Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJUMLAH kalangan mengecam represi terhadap pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang mengkritik Presiden Joko Widodo sebagai raja pembual atau the king of lip service. Salah satu tekanan itu justru datang dari rektorat Universitas Indonesia, yang memeriksa pengurus BEM. “Tindakan itu berlebihan,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto, Senin, 28 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahad, 27 Juni lalu, BEM UI melalui akun media sosial mengunggah janji-janji yang tidak dipenuhi Jokowi selama menjadi presiden. Misalnya janji menguatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang tidak terbukti sama sekali. Setelah unggahan itu muncul, terjadi peretasan terhadap sejumlah pengurus BEM UI. Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik Universitas Indonesia Amelita Lusia menyatakan kritik itu tak tepat karena merendahkan presiden sebagai simbol negara.
Baca: Manuver Istana untuk Tiga Periode Jokowi
Sigit menyatakan presiden bukanlah simbol negara. Dalam undang-undang, simbol negara adalah bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, dan bahasa Indonesia. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menilai UI dalam beberapa tahun terakhir rajin membela penguasa melalui berbagai pembungkaman terhadap kritik mahasiswanya. Sebelumnya, diskusi BEM UI tentang rasialisme di Papua juga dipersoalkan oleh kampus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Jokowi menilai kritik tersebut sebagai bentuk ekspresi mahasiswa. Ia meminta kampus tak menghalangi mahasiswa berekspresi. “Tapi juga ingat kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan,” ujar Jokowi. Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Rivanlee Anandar menilai pernyataan Jokowi tak menjawab permasalahan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Pendukung Calon Bupati Yalimo Rusuh
PENDUKUNG calon Bupati-Wakil Bupati Yalimo, Papua, Erdi Dabi-John Will, mengamuk pada Selasa, 29 Juni lalu, setelah jagoannya didiskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi. Mereka membakar delapan kantor pemerintah, di antaranya Badan Pengawas Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yalimo, serta sejumlah rumah toko. “Kami mengirimkan dua satuan setingkat peleton untuk mengantisipasi kejadian berulang,” ujar Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Mathius D. Fakhiri, Selasa, 29 Juni lalu.
Akibat kerusuhan ini, sebanyak 1.146 warga Yalimo mengungsi. Komandan Komando Distrik Militer 1702/Jayawijaya Letnan Kolonel Arif Budi Situmeang menyatakan tentara dan kepolisian akan melindungi penduduk setempat agar mau kembali. “Kami berupaya melakukan pemulihan di sana serta mendata ruko dan kios yang dibakar massa,” ucap Arif.
Catatan HAM di Hari Bhayangkara
Petugas kepolisian terlibat bentrok dengan pengunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, 4 November 2016. TEMPO/Subekti
KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat 651 kasus kekerasan yang diduga melibatkan Kepolisian RI sepanjang Juni 2020 hingga Mei 2021 di tengah pandemi Covid-19. Sebanyak 399 kasus terjadi di tingkat kepolisian resor, 135 kasus di tingkat kepolisian daerah, dan 117 kasus di tingkat kepolisian sektor. “Polres masih jadi aktor dominan dari kekerasan yang dilakukan institusi kepolisian,” ujar anggota Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras, Rozy Brilian, Rabu, 30 Juni lalu.
Kontras juga mencatat, 13 orang meninggal dan 98 orang terluka akibat penembakan oleh polisi. Rozy menilai kondisi itu juga disebabkan oleh minimnya evaluasi penggunaan senjata api di kepolisian. Saat berpidato dalam upacara hari ulang tahun ke-75 Bhayangkara pada 1 Juli lalu, Presiden Joko Widodo meminta polisi presisi dalam menegakkan hukum. “Negara ini menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,” katanya.
Baca: Serangan Kedua dari Delta
7 Bocah Tersangka Perusakan Makam
Babinsa dan Babinkamtibmas membantu warga merapikan kuburan yang dirusak di pemakaman Cemoro Kembar, Pasar Kliwon, Jawa Tengah, 23 Juni 2021. TEMPO/Bram Selo
KEPOLISIAN Resor Kota Surakarta menetapkan tujuh anak sebagai tersangka kasus perusakan nisan umat kristiani di Tempat Pemakaman Umum Cemoro Kembar, Kelurahan Mojo, Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah. “Tim penyidik menetapkan tujuh anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagai tersangka,” kata Kepala Polresta Surakarta Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak, Kamis, 1 Juli lalu.
Perusakan 12 nisan di TPU Cemoro Kembar terjadi pada Rabu, 16 Juni lalu, sekitar pukul 15.00 WIB oleh murid lembaga pendidikan kuttab di daerah itu. Menurut Ade, motivasi mereka merusak makam bervariasi, yakni hanya main-main dan ada pula yang sengaja.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti meminta polisi mengusut orang dewasa yang menggerakkan anak-anak itu. “Tidak mungkin anak memiliki ide sendiri untuk merusak makam,” ucap Retno.
Kapal Yunice Tenggelam di Selat Bali
Serpihan dari kapal ferry KMP Yunicee yang tenggelam di posko pencarian di Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, 30 Juni 2021. TEMPO/Johannes P. Christo
KAPAL motor penyeberangan Yunice tenggelam di Perairan Gilimanuk, Bali, Selasa, 29 Juni lalu. Kepala Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan Tanjungwangi Banyuwangi, Benyamin Ginting, mengatakan kapal dengan rute Ketapang-Gilimanuk tersebut terseret arus dan mengalami kemiringan hingga terbalik pada pukul 19.20 Wita. “Kapal saat itu sedang antre sandar di Pelabuhan ASDP Gilimanuk,” ujar Benyamin.
Menurut Kepala Badan SAR Nasional Bali, Gede Darmada, manifes kapal menunjukkan ada 57 orang di Yunice, yaitu 41 penumpang, 13 orang anak buah kapal, dan 3 petugas kantin. Namun hingga Rabu, 30 Juni lalu, jumlah korban selamat ataupun meninggal yang dievakuasi sebanyak 59 orang. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan data manifes.
Baca: Siasat Firli Bahuri di KPK, dari Dugaan Menekan Pimpinan Lain Hingga Bocornya Kasus
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo