ASAP tebal masih mengepul dari kawah Gunung Bromo. Sejak awal
bulan lalu gunung setinggi 2.329 meter, 40 km sebelah barat daya
Probolinggo Jawa Timur ini meletus. Getarannya terasa sampai 5
km dari kawah. Bersamaan dengan letusan itu menyembul pula
bunga-bunga api membakar hutan pinus di Pegunungan Batok yang
berhadapan dengan Bromo.
Kawah Bromo gampang dilongok wisatawan. Pemda Probolinggo
membuat tangga beton dari kaki sampai ke puncak gunung.
Sehari-hari, sebelum meletus, dari kawah selalu tercium bau
belerang sementara kepulan asap keluar perlahan-lahan .
Orang-orang Tengger biasa menuruni kawah sampai ke bibir sebuah
lubang yang disebut sumuran. Terutama pada upacara adat Tengger
yang disebut kasodo. Di bulan Maulud penduduk Tengger
melemparkan sedekah dari puncak Bromo ke kawah yang lebarnya tak
kurang dari 600 meter itu.
2 Juni lalu letusan besar terdengar. Hari-hari berikutnya,
setiap 3 menit, hanya terdengar batuk-batuk kecil saja. Korban
manusia, alhamdullilah, sampai akhir pekan lalu tidak ditemukan
tim dokter yang dipersiapkan Bupati Probolinggo. Penduduk Desa
Ngadisari, yang hanya dipisahkan oleh padang pasir sejauh 3 km
dari Bromo, memang tampak tenang-tenang saja.
Bromo meletus setelah hampir 20 tahun diam. Menurut catatan
Bromo pernah meletus pada 1804, 1915, 1948 dan 1962. Dan selama
ini tidak menimbulkan dongengan di kalangan orang Tengger. "Kami
tidak punya kepercayaan tertentu. Yah, barangkali sudah waktunya
meletus," kata Sudja'i, Ketua Adat Tengger.
Satu hal yang bisa ditandai penduduk ialah biasanya
letusan-letusan Bromo akan berhenti dengan sendirinya setelah
jangka waktu 1 bulan. Hal ini juga dikatakan Ka Humas
Probolinggo, Suhartono "26 Juni, misalnya, tinggal terdengar 2
letusan. Itu pun tidak berarti." Padahal hari-hari sebelumnya
Bromo batuk setiap 3 menit. Semburan apinya juga tinggal
setinggi 800 meter--sebelumnya mencapai 1.200 meter.
Yang jelas meletusnya tidak terduga sama sekali. "Selama ini
kami memang tidak mengawasinya," kata Suhartono. Karena itu
bupati lantas mengusulkan agar Bromo sekarang diawasi. Sebab,
selain penduduk sekitarnya cukup paciat, gunung ini juga sering
dikunjungi wisatawan. Ngadisari saja dihuni 1.276 jiwa.
Wisatawan asing yang datang sekitar 4.000 orang setahun. Belum
lagi turis domestik .
Dengan letusan kecilnya tersebut Bromo seolah-olah hendak
nlengundang turis lebih banyak. Memang benar. Orang
berbondong-bondong ke sana meski hanya diizinkan sampai di Hotel
Bromo Permai. Hotel ini menghadap ke hamparan padang pasir yang
membatasi sang gunung. Dari sini dapat disaksikan keindahan
permainan gunung yang sedang agak murka.
Umumnya penduduk sekitar gunung memang adem-ayem saja. Beberapa
di antaranya malah mengendarai kuda di kawasan berbahaya.
Dua-tiga orang wanita asyik mencari rumput tanpa menghiraukan
letusan kecil di dekat mereka. Yang repot penduduk sebelah
selatan gunung. Selama ini mereka biasa jualbeli hasil bumi ke
Ngadisari, di sebelah utara, lewat padang pasir. Kini mereka
harus jalan keliling, karena padang pasir ditutup sementara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini