LANGKAH Menteri Habibie sungguh berani. Ia mengundang kelompok Petisi 50 ke PT PAL (Perindustrian Angkatan Laut Indonesia) di Surabaya. Padahal, kelompok itu selama ini dianggap sebagai pengritik tajam oleh Pemerintah. Bahkan, selama 13 tahun, mereka dijauhi sebagian besar pejabat Pemerintah karena cap yang diterakan: pembangkang. Yang menarik, Habibie sebagai pembantu dekat Presiden berani merangkul kelompok oposisi yang ditokohi, antara lain, oleh Ali Sadikin ini. Dan visualisasi di pentas peluncuran kapal Caraka Jaya buatan PT PAL yang dipimpin Habibie pekan lalu itu dapat dibaca sebagai upaya Habibie merangkul kelompok yang selama ini tak berkenan di hati Pemerintah. Langkah pertama menggandeng kelompok oposisi itulah yang menjadi inti Laporan Utama ini. Kecuali menampilkan makna hubungan Habibie-Ali Sadikin di bagian pertama, juga diungkapkan berbagai langkah Pemerintah untuk mulai mendekati mereka yang selama ini dianggap bersikap sebagai oposisi. Beberapa tokoh yang dipenjara diringankan hukumannya. Sejumlah sanksi yang selama ini dijatuhkan seperti cegah tangkal (cekal) untuk bepergian ke luar negeri atau tampil di depan umum mulai dikendurkan. Namun, untuk mengingatkan kembali pengalaman masa lalu, kiranya perlu pula diangkat lagi sejarah kelompok pengritik yang selama ini dibatasi ruang geraknya. Penanda tangan Petisi 50, yang 13 tahun lalu menyatakan keprihatinan atau mengkritik Presiden Soeharto, merasakan betapa sulitnya berkutik. Kecuali dicekal, mereka juga dibatasi ruang geraknya di kegiatan lain termasuk berusaha atau mencari makan. Bagian ini menjadi lebih transparan bila Anda membaca pengalaman pribadi Jenderal A.H. Nasution, yang dituturkannya lewat wawancara. Pembatasan itu mungkin akan segera ditelan sejarah masa lalu. Sebab, para anggota Petisi 50, yang sebagian kini sudah berusia di atas 60 tahun, mulai melihat harapan baru. Belum jelas benar, tapi tampaknya seperti diungkapkan Ali Sadikin sudah banyak perubahan sikap Pemerintah terhadap mereka. Dan sikap tersebut kian jelas, paling tidak menurut penjelasan Habibie di bagian terakhir. Mereka bukan lagi disebutnya pembangkang, tapi justru sebaliknya, yakni pejuang. Langkah Habibie mendekati kelompok yang selama ini dicap Pemerintah sebagai pembangkang itu, katanya, bukannya tak diketahui Kepala Negara. Kalau benar ini sebagai langkah awal perubahan sikap politik Pemerintah terhadap kelompok pengritiknya, tentu ada pergeseran yang lebih esensial. Rujuk semacam itu bukan sekadar memberikan warna baru pada kehidupan politik Indonesia, tapi juga ada makna baru. Tentu hal itu akan disambut banyak pihak, terutama bila perubahan sikap ini akan mengarah ke upaya penghormatan bagi pelaksanaan hak asasi manusia. Suatu penghar gaan bagi hak-hak setiap orang di bidang politik, ekonomi, budaya dan lain-lain yang didambakan semua pihak. A. Margana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini