JARANG tiga menteri hadir sekaligus di Pasuruan, Ja-Tim. Rabu pekan lalu, rupanya ada yang istimewa. Menteri Pertanian Achmad Affandi, Menteri Koperasi Bustanil Arifin, dan Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras Hasjrul Harahap bersama sekitar 500 tamu dalam dan luar negeri tumplek-bleg di kota kecil yang terletak 60 km sebelah timur Surabaya itu. Serangkaian ceramah diadakan. Dengan pembicara, antara lain, Dr. Regis Julien dari Mauritius, Dr. W. Kernohen dari Jerman Barat, Dr. Takeo Takeshita dari Jepang bekas direktur BP3G di zaman pendudukan Jepang - dan Prof.Dr. H.J. Delavier dari Belanda. Umbul-umbul warna-warni dipasang sejak pagi. Seolah menandai kejadian penting itu: genap 100 tahun usia Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Gedungnya megah, dengan luas areal 6,8 ha yang terletak di Jalan Pahlawan, di jantung kota Pasuruan. Sebelum Mei 1987, lembaga ini masih bernama BP3G (Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula). Tak banyak orang tahu, balai penelitian itu adalah pusat penelitian gula yang tertua di dunia. Di sanalah digoreskan sejarah panjang pergulaan Indonesia. Tonggak awalnya dimulai dari diresmikannya kepengurusan Het Proefstation Oost-Java oleh pemerintah pendudukan Belanda pada 9 Juli 1887. Dr. J.G. Kramers ditunjuk sebagai direktur dan J.D. Kobus sebagai deputi direktur yang berkedudukan di Surabaya. Kedua orang Belanda itu lalu memilih lokasi penelitian di Pasuruan, mengingat masih luasnya areal. Setelah beberapa kali ganti pimpinan sesama orang Belanda dan kemudian Jepang, pada 17 Oktober 1945 lembaga ini diserahkan kepada Indonesia. Namun, dalam perjalanan selanjutnya, masih orang Belanda yang menangani lembaga gula itu. Sejalan dengan politik nasionalisasi perusahaan Belanda, Proefstation dioper ke pemerintah RI pada akhir Desember 1957. Ketika didirikan, lewat lembaga ini diharapkan ditemukan bibit tebu unggul yang bisa menyumbang jutaan gulden untuk kas pemerintah Belanda. Dengan metode multiple crossing (kawin silang) seperti diterapkan Dr. Soltwedel, direktur Central-Java Experiment Station, pada tahun 1920 ditemukanlah POJ 2878 yang disebut-sebut sebagai bibit tebu paling terkenal di dunia. POJ 2878 tahan terhadap penyakit serek, salah sam musuh serius tanaman tebu. Selain itu, sudah 3.136 bibit hanya belasan yang sifatnya unggul dengan kode POJ ditemukan lewat metode itu. Yang menyamai keajaiban sang primadona. POJ 2878, memang belum ditemukan lagi sampai sekarang. Itu bukan berarti P3GI tak beruat apa-apa. Hadirnya tiga menteri saja menunjukkan betapa penting arti lembaga itu. Selain jenis POJ, sejak 1975 sudah puluhan varietas unggul jenis Ps (Pasuruan) ditemukan lembaga yang kini dipimpin Dr. Ir.H. Marsadi Pawirosemadi ini. Kenaikan produksi gula dengan varietas itu ditaksir lebih dari Rp 75 milyar. Temuan P3GI yang lain, misalnya, pengendalian penggerek pucuk dengan Carbofran yang bisa menyelamatkan 56-228 kg gula tiap ha. Juga, pengendalian penggerek batang dengan lalat Diatraeophaga stnotalis. Pemanfaatan hasil sampingan tebu juga diteliti. Umpamanya, penggunaan ekstraktor padat cair, penggunaan ragi dari varietas PsY untuk spiritus, dan pemanfaatan pucuk tebu sebagai makanan ternak. Ada sekitar 13 temuan-yang meningkatkan pemasukan pabnk gula sampai milyaran rupiah. Tampaknya, berbagai temuan itu belum cukup mendekati potensi maksimal rendemen (kandungan kadar gula dalam tebu). Saat ini rendemen yang bisa dicapai pabrik gula hanya 7%-9%. Padahal, ketika ditangani Belanda, rendemen bisa mencapai 14%. Mengapa begitu? "Permasalahannya sangat kompleks," ujar Dr. Marsadi, Direktur P3GI. Antara lain menyangkut pelaksanaan program Tebu Rakyat [ntcnsifikasi (TRI) sejak 1975. Sudah 12 tahun program pengadaan gula itu tapi, "Dengan sistem glebakan berarti baru ada empat kali masa tanam," ujar Direktur Pertanian P3GI, Dr. Budiyono Wirioatmodjo. Dengan sistem glebakan, petani menanam tebu tiap tiga tahun menyelingi tanam padi dan palawija. Empat kali masa tanam itu, dinilai Bidiyono, sangat minim untuk mewariskan cara merawat tanaman tebu yang prima. Akibatnya, masa kejayaan industri gula dengan ditemukannya POJ 2878 masih belum terulang. Tentu saja ini bukan melulu salah petani. Bibit-bibit primadona seperti POJ 2878 dan 3016 agaknya kian seret muncul dari lembaga penelitian itu. Terbatasnya dana, kemampuan teknis tenaga peneliti, hanya sebagian faktor penyebabnya, di samping peralatan yang sebagian sudah seabad umurnya, seperti umur lembaga itu. Toriq Hadad, Laporan Saiff Bakham (Biro Surbaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini