Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah di Jalan Senopati, Jakarta, itu tampak hiruk-pikuk. Tuan rumahnya adalah Sudharmono SH, 77 tahun, seorang yang sudah pensiun dari politik. Dua minggu menjelang Musyawarah Nasional Partai Golkar, ia banyak menerima tamu, terutama para aktivis Golkar. Sabtu dua pekan lalu, sebelum Tempo mewawancarainya, Pak Dhar?demikian ia dipanggil?kedatangan Agung Laksono, Ketua DPR, juga kan-didat Ketua Umum Partai Golkar.
"Sebetulnya, saya ini orang biasa, termasuk di Golkar," katanya. "Kalaupun dianggap tokoh, ya, karena saya memang pernah menjadi ketua umumnya." Ia merendah, tapi "pengaruh"-nya masih terasa.
Ia terus mengikuti perkembangan Golkar, dan menyimpulkan: Akbar Tandjung salah memilih mitra politik. Seharusnya, kata Pak Dhar, Akbar tidak mendukung Megawati Soekarnoputri, tapi calon dari Partai Golkar.
Orde Baru tumbang sudah pada 1998, tapi hubungan Sudharmono-Soeharto terpelihara. Ia mengaku, hampir dua minggu sekali datang ke Cendana, kediaman Soeharto. Ia percaya Wirantolah pilihan Cendana. Apa pun, yang terang, Cendana belum ditinggalkan orang. "Masih banyak yang suka datang ke Cendana, itu memang benar," katanya.
Kini, seiring bertambahnya usia, kesehatan mantan Ketua Umum Golkar dan mantan wakil presiden itu acap terganggu. Ia mengayun langkahnya sangat perlahan. Di rumahnya, memakai baju biru bergaris kuning-putih dan celana hitam, ia menerima wartawan Tempo: Rommy Fibri, Nurdin Kalim, dan fotografer Arif Fadillah. Ia berbicara panjang tentang Wiranto, Partai Golkar, dan mantan presiden Soeharto. Kakek 12 orang cucu ini menjawab setiap pertanyaan dengan santai, sesekali tawanya lepas.
Kira-kira, kenapa Anda masih sering kedatangan banyak tamu, termasuk para kader Golkar?
Ya, saya sampai sekarang memang masih kedatangan banyak tamu. Saya sendiri ndak tahu kenapa masih banyak saja tamu yang datang. Padahal, saya sebetulnya orang biasa, termasuk di Golkar. Kalaupun sampai saya dianggap tokoh di Golkar, ya, karena memang saya pernah menjadi ketua umumnya.
Barusan Ketua DPR sekaligus fungsionaris Golkar Agung Laksono datang?mau minta restu?
Ya, dia tadi datang ke sini minta izin, katanya mau ikut munas di Bali. Dia memang minta restu mau mencalonkan diri. Silakan saja, karena apa pun keputusan munas baik adanya.
Bukankah Akbar Tandjung juga sering datang ke rumah Anda?
Ya relatif. Kalau sedang ada waktu, dia minta waktu ketemu. Membicarakan tema-tema umum, tidak pernah spesifik.
Jadi, Anda selalu mendukung apa pun keputusan Akbar?
Tidak setiap keputusan saya tahu, dan tidak selalu sepakat dengan keputusannya. Kalau dia tidak datang dan minta pendapat, ya saya tidak akan ikut omong.
Kenapa Anda tidak setuju Akbar Tandjung mencalonkan lagi?
Sebagai Ketua Umum Partai Golkar, tentu dia yang bertanggung jawab atas semua hal di Golkar. Saat menentukan calon presiden putaran kedua, saya berbeda pendapat. Sama sekali tidak cocok jika dia memilih Megawati, dan ini sudah saya tanyakan kepadanya, tapi dia tidak mau menjawab. Seharusnya, saat itu Golkar mendukung Jusuf Kalla karena dia adalah kader Golkar. Bagi saya, Akbar itu sudah salah pilih dan salah hitung. Itu kesalahan besar.
Pemikiran kritis Anda terhadap Akbar itu sebenarnya sudah diwakili Fahmi Idris cs saat menjelang pemilihan presiden dulu. Sayangnya, dia dipecat Akbar Tandjung.?
Memang, saat kejadian itu, Fahmi Idris minta waktu ketemu, tapi saya tolak.
Kenapa Anda menolak, padahal satu pandangan?
Saya memang sepaham, tapi nanti dikira saya yang berada di belakang itu semua. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa ini bukan kemauan saya, dan tidak ingin ikut-ikutan. Inilah demokrasi. Dan setelah kejadian itu, Akbar juga tidak datang ke rumah saya. Andai kata Akbar datang, pasti saya tanyakan soal ini.
Tapi Akbar sempat kecewa karena baru sekarang orang-orang berani muncul di Golkar. Padahal, dulu hanya dia yang berani pasang badan.?
Tidak benar itu. Dia bisa menjadi Ketua Umum Golkar itu kan karena bantuan Wiranto juga. Saat itu Wiranto menjadi Menhankam/Pangab mengumpulkan DPD I di salah satu hotel di Jakarta. Sebagian dari mereka memang berasal dari tentara. Nah, apakah Wiranto ikut berjasa atau tidak, tanya sendiri. Mungkin dia menganggap semua orang tidak tahu (cerita yang sebenarnya). Saya yakin, dia menang karena dibantu Wiranto.
(Dalam wawancara dengan Tempo, Wiranto menyatakan mengumpulkan para perwira yang menduduki jabatan Ketua DPD I. Secara implisit, mereka mesti mendukung Akbar, dan bukan Edy Sudrajat, agar sikap netral TNI bisa terlaksana.)
Setelah Orde Baru tumbang pada 1998, Akbar Tandjung masih menjalin hubungan dengan Anda maupun Soeharto?
Yaaa... paling tidak ketika menjabat Mensesneg dia masih mengurus rumah Pak Harto saat pensiun. Tapi, buat saya, dia sama saja dengan Ginandjar (Kartasasmita) yang dulu ikut menggulingkan Pak Harto.
Sebetulnya, sejak kapan Anda memutuskan mendukung Wiranto sebagai calon Ketua Umum Golkar?
Sejak dia menang konvensi calon presiden pada bulan April lalu. Saya tidak menduga dia hebat dan bisa mengalahkan Akbar Tandjung. Jadi, untuk saat ini dialah figur yang tepat untuk Golkar. Seharusnya Wiranto yang memimpin Golkar.
Bagaimana dengan Jusuf Kalla?
Terus terang, saya baru kenal Kalla setelah terpilih sebagai wakil presiden. Saat saya masih menjabat dulu, memang pernah mendengar namanya ketika ikut tender sebuah proyek untuk Sulawesi Selatan. Tapi saat itu saya tidak begitu menggubris. Soalnya, dia masih dikenal sebagai pendukung PPP, belum Golkar. Mungkin di tengah jalan dia kemudian berubah.
Benarkah Anda masih rajin bertemu dengan Soeharto?
Hampir dua minggu sekali saya me-mang selalu datang ke Cendana.
Jadi, Anda masih orang terdekatnya Soeharto?
Ini menunjukkan hubungan saya dengan beliau tanpa pamrih. Kalau saat masih menjabat banyak yang datang sih?itu tidak istimewa. Hingga kini saya tidak mau mengubah pola hubungan saya dengan beliau karena tergolong berutang budi. Saya bisa menjadi wakil presiden kan karena beliau juga.
Biasanya, apa saja yang dibicarakan?
Saya datang karena ada keperluannya. Saya ini kan ditugaskan mengkoordinasi seluruh yayasan yang dulu diketuai Pak Harto. Kan semuanya ada tujuh yayasan, di antaranya Yayasan Dharmais, Yayasan Supersemar, dan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. Kebetulan saya menjadi wakil ketua dari sekitar tujuh yayasan tersebut. Tapi sekarang sudah tidak sibuk lagi, lha wong sudah habis (dananya), hahaha....
Termasuk juga membicarakan persoalan politik?
Ah, tidak ada soal politik. Ngobrol biasa saja. Kan beliau sakit. Ngomong tiga kalimat lebih saja sudah kesulitan.
Tapi banyak yang percaya Soeharto masih segar bugar?
Ya, keadaan umum fisiknya sih terlihat tidak ada masalah, tapi beliau memang benar-benar sakit. Masak, Anda tidak percaya dengan dokter-dokter ahli yang memeriksa dan merawat beliau. Kata para ahli, penyakit Pak Harto tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat.
Hingga kini masih banyak yang menuntut agar Soeharto diadili. Apakah Soeharto juga memantau perkembangan yang ada di masyarakat?
Jelas, beliau tahu. Beliau juga tahu bagaimana sikap Mega terhadap beliau selama menjadi presiden. Begitu pula, beliau tahu benar seandainya Wiranto terpilih sebagai presiden. Beliau masih mengikuti perkembangan.
Pernah membicarakan pencalonan Ketua Umum Partai Golkar dengan Soeharto?
Sepengetahuan saya, beliau mendukung Wiranto sejak pencalonan presiden. Saya juga mendukung Wiranto. Saya semakin mendukung Wiranto setelah Akbar salah pilih Mega. Lha kalau pimpinan saja salah hitung, lantas organisasinya mau dibawa ke mana?
Apakah Soeharto juga tidak menyukai Akbar?
Saya tidak tahu bagaimana beliau menilai Akbar. Tapi beliau pasti punya cara dalam menilai seseorang.
Dulu peran Soeharto sangat dominan karena ada di struktur Dewan Pembina. Nah, sejak Akbar memimpin Golkar, struktur itu diganti Dewan Penasihat. Apakah sepak terjang dewan ini masih sama?
Sejak Pak Harto jatuh, kondisinya memang berubah. Dulu, karena Ketua Dewan Pembinanya Pak Harto, praktis semuanya ada di tangan Pak Harto. Jadi, apa yang direstui Pak Harto, itulah yang benar. Nah, sekarang sudah berubah menjadi Ketua Dewan Penasihat. Sudah begitu, ketuanya Harmoko lagi, hahaha.... Jadi, siapa yang mau mendengarkan omongannya.
Dulu banyak yang menghujat Golkar dan Soeharto, tapi sekarang menjadi partai pemenang pemilu?
Tidak semua orang menghujat Soeharto. Maksudnya, tidak semua orang menyalahkan Pak Harto. Dalam setiap doa, saya mohonkan agar Pak Harto sehat dan baik-baik. Nah, kalau sekarang Golkar menang, itu karena organisasinya baik dan kadernya bagus. Ditambah jiwa TNI pasti akan ke Golkar.
Anda mengatakan TNI identik dengan Golkar. Bukankah itu paradigma lama dan sudah tak relevan lagi?
Memang itu dulu. Itu pun tidak secara resmi. Tapi kan tidak bisa hapus begitu aja. Secara psikologis TNI masih ke Golkar.
Tapi buktinya yang menang pemilihan presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono, bukannya calon yang didukung Golkar. Berarti tentara dan keluarganya tidak mendukung Golkar dong.?
Alhamdulillah rakyat masih cinta TNI. Kalau tidak, SBY tidak akan menang. Tapi mungkin mereka melihat figur SBY, bukan karena militernya.
Selama ini, apakah Anda berhubungan dengan SBY?
Oh, ndak. Meskipun sesama TNI, saya kebetulan ndak kenal dengan SBY. Yang saya kenal, dia itu orangnya baik. Itu saja.
Ini soal lain. Meski sudah pensiun, sepertinya Anda tetap sibuk dan tak punya waktu santai....
Ah, ndak juga. Wong setiap hari santai kok, hahaha.?
Anda masih suka main golf?
Sudah ndak tuh. Olahraga saya akhir-akhir ini, terus terang, tiap hari Senin diurut sama sinshe. Lalu tiap hari Selasa fisioterapi. Sekarang ini kemampuan saya itu sudah menurun. Apakah karena tambah tua, sakit, atau apa. Dokternya saja bingung kok. Dan sebulan sekali, saya masuk ke RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) untuk neurologi. Jadi, sebetulnya saya ini tidak sehat.
Jadi, sebetulnya sakit Anda itu apa?
Saya ndak tahu. Wong dokternya sendiri tidak tahu kok. Pokoknya kalau harus jalan cepat saya sudah ndak kuat.
Meski sakit, apakah Anda juga masih mengikuti perkembangan belakangan ini?
Oh, iya. Saya masih tetap baca koran. Saya berlangganan 10 koran, termasuk Tempo. Tapi jangan harap semua media itu saya baca, ya. Paling-paling saya baca headline-nya saja. Jadi, saya mengikuti perkembangan itu lewat koran saja.
Sudharmono
Lahir:
- Gresik, Jawa Timur, 12 Maret 1927
- Akademi Hukum Militer (1956)
- Perguruan Tinggi Hukum Militer (1962)
- Sekolah Perwira Cadangan
- Kursus Perwira Lanjutan Dua
- Seskoad
Karier:
- Wakil Ketua II Gabungan 5 Komando Operasi Tertinggi
- Ketua Tim Penertiban Personel Pusat (1962-1966)
- Sekretaris Kabinet, merangkap Sekretaris Dewan Stabilisasi Ekonomi (1966-1972)
- Ketua Umum DPP Golongan Karya (1983-1988)
- Sekretaris Negara, kemudian Menteri Sekretaris Negara (1973-1988)
- Wakil Presiden RI (1988-1993)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo