Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Reshuffle Kabinet Bila Buah Hampir Matang Pohon

Kabinet akan kembali dirombak. Tapi tawaran tak bersambut dan Abdurrahman makin ke tubir jurang.

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABDURRAHMAN Wahid duduk gagah di kursi masinis. Gerbong panjang di belakangnya penuh sesak. Dari luar, hujan batu deras merajam. Aksi berbalas. Para penumpang menyambit balik. Rusuh berangsur mereda. Kereta api pun terus melaju cepat. Begitulah isyarat dari langit yang diterima Kiai Abdullah Faqih?salah satu ulama Nahdlatul Ulama yang disegani?bulan lalu. "Katanya, Gus Dur akan jalan terus sampai 2004," kata Salahuddin Wahid, adik Presiden. Tapi Salahuddin menangkap isyarat lain di bumi. Posisi Abdurrahman justru lagi genting benar. Dan cuma tinggal satu cara menyelamatkannya: kembali mengukuhkan koalisi dengan membagi kue kabinet?atau ia segera amblas. "Kalau Gus Dur tidak merangkul PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan baik, saya kira memorandum akan turun," katanya lagi. Rencana kembali merombak kabinet memang telah diutarakan Presiden ketika bertemu dengan pengurus Gerakan Muda Nasional Indonesia (GMNI), Rabu dua pekan lalu, di Jalan Irian 7, Menteng, Jakarta. "Presiden menegaskan akan melakukan reshuffle kabinet seusai pergi ke beberapa negara dan menunaikan ibadah haji," kata Sekretaris Jenderal GMNI, Sonny Tri Danaparamita. Soal ini, kata seorang kepercayaan Abdurrahman, telah intensif dibicarakan di kalangan terbatas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan pengurus Nahdlatul Ulama. Pada 8 Februari lampau, susunan kabinet mulai dibahas Presiden dalam sebuah pertemuan di Jalan Irian 7. Hadir antara lain Ketua Fraksi PKB Taufikurrahman Saleh dan Sekretaris Dewan Syuro Arifin Junaidi. Mantan Menteri Negara Pembinaan BUMN, Rozy Munir, juga termasuk yang banyak diajak bicara tentang ini. Salah satunya dalam sebuah kesempatan jalan pagi di Istana sebelum Abdurrahman berangkat melawat ke mancanegara. "Saya memang diajak jalan-jalan pagi oleh Pak Dur, tapi tidak khusus membicarakan soal reshuffle," kata Rozy diplomatis. Jika jadi dilaksanakan, inilah kedua kalinya Presiden Abdurrahman menyusun ulang kabinet?di luar gonta-ganti menteri yang dilakukannya. Pukul rata, sejak masuk Istana, Oktober 1999 lalu, hampir setiap lima bulan ia mengganti komposisi kabinet. Ini sebuah rekor yang menandingi sejarah era demokrasi parlementer dulu. Komposisi baru memang belum dipastikan. Pembicaraan baru dalam taraf menjajaki berbagai kemungkinan. Kira-kira begini. Jaksa Agung Marzuki Darusman akan diganti kalau tak memenuhi janjinya menangkap 10 koruptor dalam tiga pekan. Tenggat jatuh tempo persis saat kepulangan Presiden, 7 Maret ini. Calonnya ada beberapa: Sekretaris Kabinet Marsillam Simanjuntak, Menteri Pertahanan Mahfud M.D., dan pengacara kondang Todung Mulya Lubis. Nama terakhir itu yang paling dilirik Abdurrahman. Cuma, Jumat kemarin, diperoleh kepastian Todung memilih berada di luar kabinet saja. Soal ini dikukuhkan Rully Chairul Azwar, Wakil Sekretaris Jenderal Golkar. Cuma, menurut dia, Abdurrahman masih akan menghitung posisi Marzuki sebagai salah satu Ketua Golkar. "Buat orang politik, daun kering pun bisa berguna," kata Rully sambil tersenyum. Marzuki akan bergeser mengisi posisi Alwi Shihab sebagai Menteri Luar Negeri. Alwi diplot menempati kursi Sekretaris Kabinet. Pasalnya, Marsillam dinilai sedikit-banyak berperan menjauhkan jarak Abdurrahman dari Cilangkap, Markas Besar TNI?satu hal yang sangat dikhawatirkan PKB. Menteri Negara Kehutanan Nurmahmudi Ismail bakal dicoret. Berbagai tuduhan korupsi yang belakangan membelitnya menjadi pertimbangan. Di samping itu, ia dinilai tak mampu mengontrol Partai Keadilan?partai asal Nurmahmudi?untuk tak garang menggoyang Abdurrahman. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Al-Hilal Hamdi akan bernasib sama. Namanya akan dihapus dari daftar karena sikap kelewat keras partainya, Partai Amanat Nasional. Yang sudah digadang-gadang menggantikannya adalah Mustopadidjaya, Ketua Lembaga Administrasi Negara. Berikutnya adalah Sekretaris Negara Djohan Effendi. Karib lama Presiden ini akan "didutabesarkan". Ke negara mana persisnya belum pasti. Australia adalah salah satu alternatif. Siapa penggantinya? "Saya kira itu jabatan yang pas untuk Arifin Junaidi," kata Basuni Munif, Bendahara PKB. Kabar ini dibenarkan Faisal Baasir dari PPP. Djohan, kata seorang sahabat dekatnya, sudah akan digusur sejak Desember lalu. Ketika itu, Djohan bahkan sudah sampai tiga minggu pulang ke rumahnya di Australia. Tapi, belakangan, Presiden kembali memanggilnya. Yang menarik, ikut terdengar sejumlah nama dari PPP, PDI Perjuangan, dan Golkar. Nama Baasir dikaitkan dengan pos Sekretaris Negara. Dari kandang banteng, muncul dua nama: Theo F. Toemion dan Benny Pasaribu, untuk pos Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. "Kalau itu bukan rahasia lagi," kata seorang petinggi PKB. Ketua Golkar Fahmi Idris dan seorang politisi PDI-P juga menyebut-nyebut nama Dimyati Hartono. Dari partai beringin muncul nama Yasril Ananta Baharuddin, Ketua Komisi I DPR. Yasril, yang dulu berada di faksi "Iramasuka" pendukung B.J. Habibie, disebut menjadi salah satu kandidat untuk pos Menteri Pertahanan. Yasril ikut dalam rombongan naik haji Presiden. Kabar ini juga didengar Rully. "Saya memang mendengar bocoran serupa," katanya. Bahkan, menurut Fahmi Idris, bukan cuma Yasril yang ditawari. Ia menunjuk antara lain nama seorang tokoh Iramasuka yang lain: La Ode Kamaludin. Cuma, Fahmi yakin keduanya bakal menampik karena sadar ini cuma sekadar upaya memecah suara Golkar. Menurut sang petinggi PKB, kalau nama Yasril masuk, Marzuki mesti keluar. Abdurrahman boleh berencana, tapi partai-partai besarlah yang menentukan. Dan mereka ramai-ramai berkata tidak. "PPP sudah dalam posisi tidak akan lagi mendukung pemerintahan Abdurahman Wahid," kata Baasir. PDI-P sama saja. Meilono Soewondo dan dua orang kalangan dekat Mega menyatakan penolakan serupa. "Sama sekali tak menarik," kata Meilono. Tapi ia mengakui?sambil menyebut sederet nama?ada sejumlah orang di partainya yang masih getol mengincar kursi kabinet. Mereka adalah orang yang selama ini rajin membela posisi Presiden secara terbuka. Golkar, yang 24 kantornya baru saja dibakar massa pendukung Abdurrahman, juga menampik. "Golkar tidak akan ikut dalam reshuffle kabinet. Tidak ada gunanya," kata Mahadi Sinambela, salah satu ketua. Menurut Rully, satu-satunya peluang kompromi adalah melalui pelimpahan roda pemerintahan kepada Wakil Presiden. Caranya, mengoptimalkan dan menambah bobot Ke-putusan Presiden 121/2000 tentang penugasan kepada Wakil Presiden untuk melaksanakan teknis pemerintahan sehari-hari. Setelah itu, Megalah yang menyusun kabinet. Cuma, masalahnya tak sesimpel itu. Yang bikin Ruly pesimistis, skenario itu digayuti sebuah tanda tanya besar. Kalaupun Abdurrahman setuju, bagaimana bisa dijamin ia tak lagi mengakalinya seperti saat sidang tahunan, Agustus tahun lalu? "Jawaban itu yang belum ketemu," katanya. Ini adalah keputusan rapat pleno pengurus pusat Golkar, dua pekan lalu. Ketika itu, Akbar Tandjung, sang ketua umum, menegaskan akan konsisten di jalur memorandum dan tak akan menempuh cara apa pun yang bisa mengesankan Golkar secara sengaja mendongkel Presiden. Formula ini, kata Rully lagi, juga sudah disepakati PDI-P serta para petinggi militer, bahkan juga oleh Salahuddin Wahid. "Keppres 121 perlu dioptimalkan, bahkan ditambah. Kita nyuruh pembantu ke pasar saja disertai pemberian wewenang," katanya. Menurut dia, pelaksanaan Keppres 121 sekarang sekadar memberi Mega tugas-tugas "klerikal", tak lebih tak kurang. Resep ini jugalah, kata seseorang di lingkaran dalam Presiden, yang terus diolah Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Endriartono Sutarto. Belakangan ini, Jenderal Sutarto sangat gesit memainkan peranan. Ia intensif menjalin kontak dengan para petinggi partai. Tapi, ketika dikonfirmasi, Sutarto membantah. "Tidak ada desak-mendesak itu. Kalau soal politik, embuh (tidak tahu?Red.), saya tidak mau ikut-ikutan," katanya kepada Edy Budiyarso dari TEMPO. Teori parasut emas, begitu seorang pejabat teras PDI-P mengistilahkan jalan tengah ini. "Bagaimana supaya Gus Dur terjun dengan parasut yang bagus dan dengan tempat pendaratan yang empuk," katanya. Kalau ini tak bisa jalan juga, apa boleh buat, PDI-P akan menggulirkan memorandum sampai ke gerbang sidang istimewa. Tapi ini semua sangat bergantung pada dinamika politik yang terus berkembang dengan cepatnya. Rully memberikan sebuah perumpamaan bagus. Nasib Presiden sekarang ibarat buah yang sudah ranum. Yang paling legit, memang, membiarkannya matang di pohon. "Biar jatuh sendiri, dimakannya kan enak," katanya. Tapi, kalau cuaca jadi begitu jelek dan terus dibiarkan, salah-salah buah jadi busuk. Karena itulah buah mesti buru-buru dipetik dan disiapkan keranjangnya. Supaya tak keburu jatuh bonyok di tanah. Karaniya Dharmasaputra, Adi Prasetya, P.D. Prabandari, Rommy Fibri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus