Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH sidang berbulan-bulan, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menjatuhkan sanksi terhadap 90 pegawai yang melakukan pungutan liar atau pungli di Rumah Tahanan atau Rutan KPK. Pemberian hukuman merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan 78 pegawai yang mendapat sanksi berat diminta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik serta direkomendasikan diberhentikan sebagai pegawai negeri. “Aturannya begitu untuk pegawai negeri,” ujar Tumpak di gedung KPK, Kamis, 15 Februari 2024.
Adapun 12 pegawai lain dihukum oleh Sekretariat Jenderal KPK karena mereka melakukan pungli lebih dulu sebelum Dewan Pengawas KPK dibentuk pada 2019. Anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho, mengatakan permintaan maaf pelaku direkam lalu disiarkan melalui stasiun televisi milik KPK. Menurut dia, sanksi ini untuk memberi efek jera agar pegawai lain tak berbuat hal serupa.
Pungli di dalam Rutan KPK terjadi sejak 2016. Dua tahun kemudian, aktivitas pungli berjalan lebih rapi. Indikasinya, ada pengurus pungli dan rentang tarif. Pengurus pungli terdiri atas koordinator dan sembilan “lurah” yang bertugas memungut uang. Setelah uang hasil pungli terkumpul, para “lurah” membagikannya kepada pegawai tahanan.
Mereka menarik tarif untuk berbagai keperluan tahanan. Salah satunya penggunaan telepon seluler. Untuk memasukkan alat komunikasi yang dilarang di penjara, kata Tumpak, tahanan menyerahkan pelicin Rp 10-20 juta. “Setelah itu setiap bulan bayar Rp 5 juta agar bebas memakai ponsel,” ucap Tumpak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik Putusan Sela Anwar Usman
Anwar Usman saat memberikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta, November 2023. Tempo/Subekti
PUTUSAN sela Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang menolak permohonan intervensi atas gugatan Anwar Usman terhadap Mahkamah Konstitusi menuai polemik. Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, mengatakan permohonan itu sebetulnya untuk menguatkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memecat Anwar sebagai Ketua MK. “Kami ingin putusan MKMK tetap berlaku,” tutur Petrus, Rabu, 14 Februari 2024.
Anwar menggugat putusan MKMK yang memecat dia sebagai Ketua MK karena dinyatakan melanggar etik. Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Herlambang Perdana Wiratraman, mengatakan hakim seharusnya menerima intervensi itu. Dalam persidangan, kata dia, hakim dapat memeriksa orang yang mengajukan intervensi serta menanyakan argumentasi dan kepentingannya. “Prosesnya perlu dikawal,” ujarnya.
Ribuan Korban Pemilihan Serentak
Pemeriksaan kondisi seorang Petugas KPPS yang menjalani perawatan di ruang rawat inap Puskesmas Telaga, Gorontalo, Gorontalo, 15 Februari 2024. Antara/Adiwinata Solihin
KETUA Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy'ari mencatat jumlah penyelenggara pemilu ad hoc meninggal sebanyak 35 orang hingga Jumat, 16 Februari 2024. Sedangkan petugas yang sakit dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 sebanyak 3.909 orang. Mereka adalah petugas panitia pemungutan suara, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara, petugas panitia pemilihan kecamatan, dan petugas perlindungan masyarakat atau linmas.
Penyelenggara meninggal tersebar di Jawa Tengah sebanyak 7 orang, Jawa Timur 7 orang, Jawa Barat 6 orang, DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan masing-masing 2 orang, dan berbagai tempat lain. Di Jakarta, pemerintah memberikan santunan kepada keluarga petugas yang meninggal.
Ferdy Sambo Digugat Perdata
Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Januari 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W
ORANG TUA Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua menggugat perdata Ferdy Sambo dan terpidana lain pembunuh anaknya Rp 7,5 miliar ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 13 Februari 2024. Presiden, Menteri Keuangan, dan Kepala Kepolisian RI turut menjadi tergugat.
Kuasa hukum orang tua Brigadir Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, mengatakan alasan kliennya menggugat lantaran ketidakjelasan status barang bukti milik korban, seperti baju dinas kepolisian, pin emas Kapolri, laptop, telepon seluler, dan uang karier Brigadir Yosua sampai pensiun 30 tahun ke depan. “Mereka wajib mengganti rugi,” kata Kamaruddin.
Kriminalisasi Film Dirty Vote
DEWAN Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (Foksi) melaporkan pemeran film dokumenter Dirty Vote, yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, serta sutradara Dandhy Laksono ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Selasa, 13 Februari 2024. Ketua Umum Foksi M. Natsir Sahib menganggap film Dirty Vote membuat kegaduhan pada masa tenang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 serta menyudutkan salah satu pasangan calon presiden.
Di hadapan peserta diskusi yang terdiri atas para pakar hukum tata negara dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menanggapi kasus itu. “Ini bagian dari konsekuensi yang sudah kami hitung dan pikirkan,” katanya. “Saya cuma berharap teman-teman sejawat di sini ataupun dosen, kunjungilah kalau kami ditahan nanti.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo