LIA (Lembaga Indonesia Amerika) pernah dicurigai. "Bahkan
pernah memasuki masa membahayakan, sampai ada yang berpikir
apakah kegiatan LIA perlu diteruskan." Itu kata Paul Gardner,
Wakil Dubes AS dalam bahasa Indonesia yang lancar, ketika
menyambut peresmian gedung LIA yang baru 30 Nopember.
Gedung baru berlantai 4 di Jalan Pramuka Jakarta yang diresmikan
Menlu a.i. Maraden Panggabean dan makan ongkos Rp 400 juta itu
semakin jauh letaknya dari Kedubes AS di Jalan Merdeka Selatan.
"Makin jauh dalam arti geografis dan kiasan," kata Gardner lagi.
Karena LIA sekarang sudah tidak mendapat bantuan dari pemerintah
AS. "LIA sudah bisa menghidupi dirinya sendiri," katanya.
Meskipun dalam urusan parkir kendaraan, masih semrawut seperti
di gedung lama di Jalan Teuku Umar, Jakarta.
Berdiri 1958, lembaga yang bergerak dalam bidang kebudayaan,
perpustakaan dan kursus bahasa Inggeris itu sejak 1975, menurut
J. Sigit, Wakil Direktur Pelaksana LIA, sudah mampu 100% di
bidang keuangannya. "Selain mereka tak mau terus-terusan
membantu, kita juga mau berdiri sendiri agar lebih bebas,"
katanya.
Dalam dewan pengurus yang menentukan beleid LIA selain terdiri
dari 5 orang Indonesia, ada 4 orang swasta Amerika. Bahkan
direktur pelaksananya sampai saat ini selalu orang Amerika yang
digaji pemerintah AS. Tapi dalam hal bantuan buku untuk
perpustakaan . LIA yang kini memiliki 8.000 buku itu misalnya,
lewat dewan pengurus, LIA bisa menolak jika isinya dianggap
tidak cocok. "Kami punya kebebasan juga," kata Ismael M. Thajeb,
terakhir Dubes RI di Jenewa, kini ketua Dewan Pengurus LIA yang
sekarang.
Namun dengan gedung baru yang memiliki 30 lokal, lembaga yang
punya 107 orang guru itu pada penerimaan siswa baru setiap 4
bulan sekali masih tetap hanya menerima 1000 orang. Dengan
formulir pendaftaran yang juga terbatas 3 ribu lembar saja.
"Padahal yang ingin kursus setiap kali naik," kata Sigit. Karena
itu untuk melayani instansi pemerintah maupun swasta LIA kini
punya 35 kelas-luar. Dengan rata-rata murid 15 orang, kelas-luar
itu memungut per grupnya Rp 56 ribu. Sedang bagi kelas biasa di
LIA per orangnya dipungut Rp 10.500 untuk mahasiswa dan pegawai
negeri dan Rp 15 ribu untuk swasta. Tahun depan, golongan
pertama itu akan dinaikkan jadi Rp 15 ribu juga. "Terpaksa,
karena kebijaksanaan 15 Nopember kemarin," kata Sigit.
Kursus itu selain tingkat dasar yang 6 tingkat (2 tahun) bisa
dilanjutkan ke tingkat post intermediate classes (3 tingkat) dan
advanced courses (3 tingkat). Tingkat terakhir itu untuk
mempersiapkan para siswa yang menulis riset. Setelah tingkat itu
para siswa masih bisa mengikuti satu semester lagi untuk
menambah kemampuan menterjemahkan dari bahasa Indonesia ke
Inggeris.
Kelas Bulog
"Rata-rata siswa LIA bisa menangkap pelajaran sesuai dengan
kelasnya," kata Ny. Harsono, guru LIA yang mengajar kelas-luar
di Bulog. Sementara Nyonya Soenarso, pengajar di kelas biasa
merasa mudah memberikan pelajaran kepada siswanya yang terdiri
dari mahasiswa, pejabat dan Ibu rumah-tangga. "Tak usah terlalu
memikirkan metode pendidikannya," katanya. Nyonya ini adalah
satu dari 15 orang guru tetap LIA. Selebihnya merupakan
sambilan.
"Memang ada satu dua guru yang kurang baik. Tapi rata-rata
memuaskan," kata Ny. Toruan, siswa tingkat advanced Isteri
pengusaha swasta itu mengaku ikut kursus karena ingin berani
berhadapan dengan orang asing. "Kan Indonesia negara pariwisata.
Mungkin bahasa Inggeris saya bisa bermanfaat untuk tugas suami
saya," katanya.
Selain di Jakarta, LIA terdapat juga di Medan dan Surabaya.
Berdiri tahun 1968, LIA Surabaya memulai kursus Inggerisnya
setahun kemudian. Siswa kursus tetap dipertahankan 1200 orang.
Siswa baru bisa masuk bila ada dari siswa lama yang keluar. Gaji
ke 42 orang gurunya diambil dari uang kursus yang menurut Ny.
Joan M. Gibbons, Direktur USICA Surabaya, rata-rata per orang Rp
3.500 sebulan. Hanya ada seorang guru Amerika yang dibiayai
pemerintah.
Dengan bakal ditutupnya konsulat AS Surabaya mulai tahun depan
(bersama 13 konsulat AS lainnya di berbagai negara), Ny. Gibbons
belum bisa menjelaskan apakah LIA Surabaya akan terus
dilanjutkan atau tutup. "Kami sampai saat ini belum diberitahu
apa-apa," kata seorang guru. LIA di kedua tempat itu masih
mendapat bantuan penuh pemerintah AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini