Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBERMULA Arief Mulyadi hanya ingin bertanya kepada Yusuf Supendi ihwal kepindahan pendiri Partai Keadilan ini ke Partai Hati Nurani Rakyat, awal Maret lalu. Selain murid pengajian Yusuf, Arief kader Partai Keadilan Sejahtera. Ketika Yusuf dipecat dari partai itu, Arief menjadi salah satu pengacaranya.
Obrolan telepon itu kemudian memanjang menjadi urusan politik nasional, yang mulai hangat menjelang Pemilihan Umum 2014. Ujungnya, Yusuf mengajak Arief menjadi calon legislator dari Hanura, partai yang baru dimasuki Yusuf sebulan lalu. "Pak Yusuf malah sekalian mengajak istri saya bergabung," kata Arief, Jumat pekan lalu.
Warga Citeureup, Bogor, ini tak langsung menerima tawaran itu kendati Yusuf mengatakan syaratnya tak terlalu sulit. Arief takut urusan rumah tangga jadi terganggu jika suami-istri masuk dunia politik. Setelah menimang-nimang, ia menyetujui tawaran itu. Sesuai dengan permintaan Yusuf, ia mengajak istrinya bergabung. "Kebetulan saya juga sudah kenal banyak kader Hanura," ujarnya.
Jadilah Arief dan istrinya, Dian Damayanti, tercatat sebagai calon legislator partai pimpinan Jenderal Purnawirawan Wiranto itu. Arief menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari daerah pemilihan Depok, sementara istrinya—guru satu sekolah Islam swasta di Bogor—bertanding untuk kursi DPR Daerah Kabupaten Bogor wilayah V, yang meliputi Cigudeg dan Rumpin.
Selain menawari Arief dan Dian, Yusuf mengajak semua murid pengajiannya, yang tersebar di Jakarta dan Bogor, bergabung dengan Hanura menjadi calon legislator. Tak semuanya mau. Hanya 15 yang menyatakan bersedia, dan cuma Dian yang perempuan. "Tiga perempuan lain tak mendapat izin suami, selain tak siap secara materi," kata Yusuf.
Izin suami itu menjadi urusan penting hari-hari ini, ketika partai-partai sibuk menyiapkan daftar sementara calon legislator. Beberapa bakal calon legislator perempuan Partai Keadilan Sejahtera menyatakan mundur padahal nama mereka sudah ditetapkan partai. Alasannya: tak ada izin suami. "Padahal, kalau perempuan yang mundur, sulit mencari penggantinya," kata Sekretaris Jenderal Taufik Ridho.
Syarat memenuhi 30 persen kuota perempuan membuat partai kelimpungan menyusun daftar sementara. Sejak dibuka Selasa pekan lalu, meja pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum masih sepi. Hingga akhir pekan, belum satu pun partai menyerahkan berkas.
Taufik Ridho beralasan masih ada 30 berkas yang harus diselesaikan untuk calon perempuan setelah banyak yang mengundurkan diri. Partainya, kata Taufik, kesulitan mencari calon perempuan untuk beberapa daerah pemilihan, seperti Papua dan Maluku. Sebab, kuota ini wajib dipenuhi jika partai tak ingin didiskualifikasi.
Kewajiban itu dituangkan dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013. Pasal 11 ayat b menyebutkan, "Daftar bakal calon menyertakan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan di setiap daerah pemilihan." Sebelumnya, kuota 30 persen itu berlaku nasional. Dengan aturan sebelumnya, daerah-daerah pemilihan yang kurang calon perempuannya bisa di-"subsidi" daerah lain yang kelebihan calon legislator perempuan.
Namun masalahnya bukan sekadar kuota 30 persen. Dalam lampiran peraturan itu disebutkan partai harus menyertakan dua calon perempuan untuk perebutan empat atau lima kursi badan legislatif. Kewajiban ini berlipat jumlahnya untuk kursi yang kian banyak: tiga perempuan jika jumlah kursi yang diperebutkan berjumlah tujuh atau delapan dan empat calon untuk sepuluh atau sebelas kursi.
Aturan yang baru disosialisasi pada 14 Maret ini memaksa partai membongkar daftar calon yang sudah disusun. Partai Persatuan Pembangunan mesti memangkas calon legislator laki-laki di suatu daerah pemilihan dan mencari calon perempuan di daerah itu. "Padahal tak mudah meminta mundur orang yang sudah siap dengan semua berkas pencalonan," kata Fernita Darwis, Ketua Pemenangan Partai.
Menurut Hadar Gumay, anggota Komisi Pemilihan, peraturan itu dibuat sebagai turunan Undang-Undang Pemilihan Umum Legislatif, yang mensyaratkan calon dibuat per daerah pemilihan. Maka kuota perempuan juga dihitung per daerah, bukan kumulatif di tingkat regional, apalagi nasional. Konsekuensi bagi partai yang tak memenuhi syarat itu adalah diskualifikasi. "Partai tak boleh ikut pemilihan di daerah yang kurang kuotanya," ujar Hadar.
Aturan dan sanksi ini kian membuat pengurus partai rungsing. Waktu kian mepet, sementara tak mudah mencari calon legislator, apalagi perempuan. Menurut Malam Sambat Kaban, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, kendala utama justru ada di masyarakat. Ada beberapa daerah yang memandang negatif perempuan yang terjun ke politik. "Di Jawa Timur, ada yang marah ketika calon di nomor urut pertama perempuan," katanya.
Tapi aturan harus dilaksanakan. Beberapa partai memakai pelbagai jurus untuk menggaet perempuan agar memenuhi kuota itu. Mendekati tokoh perempuan, atlet, dan artis adalah cara umum yang mereka tempuh. Hanura dan Partai Amanat Nasional mengetuk pintu satu-satu agar mereka mau dicalonkan. Masalahnya, tak semua seregep ketika ditawari karena rata-rata mengaku awam politik dan tak punya biaya.
Untuk mengatasinya, PDI Perjuangan mengurangi beberapa syarat. Biaya psikotes dan syarat administrasi yang memerlukan uang ditanggung beberapa kader senior di daerah itu. Cara lain adalah sistem tandem untuk membujuk tokoh yang awam politik: calon baru digabung dengan kader senior. "Untuk efektivitas belajar politik, juga biaya kampanye jadi lebih murah," ujar Eva Kusuma Sundari, politikus PDI Perjuangan.
Partai Demokrat lain lagi. Agar keterwakilan perempuan merata, partai pemenang Pemilihan Umum 2009 ini menawari calon perempuan di daerah yang melebihi kuota pindah ke daerah yang masih minim. Hingga Kamis pekan lalu, kata Ketua Satuan Tugas Penjaringan Calon Legislator Demokrat Suaidi Marasabessy, masih ada dua daerah pemilihan yang jumlah perempuannya belum merata.
Di Demokrat, menurut Suaidi, cara ini cukup ampuh memenuhi syarat itu. Tapi partai lain yang menempuh cara serupa kesulitan memberi pemahaman kepada calonnya agar mau pindah lokasi. Di Partai Kebangkitan Bangsa, calon perempuannya berlebih, tapi komposisinya tak merata. "Perlu waktu untuk memberi pemahaman agar mereka mau pindah daerah pemilihan," ujar Syaifullah Maksum, Ketua Lembaga Pemenangan Partai.
Setelah calon-calon legislator itu bersedia ditempatkan, urusan lain tak kalah pelik: meminta izin suami dan membereskan berkas. Tak semua suami seperti Arief Mulyadi, yang jorjoran membantu istrinya mengenalkan diri di daerah Rumpin dan Cigudeg hingga membantu biayanya. Suami di daerah lain angin-angin mengizinkan istrinya masuk politik. "Pokoknya Pemilu 2014 beda sekali dengan 2004 atau 2009," kata Hardjadinata, Wakil Sekretaris Jenderal Hanura.
Meski membuat aturan ketat, Komisi Pemilihan sedang menggodok aturan menurunkan sanksi diskualifikasi. Menurut Hadar Gumay, jika ada partai yang tak mampu memenuhi kuota perempuan di suatu daerah, partainya masih boleh ikut pemilu. "Yang dicoblos gambar partai, bukan calon legislator," ujar Hadar.
Aryani Kristanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo