Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ramai-Ramai Sekitar Newsweek

Berbagai pihak bereaksi keras terhadap laporan utama newsweek tentang kepemimpinan presiden soeharto dan citra buruk ny. tien soeharto. ali moertopo, adam malik & beberapa surat kabar menolak tuduhan itu.(nas)

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NEWSWEEK, majalah berita mingguan Amerika yang beroplag hampir 3 juta itu (di Indonesia cuma 4000) jadi pembicaraan orang banyak minggu lal. Majalah itu dikecam oleh Letjen Ali Murtopo. Juga oleh Menlu Adam Malk. Kenapa? Mingguan yang terbit dengan laporan utama tentang Indonesia 8 Nopember lalu -- dan dilarang beredar di Indonesia -- telah mengkritik kepemimpinan Presiden Soeharto dan menggambarkan image yang tidak baik dari Ny. Tien Soeharto. Berbicara di depan para peserta kursus latihan wartawan di gedung CSIS (Center for Strategic and International Studies) di jalan Tanah Abang III Jakarta, 10 Nopember lalu, Ali Moertopo merasa "tertusuk perasaannya". "Kalau dikatakan saya emosi, benar saya emosi. Kalau dikatakan saya marah, betul saya marah", kata Ali yang juga menjabat Ketua Kehormatan CSIS itu. Dalam tulisan majalah Amerika itu, menurut Ali Moertopo, Indonesia digambarkan sebagai "fading hopes": harapan yang memudar. "Apa yang dituduhkan, seakan-akan kepemimpinan pak Harto sudah menjadi pudar, sama sekali tidak benar", katanya. "Kalau tulisan itu mengatakan bahwa kepemimpinan Presiden Soeharto illusive, memberikan ilusi, maka mereka menilai berdasarkan nilai mereka". Juga tentang masalah korupsi yang menurut majalah itu tak bisa teratasi, telah dibantah keras oleh jenderal Ali. Selanjutnya Ali Moertopo juga membantah tuduhan Newsweek tentang Ny. Tien Soeharto yang dikatakan menerima komisi. Demikian pula tentang diperiksanya 52 perwira sehubungan dengan kasus Sawito. "Ini adalah isyu yang berbahaya sekali", katanya. Menlu Adam Malik, juga mengecam Newsweek ketika memberi sambutan di depan Organisasi Wanita Deplu (OWD). Tulisan Newsweek itu oleh Adam Malik dianggap sebagai rangkaian dari"usaha untuk memecah belah Indonesia". Mengecam keras bagian tulisan yang mengkritik Presiden dan keluarganya, Adam Malik mengingatkan bahwa"usaha-usaha dari luar negeri itu memang sengaja dilancarkan dengan mencari-cari kelemahan Indonesia agar kita kacau". Seribu Setan & Malaikat Sehari-dua setelah kecaman Ali Moertopo dan Adam Malik terhadap tulisan,Newsweek berbagai koran pun membuat tanggapan dalam tajuk masing-masing. Harian Suara Karya menyehut tulisan Newsweek sebagai "sebuah praktek tercela", lagi pula sebagai "koran got melancarkan fitnah dan menyebarkan desas-desus di masyarakat". Sedang harian berbahasa Inggeris The Indonesia Times antara lain mengingatkan: "Orang Amerika dan pers di sana punya penilaian sendiri tentang etik demokrasi. Mereka boleh beranggapan, adalah merupakan kewajiban, hak dan mungkin tanggungjawabnya untuk memaki dan mendiskreditkan presidennya sendiri dan para pembesar negaranya. Tapi bagaimana pun juga mereka tak bisa dibenarkan cara-cara mereka untuk mendiskreditkan dan menghina para pemimpin negeri lain". Berita Yudha dalam tajuknya yang panjang juga akhirnya berkesimpulan: "Melancarkan kritik terhadap apa yang sedang kita lakukan demi hari depan kita merupakan hak setiap orang. Tapi kritik yang kalap adalah bagai bermain api yang pada waktunya akan membakar dirinya sendiri". Masih banyak lagi reaksi keras lainnya dari koran-koran. Sekalipun ada juga yang mencoba melihatnya dengan lebih tenang. Seperti tajuk Kompas, yang menyorotinya dari faktor tata nilai dan tata sopan santun. Beranggapan kritik adalah suatu hal yang lazim, tajuk Kompas antara lain menulis: "Kealpaan Newsweek adalah mengecam negara lain tanpa memperhatikan sistim nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Belumlah bisa diterima, apalagi oleh sebuah penerbitan asing, jika Kepala Negara dan Ibu Negara diserang langsung kehormatannya. Di sinilah kesalahan mingguan berita itu. Tentu saja menurut tata nilai dan tata sopan santun kita". Agak lain adalah tajuk rencana Sinar Harapan. Ada dua hal yang disarankan: Pertama, baiknya kita"bersikap nuchter (berkepala dingin - Red.), jangan berpikir kacau dan hendaknya kita terus menjalankan tugas kita". Di samping itu, baiklah kita "lanjutkan usaha saling mengkoreksi di lingkungan kita sendiri". Akhir tajuk itu memberi ajakan: "Kita tak usah terlalu memusingkan diri kita dengan pertanyaan sampai di mana tulisan dalam surat kabar dan majalah luar negeri mempunyai atau tak mempunyai tujuan politik yang membahayakan. Kita juga tak usah menyibukkan diri dengan usaha mencari siapa saja yang menjadi sumber-sumber laporan tersebut. Karena dengan demikian kita justru menciptakan suasana saling mencurigai yang tak membantu ketenangan bekerja kita. Yang terpenting kiga berusaha terus untuk bekerja secara kreatif, kritis dan bertanggungjawab, maka seribu setan dari luar negeri yang menulis dalam koran dan majalah tak akan dapat berbuat apa-apa terhadap kita. Sebaliknya, apabila kita tak mampu untuk bekerja terus secara kreatif, kritis dan bertanggungjawab, maka seribu malaikat yang menghadiahkan beribu juta dollar sekalipun tak akan dapat menolong kita".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus