Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyelundupan Pasal Kretek
Dewan Perwakilan Rakyat diam-diam memasukkan pasal mengenai kretek ke draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Dengan masuknya pasal ini, rokok kretek akan dilindungi sebagai warisan kebudayaan. Pasal itu diduga diselundupkan dalam pembahasan di Badan Legislasi DPR.
Dalam draf, kretek tradisional masuk ayat l pasal 37 tentang penghargaan, pengakuan, dan perlindungan sejarah serta warisan budaya. Penjelasan pasal kretek ini ada dalam pasal 49. Karena kretek merupakan warisan budaya, pemerintah diminta membuat inventarisasi dan dokumentasi; memfasilitasi pengembangan kretek tradisional; serta mensosialisasi, mempublikasikan, dan mempromosikan kretek tradisional. Pemerintah juga wajib membuat festival kretek tradisional dan melindunginya.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi NasDem, Taufiqul Hadi, mengatakan kretek dimasukkan ke draf karena sifatnya yang unik. "Tidak ada di dunia lain tradisi meramu tembakau dengan cengkeh kecuali di Indonesia," katanya. Taufiq pun mengakui ikut memasukkan pasal kretek.
Komisi Nasional Pengendalian Tembakau bereaksi. "Mengapa mesti kretek? Keris saja tidak dimasukkan. Kenapa pula disebut khusus sebagai salah satu warisan budaya?" ujar Kartono Mohamad, penasihat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau. Menurut dia, pasal kretek membuat pemerintah mempromosikan hal yang membahayakan publik dan tak mempertimbangkan aspek kesehatan rakyat. "Para penyelundup pasal kretek ini tidak peduli bahwa tembakau untuk kretek itu 60 persen impor."
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menolak pasal kretek. "Seluruh dunia tahu merokok itu merusak kesehatan. Apalagi kalau sampai ada anak sekolah merokok. Jelas kami tidak setuju," katanya. L
Kontroversi Budaya Kretek
FORUM harmonisasi draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan oleh Komisi Kebudayaan bersama Badan Legislasi DPR menjadi pintu masuk pasal kretek. Sebelumnya, dalam pembahasan internal Komisi, tak disinggung pasal itu. Beginilah perjalanan RUU Kebudayaan.
1985
Pemerintah memasukkan draf RUU Kebudayaan. Berulang kali draf mengalami perubahan. Tapi DPR disebut tak pernah memasukkannya ke Program Legislasi Nasional.
2014
Komisi Kebudayaan mengusulkan RUU Kebudayaan sebagai inisiatif DPR.
September 2014
Asosiasi Antropologi Indonesia menolak RUU Kebudayaan.
Awal 2015
RUU Kebudayaan dimasukkan ke daftar prioritas Program Legislasi Nasional.
Januari-Mei 2015
Komisi X mulai membahas draf RUU Kebudayaan.
Juli 2015
Para seniman yang tergabung dalam Koalisi Seni meminta DPR menangguhkan pembahasan draf RUU Kebudayaan.
Juni-September 2015
Proses harmonisasi draf dengan Badan Legislasi DPR. Badan Legislasi meminta pasal kretek tradisional dimasukkan sebagai warisan budaya Indonesia.
September 2015
Draf RUU Kebudayaan diserahkan ke Badan Musyawarah DPR. Dari Badan Musyawarah, akan menunggu giliran untuk diserahkan ke paripurna DPR. Paripurna yang akan memutuskan apakah RUU Kebudayaan layak dibahas dengan pemerintah.
Gayus Pindah Penjara
TERPIDANA 30 tahun dalam perkara penggelapan pajak dan pencucian uang Gayus Tambunan dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, ke penjara di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Selasa pekan lalu.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Edi Kurniadi mengatakan pemindahan itu bentuk hukuman karena Gayus keluyuran di luar izin yang diberikan. Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, penjara Gunung Sindur dipilih karena memiliki sistem pengamanan yang ketat. Penjara khusus untuk bandar narkotik itu dibangun dengan sistem pengamanan berlapis.
Sanksi itu muncul setelah foto Gayus sedang makan di sebuah restoran beredar di media sosial. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu diketahui mendatangi sebuah restoran daerah di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, setelah menghadiri sidang perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Utara. Ada empat petugas yang mengawal Gayus, masing-masing dua dari kepolisian dan petugas Sukamiskin.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat Agus Toyib mengatakan para petugas dari lembaga pemasyarakatan tersebut terancam mendapat sanksi berupa penurunan gaji, penundaan kenaikan pangkat, hingga diberhentikan. "Ini kasusnya berat," kata Agus. L
Berkas Abraham Samad Dilimpahkan
KEPOLISIAN Daerah Sulawesi Selatan dan Barat melimpahkan berkas perkara Abraham Samad ke Kejaksaan Negeri Makassar pada Selasa pekan lalu. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif ini dituduh memalsukan dokumen kependudukan kartu keluarga dengan menyisipkan nama Feriyani Lim.
Namun anggota tim kuasa hukum Abraham, Abdul Azis, mempertanyakan penambahan pasal yang menjerat kliennya. Awalnya Abraham dijerat dengan Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsider Pasal 266 KUHP dan Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Belakangan, muncul Pasal 263 KUHP dan Pasal 94 dan 96 Undang-Undang Administrasi Kependudukan.
Abdul mengatakan penambahan pasal itu tidak pernah disampaikan penyidik ke Abraham ataupun tim kuasa hukum. Menurut dia, mereka baru mengetahui ada pasal baru saat menerima panggilan pelimpahan tahap kedua. Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Deddy Suwardy Surachman mengatakan akan segera menggelar perkara ini. l
Krisis Hakim Mulai Mengkhawatirkan
KETERBATASAN jumlah hakim di lembaga peradilan mulai mengkhawatirkan. Menurut Ketua Divisi Riset Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Dio Ashar Wicaksana, ancaman krisis hakim terjadi karena Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tak mengajukan alokasi dana seleksi dan pendidikan calon hakim dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Kedua lembaga ini dinilai justru sibuk menambah anggaran peningkatan sarana dan prasarana yang dianggap kurang penting. "Sekarang benar-benar menjelang krisis hakim," kata Dio, Senin pekan lalu.
Mahkamah Agung menghentikan rekrutmen hakim sejak 2010. Padahal calon hakim setiap tahun mencapai 350 orang. Berdasarkan data Badan Peradilan Umum MA, jumlah hakim tingkat pertama saat ini 3.014 orang. Mereka harus menangani 142.333 perkara per tahun. Jumlah tersebut masih harus dikurangi 61 hakim yang menjalani masa pendidikan dan pelatihan, 39 hakim yang terkena sanksi "non-palu", serta hakim yang dipromosikan ke pengadilan tinggi dan pensiun atau meninggal.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan rekrutmen hakim tingkat pertama pada tahun ini. Namun perintah ini bak bola pingpong di antara dua lembaga yang berwenang mengurusnya. Komisi Yudisial berkukuh ingin ikut dalam proses seleksi sesuai dengan amanat undang-undang peradilan. Sedangkan Mahkamah Agung, melalui Ikatan Hakim Indonesia, justru mengajukan uji materi UU Peradilan untuk menggugurkan kewenangan tersebut. l
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo