JUMLAH pulau di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, bertambah hampir 4 ribu buah. Berita yang cukup mengejutkan ini dilaporkan oleh warta berkala TNI AL Cakraala, edisi April-Mei lalu. Menarik, memang. Sebab, selama ini jumlah pulau yang dicantumkan dalam berbagai terbitan resmi adalah 13.667. Adakah ini berarti Indonesia bertambah luas? Belum ada kesimpulan ke arah itu. Majalah intern tersebut hanya menyebutkan bahwa penyusunan "Daftar Nama-nama Pulau di Indonesia" yang dilakukan pada 1964 - diterbitkan oleh PDIN-LIPI tahun 1975 - dirasa kurang teliti. Ini disebabkan terbatasnya peta skala besar maupun "lembar lukis" hasil survei ketika itu. Di lain pihak, peta induk Indonesia peninggalan survei di aman Hindia Belanda baru diterima Dinas Hidro-oceanografi (Dishidros) TNI AL pada periode 1970-1972. Rupanya, sejak itu diperlukan suatu perhitungan ulang unuk mengoreksi hasil sebelumnya. "Dulu, kemungkinan besar penghitungannya dikerjakan secara kasar," kata Ketua Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional), Prof. Ir. Jacub Rais. Misalnya, ada suatu gugusan pulau yang hanya dihitung dan diberi satu nama, padahal di sekelilingnya banyak pulau kecil. Namun, dalam peta berskala besar, sejumlah pulau kecil - yang tidak terdeteksi dalam peta berskala kecil - kini muncul. Tidak heran bila penelitian itu juga menunjukkan bahwa pulau-pulau tak bcrnama semakin banyak. Dari 17.508 pulau yang diberitakan oleh Cakraala, 11.801 yang tak bcrnama. Bandingkan dengan data yang selama ini jadi pegangan, hanya 7.623 dari 13.667 merupakan pulau anonim. Sebenarnya, Bakosurtanal memiliki dipix system limited yang mampu memantau daratan lebih detail. Lewat layar komputer, berdasarkan hasil potret udara, pulau-pulau yang tak terbaca dalam peta berskala kecil akan kelihatan jelas di sini. Perangkat canggih buatan Kanada ini antara lain juga digunakan untuk membaca sumber daya yang dikandung suatu daerah. Namun "sejauh ini kami belum ada niat untuk menghitung jumlah pulau," kata Jacub lagi. Yang jelas, menurut Jacub, setiap pulau itu harus ada julukan. "Ibarat bayi lahir, harus diberi nama. Tanpa itu dari mana bisa diketahui populasi penduduk suatu negara," katanya. Masalahnya, sejauh ini tampaknya belum ada kesepakatan di antara para pakar geologi maupun geografi dalam menentukan definisi pulau. Yang jadi pegangan selama ini, pulau adalah suatu bentuk daratan yang dikelilingi air dan selalu tampak pada waktu air tinggi. Jadi, seperti kata Jacub, kendati sebuah pulau hanya berupa seonggok batu karang belaka, pemberian nama wajib dilakukan. Tampaknya, yang perlu diperdebatkan adalah lembaga mana yang sebenarnya paling berwenang dalam menentukan nama maupun jumlah pulau itu. Apakah hasil temuan Dishidros itu sudah merupakan pengumuman resmi yang selanjutnya dipakai dalam berkala resmi ? Agaknya, ini belum merupakan sikap resmi pemerintah. Pihak Bakosurtanal sendiri saat ini sedang meminta informasi dari Dishidros TNI AL tersebut. Yang terang, menurut Jacub, untuk menanggulangi kesimpangsiuran seperti itu, di Indonesia sudah waktunya dibentuk suatu Panitia Nasional Nama-nama Geografi. PBB sudah lama memiliki Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Di sini berkumpul sejumlah ahli dari berbagai negara yang merumuskan setiap masalah yang ada hubungannya dengan pemberian nama-nama geografi. "Berdasarkan rekomendasi UNGEGN, di tiap negara anggota harus ada NNA (National Names Authority)," kata Jacub, yang juga anggota UNGEGN. Pembentukan NNA tentu tak sembarangan. Selam bersifat nasional, juga interdepartmental dan multidisipliner. Sekurang-kurangnya, instansi Departemen P & K, Depdagri, Dephankam, Bakosurtanal, dan kalangan universitas perlu ikut dilibat. Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini