Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Satu Saksi Beda Ciri

Polisi melansir sketsa pria yang diduga menyerang Novel Baswedan dengan air keras. Berbeda dengan keterangan saksi.

7 Agustus 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA polisi merilis juga sketsa wajah orang yang diduga menyerang Novel Baswedan dengan air keras. Serangan pada 11 April 2017 subuh itu membuat penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut kehilangan penglihatannya. Rilis polisi itu pun dilakukan setelah Koran Tempo menayangkan sketsa serupa pada Senin pekan lalu.

Dua wajah yang berbeda. Di Koran Tempo, dengan bekal ciri-ciri dari para saksi di sekitar tempat penyerangan, desainer koran tersebut menggambar pelaku berbadan gempal dengan rambut ikal. Berbekal keterangan saksi yang sama, polisi menayangkan seorang laki-laki ceking dengan rambut keriting. "Dia diduga pelakunya," kata Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, setelah dipanggil Presiden Joko Widodo untuk membicarakan soal itu, pada Senin pekan lalu.

Tito beralasan ia merilis sketsa itu pekan lalu karena anak buahnya baru selesai membuatnya dua hari sebelumnya. Namun dalam sketsa yang disebar ke publik itu tertera dengan jelas sketsa dibuat pada 11 Juli lalu atau sekitar tiga pekan sebelum tayang.

Menurut Tito, sketsa itu dibuat berdasarkan keterangan saksi yang mengaku kepada polisi melihat wajah si pelaku lima menit sebelum menyerang Novel sehabis salat subuh di Masjid Jami Al-Ihsan, tak jauh dari rumah Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saksi itu adalah seorang tetangga Novel yang pulang salat paling awal karena sakit perut.

Ia melihat dua lelaki duduk di meja semen di perempatan dekat masjid. Seorang tak terlihat wajahnya karena memakai helm, seorang lagi berambut ikal, badannya pendek dan gempal. Dalam beberapa kali wawancara dengan Tempo, ia konsisten menyebut ciri-ciri itu karena mengaku masih mengingatnya secara jelas.

Dari gambar sketsa yang ditunjukkan Jenderal Tito, saksi kunci itu berprofesi sebagai pegawai bank. Padahal satu-satunya tetangga Novel yang melihat lelaki asing pada hari nahas itu bekerja sebagai pedagang. "Menurut saksi, pelakunya bukan Ahmad Lestaluhu," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono.

Ahmad merupakan satu dari empat orang yang sempat diperiksa polisi karena dicurigai menjadi salah satu pelaku penyiraman. Petugas satuan pengamanan di klub Classic itu terendus karena pernah berfoto dengan Hasan Hanusalela. Hasan, bersama Muhhlis Ohorela, adalah orang yang mengintai rumah Novel beberapa hari sebelum serangan.

Tiga laki-laki sekampung di Maluku Tengah itu dilepas karena polisi mempercayai alibi mereka. Termasuk alibi Ahmad Lestaluhu, yang mengaku sedang menonton televisi subuh itu. Di tempat kerjanya, Ahmad dipanggil Denis—kependekan dari "gede" dan "manis", yang merujuk pada badannya yang gempal.

Lain keterangan Argo, lain pula penjelasan tetangga Novel yang melihat laki-laki asing pada 11 April pagi itu. Ketika kepadanya disodorkan foto Ahmad Lestaluhu, ia mengatakan "kemiripannya 80-90 persen". Dialah, kata saksi ini, orang yang ia lihat duduk di bangku semen tak memakai helm. "Awalnya saksi mengatakan kemiripannya 100 persen dengan Lestaluhu," ujar Hafidz Baswedan, adik Novel.

Polisi mengaku sudah merampungkan dua sketsa wajah lain yang belum dipublikasikan. Salah satunya seorang laki-laki yang menanyakan baju gamis ke rumah Novel sepekan sebelum kejadian. Istri Novel memang berjualan gamis perempuan melalui Internet. "Berdasarkan keterangan dua saksi," kata Argo.

Kedua saksi ini adalah pekerja rumah tangga Novel dan seorang pengurus Masjid Al-Ihsan. Kepada Tempo, asisten rumah Novel mengatakan orang yang menanyakan gamis itu mirip Ahmad Lestaluhu. Pengurus masjid menguatkan orang yang ia lihat mondar-mandir di halaman masjid sebelum salat itu juga mirip Ahmad. "Rambut ikal dan agak gempal," ucapnya.

Ahmad Lestaluhu menyangkal keterangan-keterangan itu. Ia membantah menjadi penyerang Novel. Ia berdalih selama di Jakarta belum pernah menginjakkan kaki di Kelapa Gading. "Saya tidak tahu apa-apa dan semua tuduhan itu tidak benar," ujarnya.

Dari ranjangnya di Rumah Sakit Singapore General, Novel sangsi polisi bisa mengungkap penyerangnya. Ciri-ciri pelaku dalam sketsa, kata dia, jauh dari keterangan tetangganya. "Kalau cara kerjanya seperti itu, tak bakal terungkap," ujar mantan polisi berpangkat mayor ini. ANTON APRIANTO, FRANSISCO ROSARIANS, INGE KLARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus