Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana untuk menggulirkan Hak Angket DPR guna mengusut kecurangan Pemilu 2024 kian santer. Pro kontra terkait usulan itu pun muncul dari berbagai kalangan termasuk Pakar Hukum Tata Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beragam respon bermunculan pasca kubu dua capres sepakat untuk meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu lewat usulan hak angket tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun pakar hukum tata negara juga turut memberikan respon, apa saja kata mereka? Simak respon pro kontra dari para tokoh terhadap usulan menggulirkan hak angket DPR:
1. Jimly Asshiddiqie: Sebaiknya Pemerintah Terima Hak Angket
Hal ini ia sampaikan ketika dirinya bertemu dengan Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, 26 Februari 2024.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya menerima usulan hak angket sebab dalam pemerintahan Jokowi ini belum ada hak angket yang dipakai.
"Tapi, adanya hak angket ini, misalnya terjadi, saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah, di era pemerintahan Jokowi ada hak angket dipakai,” jelas Jimly dikutip dari ANTARANEWS, 28 Februari 2024.
Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI ini menyebut bahwa hak angket oleh DPR mencerminkan berjalannya fungsi ‘checks and balances’ antar cabang kekuasaan eksekutif vs legislatif sebagai perwujudan sistem konstitusional berdasarkan UUD 1945.
"Karena itu, rencana pengunaan hak angket sebagai proses politik di DPR harus dilihat secara positif saja dalam rangka penguatan sistem demokrasi yang berkualitas dan berintegritas," tulisnya dalam statement yang dibagikan melalui akun X @JimlyAs, 24 Februari, 2024.
2. Feri Amsari: Hak Angket Harus Segera Dilakukan
Ahli hukum tata negara, Feri Amsari mengatakan bahwa hak angket merupakan salah satu hak yang dapat digunakan oleh DPR untuk menyelidiki kejanggalan-kejanggalan yang ada dalam Pemilu 2024.
Dalam hal ini, kata Feri, hak angket digunakan untuk menyelidiki lembaga eksekutif misalnya Presiden.
Ia menyebutkan, selama proses berjalannya Pemilu 2024 banyak tindakan Presiden yang perlu diperjelas maksud dan tujuannya. Oleh sebab itu, hak angket merupakan hal wajar yang dilakukan DPR untuk memperjelas hal tersebut.
"Nah inilah yang menjadi bagian dari hak angket untuk menyelidiki. Apakah tindakan dan kebijakan presiden telah melanggar hukum atau tidak," kata Feri, dalam siaran YouTube Novel Baswedan, Senin, 26 Februari 2024.
Menurutnya, dalam pemilu ini ada beberapa indikasi kecurangan pemilu seperti penggelembungan suara calon di beberapa provinsi Indonesia.
Oleh sebab itu, DPR perlu untuk menjalankan kewajibannya dengan menggunakan hak angket. Namun ia cukup khawatir apabila DPR tidak segera melakukannya.
"Yang kita khawatirkan kalau DPR terlalu lama, terlalu lambat untuk melakukan angket. Padahal syaratnya mudah sekali, besok pagi kalau ditandatangani juga jalan itu, jadi perlu keberanian dan kesungguhan DPR," jelas Feri.
3. Fahri Bachmid: Penggunaan Hak Angket dalam Pemilu Absurd
Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid mengatakan bahwa DPR memang berhak menggunakan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Namun penggunaan hak tersebut harusnya dalam konteks pengawasan terhadap lembaga eksekutif bukan untuk membahas hasil pemilu.
Ia berpendapat, penggunaan hak angket untuk menyelidiki kecurangan dalam Pemilu jauh dari prinsip konstitusional. Sebab penyelesaian sengketa Pemilu harusnya dilakukan lewat Mahkamah Konstitusi seperti yang telah diatur Undang-Undang Dasar.
"Jalan ke MK itu yang mestinya digunakan. Jika hak angket dipaksakan, tentu sangat destruktif terhadap sistem ketatanegaraan" kata Fahri, sebagaimana dikutip dari Koran Tempo.
Menurut Fahri, penggunaan hak angket dalam urusan pemilu merupakan hal yang absurd dan inkonstitusional.
"Kalau diluar konteks pemilu, silakan saja. Tapi mengenai hasil pemilu hanya dapat diajukan ke MK dan Bawaslu," jelasnya, seperti dikutip dalam Koran Tempo edisi Jumat, 23 Februari 2024.
4. Herdiansyah Hamzah: Hak Angket Perlu Didukung
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan bahwa hak angket tidak akan bisa membatalkan hasil pemilu. Sebab, kewenangan pembatalan hasil pemillu dan pengusutan kecurangannya merupakan hak MK dan Bawaslu.
Meski begitu, Herdiansyah menilai hak angket perlu didukung sebagai fungsi pengawasan dari DPR.
Ia juga menyebut bahwa penggunaan hak angket ini bisa saja berujung pada pemakzulan Presiden Jokowi, namun pada prosesnya ada tantangan yang harus dihadapi.
Herdiansyah menjelaskan proses pemakzulan hanya bisa dilakukan dalam tahap hak menyatakan pendapat. Tahap ini memerlukan 2/3 suara dari total anggota DPR yang berjumlah 575 orang.
Ia menyebut kubu 01 & 03 belum menjamin batas suara tersebut.
"Paling tidak ada 384 suara yang setuju. Namun gabungan 01 & 03 hanya 314 suara," ujar Herdiansyah, sebagaimana dikutip dari Koran Tempo edisi Jum'at, 23 Februari 2024.
5. Mahfud MD: Sangat Boleh Diajukan
Pakar hukum tata negara yang juga merupakan calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan bahwa DPR sangat boleh mengajukan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu 2024.
Ia pun membantah anggapan yang menyatakan bahwa kecurangan pemilu tak cocok diselidiki menggunakan hak angket.
"Kalau bolehnya sangat-sangat boleh. Ini kan sekarang seakan disebarkan pembicaraan juru bicara- juru bicara untuk mengatakan angket itu tidak cocok, siapa bilang tidak cocok," kata Mahfud melalui keterangan tertulis pada Ahad, 25 Februari 2024.
Namun, Mahfud menyebutkan hak angket tak bisa mengubah keputusan Komisi Pemilihan Umum dan MK soal hasil Pemilu. Hak angket dapat digunakan untuk menilai kebijakan-kebijakan pemerintah dalam Pemilu.
SUKMASARI | KORAN TEMPO | HAN REVANDA PUTRA | ADIL AL HASAN | ANNISA FEBIOLA
Pilihan editor: Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Hasil Pemilu 2024 dan Hak Angket DPR