TOH di tengah kesibukan itu Rudini menyediakan waktu untuk TEMPO. Berikut petikan dari wawancara tertulis dan lisan yang diberikan Senin pekan ini. Tindakan prioritas apa yang akan Bapak lakukan sebagai mendagri? Prioritas utama saya adalah menegakkan aparatur yang bersih dan berwibawa. Ini berarti aparat yang bersih dari segi mental dan ideologi, tertib administrasinya, serta jujur. Dengan bersihnya aparatur, kewibawaan itu akan datang sendiri. Caranya? Dengan menampung semua laporan dari siapa pun. Baik itu surat resmi atau surat kaleng akan saya cek isinya. Kalau ternyata tak benar, akan saya bantah, sebab itu berarti fitnah. Ini pernah saya terapkan ketika di Angkatan Darat. Pada dasarnya, saya percaya anak buah dulu dan akan saya bela mati-matian yang difitnah. Saya tak akan termakan isu di luar. Tapi, kalau memang terbukti bersalah, ya ditindak tegas. Tak khawatir kebanjiran surat masuk? Lho, saya 'kan punya staf, ya mereka yang dikerahkan. Tentu saya berharap surat itu mempunyai alamat lengkap sehingga bisa saya jawab, bisa berkorespondensi. Prioritas kedua? Bersamaan dengan penegakan aparat yang bersih dan berwibawa itu saya ingin menyempurnakan sistem manajemen yang ada. Dan untuk itu saya akan memanfaatkan Litbang Depdagri. Jadi, yang saya benahi manusianya dahulu, baru sistemnya. Bagi saya bukan hanya pencuri yang salah, tetapi juga orang yang memberikan peluang untuk terjadinya pencunan. Selain menangani masalah birokrasi, Anda juga membina politik dalam negeri. Apa strategi Anda dalam pembinaan politik? Saya ingin agar organisasi politik semakin tinggi tingkat kemandiriannya dan tingkat kedewasaannya. Caranya? Dengan lebih banyak memberikan kesempatan pada mereka untuk mengatur diri sendiri, sejauh mereka mengikuti aturan dan perundang-undangan yang ada. Tugas saya hanya sebagai pembina yang memberi saran jika diminta. Tapi, dalam keadaan terpaksa, yaitu jika membahayakan kestabilan politik yang ada, maka kewajiban saya untuk turun tangan. Tapi Anda 'kan anggota Dewan Pembina Golkar? Saya memang anggota. Tapi di sini adalah soal bagaimana menempatkan diri. Kalau di parpol saya menyarankan mereka agar lebih mandiri, itu sebagai menten dalam negeri. Di Golkar saya tentu menyarankan hal yang sama sebagai anggota pembina. Itu saja. Dalam kasus PDI yang terjadi sekarang? Saya minta mereka menyelesaikan sendiri sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada. seuai dengan konstitusi. Hanya kalau keadaan dapat membahayakan kestabilan nasional, baru saya terpaksa ikut campur. Sejauh ini kita biarkan mereka untuk menyelesaikan sendiri. Sewaktu masih menjabat Pangab, Jenderal L.B. Moerdani pernah mengatakan bahwa ABRI tidak pernah menawarkan anggotanya untuk jabatan gubernur dan sebagainya, melainkan cuma menerima permintaan. Apakah Depdagri akan melakukan permintaan untuk jabatan gubernur dan bupati dalam waktu dekat ini? Benarkah ada ketentuan untuk daerah rawan, seperti Riau, gubernurnya harus ABRI? Pasal 14 UU no. 5/1974 menyatakan bahwa yang dapat diangkat menjadi kepala daerah ialah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan pasal 15 UU no. 5/1974 menegaskan bahwa kepala daerah dicalonkan dari hasil musyawarah antara pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi-fraksi dengan pejabat yang berwenang, kemudian dipilih dari calon yang diajukan itu, sehingga ada kemungkinan di antara warga negara Indonesia yang dicalonkan itu adalah anggota ABRI. Karena jajaran ABRI itu mempunyai ketentuan tersendiri mengenai kekaryaan anggotanya sebagai kepala daerah - seperti juga berlaku pada instansi lain - maka sudah selayaknya kepada pimpinan ABRI diminta pendapatnya agar anggota ABRI tersebut dapat dipertimbangkan untuk dicalonkan sebagai kepala daerah. Selain itu dapat saya tegaskan, bahwa dalam pemrosesan kepala daerah tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa kepala daerah suatu daerah harus ABRI atau bukan. Sebab, setiap warga negara termasuk pegawai negeri atau ABRI, asal memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang, dapat saja dipilih menjadi kepala daerah. Di daerah yang dalam pemilu Golkar menang, ketua DPRD-nya tak boleh dari ABRI. Apakah ini juga akan diberlakukan untuk kepala daerah? Cara pemilihan anggota pimpinan DPRD I dan DPRD II diatur dalam peraturan tata tertib yang dibuat oleh DPRD itu sendiri dan tak ada perundang-undangan yang menyatakan bahwa di daerah-daerah yang Golkarnya menang, ketua DPRD-nya tidak boleh dari ABRI. Sedangkan ketentuan mengenai kepala daerah telah diatur di dalam ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Adakah tindakan yang diambil terhadap kepala daerah yang anaknya terlibat kasus penyeleuengan? Tindakan pasti ada kalau penyelewangan itu terbukti, hanya pelaksanaannya harus bijaksana. Soalnya, ini menyangkut faktor psikologis. Jangan sampai karena kesalahan manusianya, wibawa kelembagaan kepala daerah dikorbankan. Karena itu, jndakannya cenderung intern dan mungkm dirasakan kurang keras oleh khalayak. Waktu menjabat KSAD kelihatannya Anda lebih tegas? Sekarang pun saya tegas. Tapi apa perlu memecat orang? Soalnya, kalau dipecat berarti orang itu akan sulit mencari pekerjaan, lantas anak-istrinya makan apa? 'Kan malah jadi beban masyarakat. Karena itu saya cenderung meminta yang bersangkutan mngajukan permohonan berhenti atau pensiunnya dipercepat. Yang saya tak bisa tolerir adalah kalau berkhianat kepada nusa dan bangsa. Juga kalau melakukanpelanggaran yang oleh semua agama pun tak bisa diterima. Misalnya waktu saya KSAD, perwira yang mengganggu istri perwira lainnya langsung saya pecat. Bambang Harymurti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini