Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan nasional untuk enam pejuang bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Jumat 10 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ke-6 tokoh itu yaitu Ida Dewa Agung Jambe (Bali), Bataha Santiago (Sulawesi Utara), Mohammad Tabrani Soerjowitjirto (Jawa Timur), Ratu Kalinyamat (Jawa Tengah), KH Abdul Chalim (Jawa Barat), dan KH Ahmad Hanafiah (Lampung).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Setiap Hari Pahlawan, kami menganugerahkan gelar pahlawan kepada para pejuang yang dulu ikut memperjuangkan kemerdekaan negara dan atau ikut mengisi kemerdekaan dengan pengabdian dan perjuangan yang luar biasa jasanya kepada negara,” kata Menkopolhukam Mahfud MD yang juga menjabat Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) pada Rabu, 8 November 2023.
Berikut profil enam tokoh pejuang yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada Jumat, 10 November 2023.
1. Ida Dewa Agung Jambe dari Bali
Dikutip dari Klungkungkab.go.id, Ida Dewa Agung Jambe merupakan pendiri Kerajaan Klungkung pada 1686 dan merupakan penerus dinasti Kerajaan Gelgel. Dahulu, kerajaan Gelgel adalah pusat kerajaan di Bali dan pernah mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Dalem Watu Renggong. Saat perang puputan melawan penjajahan Belanda, Raja Klungkung Ida Dewa Agung Jambe gugur bersama para pengikutnya.
2. Bataha Santiago dari Sulawesi Utara
Dilansir dari Diskominfo.sulutprov.go.id, dalam riwayat hidupnya, Bataha Santiago merupakan seorang raja yang dikenal berjiwa gotong-royong. Pendirian teguhnya, di mana seluruh kegiatan rakyat harus dikerjakan bersama-sama. Gagasannya ini dikenal dengan sebutan “Banala Pesasumbalaeng”.
Bataha Santiago bercita-cita mempersatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Kepulauan Sangihe-Talaud untuk mempertahankan diri dari penjajahan Belanda. Ia berani mati demi membela keutuhan nusa dan bangsa. Semboyannya yang terkenal adalah “Nusa kumbahang katumpaeng”, artinya “Tanah air kita tidak boleh dimasuki dan dikuasai musuh”.
Beberapa kali Santiago dibujuk untuk menandatangani Lange Contract. Namun karena kecintaannya terhadap Tanah Air, Santiago menolak. Singkat cerita, perang pun pecah selama 4 bulan. Namun, akibat kekuatan persenjataan yang tidak seimbang serta siasat licik Belanda, Santiago akhirnya dapat ditangkap dan dihukum gantung pada 1675.
3. M Tabrani dari Jawa Timur
Dinukil dari Nu.or.id, M Tabrani adalah nama singkat dari Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Sosok kelahiran Pamekasan ini menjadi pencetus bahasa Indonesia saat Kongres Pemuda I pada 30 April hingga 2 Mei 1926. Ia lahir dari pasangan R Pandji Soeradi Soerowitjitro dan R Ayu Siti Aminah pada, 10 Oktober 1904.
Masa muda Tabrani aktif sebagai anggota Jong Java. Tabrani mulai bekerja di harian Hindia Baroe pada Juli 1925 selepas lulus dari OSVIA. Dalam kolom “kepentingan” yang ia asuh, dimuatlah tulisan berjudul “Kasihan” pada, 10 Januari 1926. Tulisan tersebut muncul sebagai gagasan awal untuk menggunakan nama Bahasa Indonesia.
Saat Kongres Pemuda pertama, Moh. Yamin mengungkapkan konsep resolusinya. Kala itu, M Tabrani menyetujui usulan konsep tersebut. Namun menolak butir ketiga “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu”. Yamin naik pitam. Tapi argumen M Tabrani tak kalah meyakinkan. Menurutnya nama bahasa persatuan seharusnya bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu.
Gara-gara itu, Kongres Pemuda pun ditunda dan digelar lagi pada 28 Oktober 1928. Kongres kedua itu melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam ikrar tersebut, bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa persatuan. Sebab itulah M Tabrani dikenang sebagai bapak Bahasa Indonesia. Kisahnya termaktub dalam buku autobiografi M Tabrani, Anak Nakal Banyak Akal.
4. Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah
Disadur dari jurnal Universitas Diponegoro oleh Chusnul Hayati, Ratu Kalinyamat : Ratu Jepara yang Pemberani, Ratu Kalinyamat adalah tokoh wanita Indonesia yang penting peranannya pada abad ke-16 dari Kesultanan Demak. Putri Sultan Trenggana, Raja Demak ke tiga ini berkuasa selama 30 tahun.
Tak hanya berparas cantik, mata-mata Portugis menyebutnya sebagai De Kranige Dame alias seorang wanita yang pemberani. Kebesaran Ratu Kalinyamat pernah dilukiskan oleh penulis Portugis Diego de Couto, sebagai Rainha de Japara, senhora paderosa e rica yang berarti Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa.
Ratu Kalinyamat berhasil membawa Jepara kepada puncak kejayaannya. Dengan armada lautnya yang sangat tangguh, dia pernah dua sampai tiga kali menyerang Portugis di Malaka. Kendatipun telah melakukan taktik pengepungan selama tiga bulan terhadap Portugis, ternyata ekspedisi tersebut mengalami kegagalan, dan pada akhirnya kembali ke Jawa.
Selanjutnya: Profil KH Abdul Chalim dan KH Ahmad Hanafiah
5. KH Abdul Chalim dari Jawa Barat
Dinukil dari Jabarprov.go.id, KH Abdul Chalim merupakan pembina kerohanian organisasi semi militer Hizbullah, pendiri Hizbullah untuk wilayah Majalengka dan Cirebon, serta pejuang Hizbullah di beberapa medan pertempuran melawan penjajah yaitu Cirebon, Majalengka, dan Surabaya.
Karena semangat dan perjuangannya, ia dikenal sebagai Muharrikul Afkar yang artinya penggerak dan pembangkit semangat perjuangan. Ia juga pernah mendapat sebutan “Mushlikhu Dzatil Bain” atau pendamai dari kedua pihak yang berselisih karena sering mendamaikan para ulama yang bersitegang.
KH Abdul Chalim lahir di Leuwimunding, Majalengka, pada 2 Juni 1898. Ia merupakan putra dari Kedung Wangsagama dan Satimah. Kakeknya merupakan putra seorang Pangeran Cirebon yang masih tersambung silsilahnya kepada Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati.
KH Abdul Chalim sudah mendalami pendidikan agama dari usia remaja. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School, ia belajar di beberapa pesantren di Leuwimunding dan Rajagaluh. Hingga 1913, ia melanjutkan pendidikannya di Makkah. Sepulangnya dari Makkah, ia bergabung dengan temannya KH. Abdul Wahab Hasbullah yang berkomitmen memerdekakan Indonesia.
Ia membantu menangani dan mengelola organisasi-organisasi yang telah dirintis oleh temannya itu, yaitu Nahdlatul Wathan yang lalu menjadi Syubbanul Wathon. Saat mendirikan Subbanul Wathon inilah KH. Abdul Chalim bersama KH. Abdul Wahab membentuk Komite Hijaz untuk mengorganisasir ulama di Jawa dan Madura demi Indonesia merdeka.
KH. Abdul Chalim lalu menulis surat undangan kepada seluruh ulama pesantren di Jawa dan Madura agar hadir pada pertemuan yang diselenggarakan Komite Hijaz pada 31 Januari 1926. Sebanyak 65 ulama hadir dalam pertemuan tersebut. Komite Hijaz melahirkan Nahdlatul Ulama dengan KH. Hasyim Asyari sebagai Rais Aam.
6. KH Ahmad Hanafiah dari Lampung
Dilansir dari Nu.or.id, KH Ahmad Hanafiah adalah seorang pejuang kemerdekaan sekaligus ulama berpengaruh dari Kota Sukadana, Lampung Timur, Lampung. Ia lahir pada 1905. Dia adalah putra sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana, pesantren pertama di Lampung.
Semasa hidupnya, KH Ahmad Hanafiah telah berjuang mempertahankan NKRI dari cengkeraman penjajah di tanah Lampung. Saat Agresi Belanda pada 1947, Belanda juga menyerang Lampung yang menjadi bagian dari Karesidenan Sumatera Selatan. Serangan dilancarkan melalui jalur darat dari Palembang dan Baturaja.
Agresi tersebut juga memicu perlawanan laskar rakyat bersama TNI dalam pertempuran di Kemarung, suatu tempat hutan belukar yang terletak di dekat Baturaja ke arah Martapura. Perlawanan laskar rakyat tergabung dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah yang bersenjatakan golok. TNI dan Laskar Hizbullah berencana menyerang Baturaja. Namun dibocorkan mata-mata, sehingga personel TNI mundur ke Martapura.
Sedangkan pasukan Laskar Hizbullah yang tengah beristirahat di Kemarung disergap Belanda dan terjadilah pertempuran hebat. Anggota Laskar Hizbullah banyak yang gugur dan tertawan. Sementara KH Ahmad Hanafiah ditangkap hidup-hidup, kemudian dimasukkan ke dalam karung dan ditenggelamkan di sungai Ogan. Karena itu hingga sekarang makamnya tidak diketahui.