Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Perubahan Perundang-undangan Berujung Gugatan

Sejumlah pakar hukum tata negara menyatakan akan menggugat hasil revisi UU PPP. Dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi soal cacat hukum omnibus law UU Cipta Kerja.

10 Februari 2022 | 00.00 WIB

Aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, 7 Februari 2022. ANTARA/Muhammad Adimaja
Perbesar
Aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, 7 Februari 2022. ANTARA/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Sejumlah ahli hukum tata negara bersiap menggugat hasil revisi UU PPP.

  • Revisi UU PPP dinilai sekadar menyelamatkan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

  • DPR menyatakan revisi UU PPP semata bertujuan menyederhanakan regulasi.

JAKARTA – Sejumlah akademikus lintas kampus mengkritik langkah Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-Undang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan (revisi UU PPP). Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, yakin akan ada banyak orang dan kelompok yang mengajukan gugatan jika parlemen ngotot mengubah undang-undang tersebut. "Akan kami permasalahkan lewat uji di Mahkamah Konstitusi," kata dia kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Feri mengatakan perubahan Undang-Undang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan tidak boleh dilakukan hanya untuk mengakomodasi kepentingan Undang-Undang Cipta Kerja setelah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Langkah tersebut, dia melanjutkan, berarti DPR melakukan upaya terbuka untuk mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Feri, tak satu pun putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Cipta Kerja yang memerintahkan perubahan UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan. MK memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja agar sesuai dengan aturan yang berlaku dalam UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan. "Memperbaiki Undang-Undang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan sama dengan menghalalkan Undang-Undang Cipta Kerja agar terlihat benar," ujarnya.

Unjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta, 7 Februari 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Selasa lalu, DPR menyepakati revisi UU PPP sebagai usul inisiatif Dewan lewat rapat paripurna. Dari semua fraksi di DPR, hanya Partai Keadilan Sejahtera yang menolak dengan alasan perlu pencermatan mendalam.

Ada 15 poin yang akan diubah dalam UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan. Sebagian besarnya terkait dengan metode omnibus dalam pembuatan undang-undang. Sebelumnya, Badan Keahlian DPR menggelar tur virtual untuk menjaring pendapat para akademikus. Dari Lampung, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, hingga Makassar. Namun sebagian narasumber bukan merupakan pakar hukum tata negara.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Indra Perwira, mengatakan road show DPR ke kampus-kampus itu hanya formalitas. Indra diundang dalam kluster diskusi Bandung, tapi ia menolak hadir. Sejak awal, ia menduga DPR akan tetap mengusulkan revisi UU PPP meski banyak pihak yang menentang. Saat ini, dia melanjutkan, pembahasan revisi UU PPP tidak perlu diprotes. "Tunggu sampai disahkan. Toh, ada mekanisme judicial review di MK," kata dia.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Herlambang P. Wiratraman, menilai DPR memaksakan perubahan UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan demi melegitimasi UU Cipta Kerja. Menurut dia, saat ini tidak ada urgensi untuk merevisi UU PPP.

Herlambang menilai perlu ada diskusi lebih dalam mengenai revisi UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan dengan mempertimbangkan desain hukum progresif. "Jadi, tidak sekadar menguntungkan partisipasi politik yang sebenarnya semu atau sifatnya justru melegitimasi kepentingan yang bertolak belakang dengan konstitusi," ujarnya.

Undang-Undang Cipta Kerja menjadi aturan pertama dalam aturan hukum di Indonesia yang dibahas dengan metode omnibus law. November lalu, Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan tersebut karena prosesnya tak transparan. Selain itu, sistem perundang-undangan di Indonesia tidak mengenal metode omnibus.

Guru besar Fakultas Hukum Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, menilai mau tidak mau Undang-Undang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan perlu diubah untuk memasukkan metode omnibus. Namun revisi UU PPP harus mengatur limitasi dalam penggunaan metode tersebut. "Metode omnibus tidak hanya mengandung kemanfaatan, tapi juga kelemahan," ucapnya. Dia meminta DPR juga mengelaborasi sejauh mana mudarat penggunaan omnibus. "Jangan langsung klaim manfaatnya lebih besar."

Jika revisi UU Peraturan Pembentukan Perundang-undangan rampung, dia melanjutkan, perubahan hukum mesti berlaku ke depan. "Kalau berlaku surut untuk memperbaiki omnibus law, akan ada gejolak," ujar dia. Susi juga diundang dalam diskusi virtual revisi UU PPP. Namun dia menolak karena merasa proses ini gegabah dan menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi.

Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, membantah tudingan bahwa revisi UU PPP bertujuan mengakomodasi kepentingan UU Cipta Kerja. Menurut dia, tujuan DPR dan pemerintah mengatur soal omnibus dalam UU PPP semata adalah menyederhanakan regulasi sesuai dengan visi pemerintah.

Supratman memastikan pembahasan revisi UU PPP dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai kalangan. Selama pembahasan, ia berjanji akan mengundang banyak pemangku kepentingan untuk dimintai masukan. "Semua stakeholder akan diundang panitia kerja," ujar dia.

MAYA AYU PUSPITASARI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus