Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Willy Aditya, mengatakan hingga saat ini pembahasan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih terhambat persoalan lembaga pengelola. Menurut dia, DPR dan pemerintah belum mencapai titik temu, yaitu siapa yang akan mengelola lembaga independen data pribadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemerintah menginginkan lembaga itu berada di bawah kementerian, tapi DPR tidak ingin itu. Tarik menarik itu yang terjadi,” ujar dia dalam diskusi virtual Forum Legislasi Publik, Kamis sore, 24 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Willy menjelaskan bahwa benchmarking dari RUU PDP menggunakan General Data Protection Regulation (GDPR) yang harus dilihat oleh pembuat UU yaitu DPR. Dan GDPR menyebutkan memang harus ada lembaga independen yang mengelola data pribadi.
Willy memastikan hanya pasal soal lembaga ini saja yang belum selesai dibahasa. “Jadi harus ada lembaga kredibel yang menjadi otoritas pengelola data. Itu saja poin krusialnya,” tutur dia.
Willy yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem itu mengatakan bahwa tidak ada satu pun UU bisa diaplikasikan jika pemerintah tidak mau. “Jadi, not only legislatif but also the government executive side, ini penting,” katanya.
Sementara Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengkiritik kinerja DPR berkaitan dengan legislasi. Dia menilai para wakil rakyat seperti pilih-pilih dalam membuat aturan, karena legislasi yang dibutuhkan publik tidak didahulukan, khususnya soal RUU PDP.
“Kalau kita lihat, DPR kita ini ironi, karena lebih menunjukkan diri mereka sebagai wakil partai politik bukan wakil rakyat,” katanya dalam diskusi yang sama.
Lucius menjelaskan dalam dua tahun terakhir, RUU yang didahulukan justru lebih mengupayakan prioritas pemerintah, bukan RUU yang menyentuh masyarakat seperti data pribadi. Bahkan, kata dia, seolah-olah DPR ingin melayani pemerintah, RUU seberat apapun bisa dikerjakan dengan cepat, seperti Cipta Kerja dan Ibu Kota Negara (IKN).