ini, kemungkinan besar hanya akan ada dua calon presiden pada Pemilihan Umum 2019. Bila mencalonkan kembali, Joko Widodo menjadi pihak yang paling diuntungkan.
Pendukung Pemerintah
Partai | Kursi DPR | Hasil Pemilu 2014 |
1. PDI Perjuangan | 109 kursi (19,46 persen) | 18,95 persen |
2. Golkar | 91 kursi (16,25 persen) | 14,75 persen |
3. Partai Amanat Nasional | 49 kursi (8,75 persen) | 7,59 persen |
4. Partai Kebangkitan Bangsa | 47 kursi (8,39 persen) | 9,04 persen |
5. Partai Persatuan Pembangunan | 39 kursi (6,9 persen) | 6,53 persen |
6. Partai NasDem | 35 kursi (6,25 persen) | 6,72 persen |
7. Partai Hanura | 16 kursi (2,85 persen) | 5,26 persen |
Di Luar Pemerintah
Partai | Kursi DPR | Pemilu 2014 |
1. Gerindra 73 | kursi (13 persen) | 11,81 persen |
2. Partai Keadilan Sejahtera | 40 kursi (7,14 persen) | 6,79 persen |
3. Demokrat | 61 kursi (10,89 persen) | 10,19 persen |
Izin Pengadilan untuk Penyadapan Teroris
PANITIA Khusus Rancangan UndangUndang Tindak Pidana Terorisme Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah akhirnya menyepakati pasal 31 tentang penyadapan. Pembahasan pasal ini sebelumnya berjalan alot karena menyangkut kebebasan dan hak asasi.
"Kami ingin ini tidak berlangsung semenamena. Harus dengan prosedur yang sesuai dengan aturan dan menghormati hak asasi manusia," kata Ketua Pansus RUU Terorisme M. Syafii setelah memimpin rapat itu di Kompleks DPR, Senayan, Rabu pekan lalu.
UndangUndang Terorisme terbaru pada dasarnya mensyaratkan izin pengadilan untuk penyadapan. Namun, dalam keadaan mendesak, penyidik dapat menyadap orang yang dicurigai lebih dulu. Dalam waktu tiga hari, penyidik harus meminta persetujuan ketua pengadilan.
Anggota tim ahli dari pemerintah untuk RUU Terorisme,Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan, pada prinsipnya, penyadapan yang dilakukan penyidik harus dipertanggungjawabkan. Menurut dia, penyadapan harus diketahui kepala penyidik. "Yang penting bukan hanya hasilnya, tapi juga prosesnya," ujarnya. l
PAN Tak Diundang ke Istana
PARTAI Amanat Nasional tidak diundang ke Istana Kepresidenan untuk membahas sejumlah kebijakan bersama Presiden Joko Widodo pada Senin pekan lalu. PAN menjadi satusatunya partai di barisan koalisi pendukung pemerintah yang tak hadir dalam pertemuan tersebut.
Pengurus PAN menyatakan tak menerima undangan dari Istana dan tak tahu alasannya. "Kami pasif saja. Kalau diundang datang, kalau enggak diundang, ya, bagaimana," ujar Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto.
Jokowi mengaku tidak tahu mengapa PAN tidak diundang. "Saya tidak mengerti karena itu teknis. Pihak yang mengundang bukan saya," katanya.
PAN tengah menjadi sorotan karena kerap berseberangan dengan sikap pemerintah Joko Widodo. Misalnya, dalam rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), PAN berbeda sikap dengan pemerintah. Partai ini menentang rencana pembubaran HTI tanpa melalui pengadilan. l
Panitia Angket KPK Terancam Bubar
FRAKSI Partai Gerindra di Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan menarik empat perwakilannya dari Panitia Angket untuk Komisi Pemberantasan Korupsi. Partai ini menganggap Panitia Angket tidak sah karena belum semua fraksi menyetorkan nama perwakilannya seperti diatur Tata Tertib DPR serta UndangUndang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Partai yang belum menyetorkan nama adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan Bangsa. "Panitia sekarang tidak memenuhi syarat," kata Desmond Junaidi Mahesa, Wakil Ketua Fraksi Gerindra yang juga anggota Panitia Angket KPK, Senin pekan lalu.
Setelah Gerindra, Partai Amanat Nasional memberi isyarat akan mundur dari Panitia Angket. Menurut Sekretaris Fraksi PAN di DPR, Yandri Susanto, pengurus pusat partainya telah memerintahkan fraksi dan tiga anggotanya di Panitia Angket KPK mengevaluasi kinerja Panitia. "Kecenderungan kuat untuk menarik diri itu ada," ujarnya. Adapun lima fraksi partai yang sejauh ini bertahan di Panitia Angket merupakan pendukung pemerintah Joko Widodo. l
Ipar Jokowi Disebut dalam Putusan
ADIK ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo, disebut dalam putusan korupsi pengurusan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia dengan terdakwa bekas Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno.
Menurut putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Arif berperan membantu Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia R. Rajamohanan Nair dalam pengurusan pajak perusahaan itu. "Pada 23 September 2016, Arif Budi Sulistyo dipertemukan dengan Direktur Jenderal Pajak (Ken Dwijugiasteadi) oleh Handang di lantai 5 gedung Ditjen Pajak," ujar John Halasan Butarbutar, anggota majelis perkara itu, saat membacakan putusan pada Senin pekan lalu.
Hakim menilai pertemuan itu ada kaitannya dengan permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima. Ketika itu, PT EK Prima tak bisa mengikuti tax amnesty karena memiliki beberapa permasalahan pajak, seperti tunggakan pajak senilai Rp 78 miliar untuk pajak 2015. Handang membantu menyelesaikan permasalahan itu dan menerima suap dari Rajamohanan sebesar Rp 1,9 miliar. Atas perbuatannya itu, Handang divonis 10 tahun penjara.
Ketika bersaksi pada persidangan sebelumnya, Arif mengatakan bertemu dengan Ken Dwijugiasteadi untuk urusan pajak perusahaannya, PT Rakabu Sejahtera. "Tidak ada urus tax amnesty Pak Mohan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo