Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta-Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Gede Suratha, mengatakan perdagangan blangko kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) banyak dimanfaatkan pelaku pembuat dokumen palsu. Kementerian, lembaga, hingga instansi nonpemerintahan diminta waspada terhadap potensi tersebut.
"Makanya penggunaan alat baca (card reader) dan penggunaan hak akses ke data center kependudukan untuk menguji keabsahan data dalam dokumen sangat disarankan," kata dia saat dihubungi Tempo, Ahad, 9 Desember 2018.
Baca: Kasus Blangko E-KTP, Kemendagri: Tak Ada Kebocoran Data ...
Gede menuturkan pemerintah sudah menyediakan fasilitas alat baca dan menawarkan kerja sama untuk mengakses data sejak 2011. Sayangnya, ujar dia, tak banyak instansi yang memanfaatkan.
"Sebelum itu belum merasa penting. Setelah data kependudukan dipercaya baru berlomba minta hak akses," ujarnya. Hak akses tersebut diberikan sebelah meneken perjanjian kerja sama dengan Kemendagri.
Simak: Penjualan Blangko e-KTP Palsu di Tokopedia Sudah Diblokir
Gede berujar baru dalam dua tahun terakhir sejumlah instansi merespons saran tersebut. Hingga 21 November 2018, terdapat 1.130 kementerian dan lembaga yang memanfaatkan data kependudukan. Penggunanya naik dari 727 kementerian dan lembaga pada 2017. Sepanjang 2016, jumlah pengakses data hanya mencapai 104 kementerian dan lembaga.
Belakangan terungkap kasus perdagangan blangko E-KTP di pasar dan secara online. Kemendagri menemukan blangko kartu identitas dijual di Tokopedia dan Pasar Pramuka. Setelah diselidiki, motif penjualan via daring ternyata hanya iseng semata. Sedangkan penjualan di Pasar Pramuka masih didalami kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini