Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah sivitas akademika dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia menyampaikan kritik terhadap pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelang Pemilu 2024. Kritik tersebut dilakukan setelah Jokowi menyampaikan pernyataan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi sebelumnya mengatakan presiden dan menteri boleh berkampanye asalkan tidak menyalahgunakan fasilitas negara. “Presiden itu boleh kampanye. Boleh memihak. Kita ini kan pejabat publik, sekaligus pejabat politik. Masa nggak boleh,” katanya setelah menyerahkan pesawat tempur ke Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu, 24 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini sejumlah tanggapan dari berbagai sivitas akademika kampus di Indonesia atas pernyataan Jokowi tersebut.
UGM Terbitkan Petisi Bulaksumur
Sejumlah guru besar, dosenndan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berkumpul di Balairung UGM. Mereka mengingatkan Jokowi yang dinilai sudah keluar jalur melalui Petisi Bulaksumur dan menyanyikan Himne Gadjah Mada.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga menjadi bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” kata Profesor Koentjoro di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu, 31 Januari 2024.
Mereka menyinggung pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK), keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum, serta pernyataan kontradiktif Jokowi terkait keterlibatan pejabat publik dalam kampanye antara netralitas dan keberpihakan. Menurut mereka, semua itu merupakan bentuk penyimpangan dan ketidakpedulian terhadap prinsip demokrasi.
“Presiden Jokowi sebagai alumni seharusnya berpegang teguh pada jati diri UGM, yang menjunjung tinggi nilai Pancasila dengan ikut memperkuat demokrasi agar berjalan sesuai dengan standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah supaya melanjutkan estafet kepemimpinan dan mewujudkan cita-cita luhur sesuai dengan UUD 1945,” ujar Koentjoro.
UII Kecam Sikap Kenegarawanan Jokowi
Selang sehari, sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) turut menyampaikan kritik kepada pemerintahan di era Jokowi. Dalam pernyataan sikap yang bertajuk Indonesia Darurat Kenegarawanan, guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni UII memulainya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Himne UII.
“Ada gejala sikap kenegarawanan Presiden Jokowi yang pudar,” kata Rektor UI Profesor Fathul Wahid di halaman Auditorium Kahar Muzakir, Kampus Terpadu UII, Sleman, Yogyakarta, Kamis, 1 Februari 2024.
Adapun gejala yang dimaksud, menurut mereka, terdiri dari empat indikator. Pertama, pencalonan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang didasarkan oleh putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sarat intervensi politik. Kedua, pernyataan ketidaknetralan Jokowi yang membolehkan presiden untuk berpihak dan berkampanye.
Ketiga, distribusi bantuan sosial (bansos) langsung oleh presiden ditengarai kental akan nuansa politik praktis. Keempat, mobilisasi aparatur negara untuk memberikan dukungan terhadap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu sebagai tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.
Presiden BEM Unair
Tak hanya dari dosen dan guru besar, kritik keras datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Presiden BEM Universitas Airlangga (Unair) Anang Jazuli menyebut keberpihakan Jokowi memang diperbolehkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), dengan catatan tidak memanfaatkan fasilitas negara.
“Namun yang penting, sekalipun Indonesia merupakan negara hukum, pernyataan Jokowi tersebut saya rasa disampaikan pada momentum yang kurang tepat, karena waktu itu bersama dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang menjadi calon presiden. Dan di sisi lain, salah satu putranya (Gibran) juga sedang berkontestasi sebagai calon wakil presiden,” ujar Anang kepada Tempo melalui pesan WhatsApp, Selasa, 30 Januari 2024.
Menurutnya, ucapan Jokowi itu dapat menimbulkan prasangka buruk dan rasa tidak adil antara paslon lain yang menjadikan seolah-olah presiden tidak netral dalam Pemilu 2024. Sebagai orang nomor satu di Indonesia, lanjut Anang, netralitas seharusnya menjadi hal yang penting guna menjaga norma dan etika untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas serta menjaga kepercayaan rakyat.
Ketua BEM UGM
Respons lain datang dari Ketua BEM UGM Gielbran Muhammad Noor yang tidak membenarkan pernyataan dan tindakan Jokowi. Dia membenarkan, presiden memang boleh berkampanye dan berpihak sebagaimana UU Pemilu. Akan tetapi, selain tidak boleh menggunakan fasilitas negara, presiden dilarang mengkampanyekan keluarga sedarah sampai tingkat tiga derajat.
Pernyataan yang dilontarkan Jokowi tersebut, menurut Gielbran, mempertegas demokrasi Indonesia yang masih berada di level cacat. Tak hanya itu, pernyataan tersebut membuktikan kebenaran gelar yang diberikan rekan-rekan BEM UGM bahwa Jokowi adalah ‘Alumnus UGM Paling Memalukan’.
“Beliau memang alumnus UGM paling memalukan, ditambah dengan statement (pernyataan) ini, dan sebagai seorang adik (tingkat di UGM) sangat menyayangkan,” ujar Gielbran kepada Tempo, Jumat, 26 Januari 2024.
Ketua BEM Unpad
Kritik serupa juga muncul dari Ketua BEM Universitas Padjadjaran (Unpad) Mohamad Haikal Febriansyah yang menyebut pernyataan Jokowi adalah hal memalukan. Dia menilai, tindakan Jokowi itu aneh di saat aparat negara yang menggembar-gemborkan Pemilu 2024 damai.
“Pernyataan Jokowi itu memalukan, mengingat posisinya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Selama ini kita sering mendengar imbauan supaya ASN (Aparatur Sipil Negara) dan aparat negara dituntut harus netral. Tapi justru orang yang paling tinggi kekuasaannya dalam pemerintahan mengatakan dirinya boleh melakukan kampanye. Itu kan kontradiktif dengan apa yang diarahkan kepada bawahannya,” kata Haikal, Selasa, 27 Januari 2024.
Ketua BEM UI Nonaktif
Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) nonaktif Melki Sedek Huang juga ikut buka suara. Dia berterima kasih kepada Jokowi karena sudah memihak sehingga publik tidak perlu menerka-nerka keberpihakannya dalam Pemilu 2024. Bahkan, dia mengucapkan selamat kepada Jokowi yang mengakhiri kekuasaannya dengan memalukan dan tidak hormat.
“Terima kasih Presiden Jokowi sudah terang-terangan menunjukkan keberpihakan. Publik yang selama ini hanya menebak-nebak adanya keberpihakan negara jadi tidak bingung lagi. Selamat Presiden @jokowi, akhir kekuasaan Anda betul-betul diselesaikan dengan tidak hormat dan memalukan,” tulis Melki melalui akun X (Twitter) pribadinya @namasayamelki, Rabu, 24 Januari 2024.
MELYNDA DWI PUSPITA