WAKTU akan menyembuhkan segalanya, kata seorang arif. Lalu, apakah sang waktu - setelah 25 tahun - telah menyembuhkan luka-luka bangsa kita yang tertoreh oleh peristiwa G30S-PKI? Apakah trauma seperempat abad silam itu mulai teratasi? Mungkin sudah, meski hantu PKI tampaknya masih saja terus hidup dan gentayangan, sebagian mungkin karena masih sangat kuatnya kewaspadaan kita. Tanda-tanda ke arah pulihnya luka itu telah lama tampak dan dari tahun ke tahun makin jelas. Salah satunya: mulai berkurangnya pemakaian istilah "bahaya laten komunis" oleh banyak pejabat kita belakangan ini. Mungkin, ambruknya sistem sosialisme di Eropa Timur punya pengaruh pada sikap itu. Mungkin pula hal itu disebabkan karena makin kuatnya keyakinan bahwa ketahanan nasional serta keberhasilan pembangunan nasional akan makin mengikis habis akar-akar paham komunis di negeri ini. Memang, beberapa tahun terakhir ini muncul kekhawatiran di antara aparat keamanan, jangan-jangan akan muncul kelompok "komunis muda" di kalangan pemuda/mahasiswa kita. Soalnya, buku-buku Marxisme secara gelap (karena dilarang beredar) mereka baca dan diskusikan. Ada yang kemudian ditangkap dan diadili dengan tuduhan subversif, seperti dalam kasus Bambang Isti Nugroho dari Yogyakarta. Keputusan pemerintah, buat pertama kali, untuk memberikan hak pilih kepada para eks tahanan politik golongan A dalam Pemilu 1992 - setelah melalui penelitian -- menunjukkan pula, goresan luka itu mulai sembuh. Pemulihan hubungan diplomatik dengan RRC setelah 23 tahun dibekukan - karena RRC dianggap terlibat secara tidak langsung dengan G30S-PKI--memperkuat pula kesimpulan itu. Peristiwa G30S-PKI memang telah dalam menoreh tubuh kita. Arah kehidupan sosial-politik ban~sa kita telah terjungkir balik dan beralih arah. Sekitar 1,4 juta orang telah dinyatakan "paria" dengan dikategorikan sebagai eks tapol golongan A, B, dan C. Berapa banyak keluarga yang tercerai-berai oleh tragedi tersebut? Memang, masih banyak yang belum kita ketahui tentang kudeta berdarah PKI itu. Di luar negeri pun masih teru bermunculan data dan teori baru. Enam tahun silam, misalnya, muncul tulisan Peter Dale Scott dari Universitas California di Berkeley, yang membahas G30S-PKI--terjemahan makalah ini Agustus silam dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung. Lalu Mei lalu wartawati kantor berita State News Services, AS, Kathy Kadane, menggegerkan dengan menuding CIA ikut bertanggung jawab atas tewasnya ribuan anggota PKI, karena pada 1965 mereka memberikan daftar nama tokoh PKI pada aparat keamanan Indonesia. Sebelumnya, sejarawan H.W. Brands menulis pula di Journal of American History, Desember 1989, yang menyimpulkan bahwa dinas rahasia AS CIA, tak terlibat dalam kudeta itu. Brands mendasari kesimpulannya dengan meneliti dokumen-dokumen CIA dan laporan Kedubes AS di Jakarta sekitar 1965-1966. Bahan-bahan itu, sesuai dengan undangundang di AS, telah dideklasifikasikan (boleh disiarkan) setelah 10 tahun. Dokumen dokumen itu ternyata tersimpan rapi di Perpustakaan Lyndon Johnson, bekas Presiden AS. Memang banyak hal yang menarik di sana. Tentu, tak semuanya enak untuk dibaca. Namun, harus diingat, belum tentu apa yang tercantum di dalamnya bisa dipercaya karena ternyata banyak laporan yang didasarkan hanya pada kabar angin belaka. Apakah dokumen-dokumen itu bisa mengungkap lebih dalam latar belakang peristiwa G30S-PKI~ Sebab, hingga kini memang banyak pertanyaan yang menggantung di seputar peristiwa itu. Mengapa, misalnya, PKI yan~ pernah disebut sebagai partai komunis terkuat di dunia - di luar blok komunis-- bisa ambruk begitu cepat? Seberapa jauh keterlibatan RRC dalam kudeta itu? Berapa sebenarnya jumlah korban yang tewas dalam tragedi tersebut? Kami mencoba menjawab sebagian pertanyaan itu dalam 12 halaman Laporan Utama nomor ini. Bagian I, halaman 26-28, yang mengutip sebagian dokumen CIA, mencoba melihat bagaimana kedubes AS di Jakarta waktu itu melihat peristiwa tersebut. Bagian II mencoba mengangkat kembali hari-hari berdarah saat PKI diganyang massa. Lalu, pertanyaan mengapa PKI cepat ambruk dicoba dijawab dalam bagian III. Bagian IV, di hal~am~an ~34-~~36, m~~~~embahas keterlibatan RRC dalam kudeea itu. Ada dua boks yang kami suguhkan. Salah satunya tentang adanya beberapa versi dan sudut pandang mengenai G30S, agar Anda--terutama dari generasi muda--bisa menangkap adanya kontroversi, yang hingga kini masih berlangsung. Dua kolom, dari Budiman S. ~Hartoyo dan ~Mohamad Sobary, melengkapi Laporan Utama ini. Tentu, tak semua hal yang semula masih gelap akan tersingkap. Tapi sang waktu mungkin nanti tidak akan cuma menyembuhkan. Bisa jadi kelak ia akan mengungkapkan. Susanto Pudjomartono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini