Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Langkah Wakil Presiden Jusuf Kalla mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi jabatan calon wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi membelah sikap partai-partai pendukung calon Presiden Joko Widodo. Ada partai yang menunggu putusan MK, ada pula yang mengecam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hendrawan Supratikno menyatakan partainya dalam posisi pasif responsif. Artinya, menurut dia, partai berlambang banteng itu menunggu proses hukum di MK. "Responsif dalam arti siap bergerak maju apa pun putusan MK," kata Hendrawan saat dihubungi Tempo di Jakarta kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyebutkan partainya tidak ingin mendahului putusan MK. Sampai putusan MK diketuk, Golkar masih berpegangan pada keputusan partai. "Partai Golkar masih konsisten mendukung Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai cawapres Pak Jokowi" kata Ace.
Partai Kebangkitan Bangsa juga menunggu keputusan MK. "Hari ini kami hanya fokus berusaha dan berdoa untuk mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden," kata Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Kadir Karding.
Jusuf Kalla menjadi pihak terkait dalam gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Pemilu yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo dan Sekretaris Jenderal Perindo Ahmad Rofiq. Keduanya menyoal penjelasan Pasal 169 huruf n Undang-Undang Pemilu yang membatasi masa jabatan calon wakil presiden sebanyak dua periode, baik berturut-turut maupun tidak.
Pasal ini mereka anggap menyalahi Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. "Tidak ada kata berturut-turut dalam UUD 1945," kata Ricky K. Margono, kuasa hukum pemohon.
Permohonan uji materi atas pasal yang sama pernah diajukan Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi. Namun gugatan itu ditolak lantaran pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Adapun Perindo berdalih akan dirugikan jika ingin mengusung Kalla menjadi calon wakil presiden.
Penolakan terhadap gugatan ini berasal dari Partai Persatuan Pembangunan. Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan, berdasarkan pandangan hukum tata negara partainya, semestinya Kalla tidak bisa lagi menjadi calon wakil presiden. "Pak JK enggak bisa maju lagi," tuturnya.
Menurut Arsul, di luar pasal yang hendak diuji itu, ada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor 13 Tahun 1998 yang mengatur pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Materinya sama dengan Pasal 7 UUD 1945 dan secara prinsip sama dengan Pasal 169 Undang-Undang Pemilu. "Nah, MK kan enggak bisa mengubah Tap MPR. Akan ada masalah nanti di situ," ujarnya.
Sikap Partai Hanura lebih tegas lagi. Partai ini menyayangkan langkah Kalla. "Seyogianya Pak JK berjiwa besar, tidak lagi mengejar jabatan, melainkan memberi jalan kepada generasi muda untuk tampil," kata Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah.
Jusuf Kalla mengatakan tidak ada motif pribadi ketika ikut sebagai pihak terkait dalam uji materi masa jabatan wapres. Sebelumnya, ia memang pernah mengatakan akan beristirahat dan memberi kesempatan kepada tokoh muda untuk maju.
Namun, Kalla mengatakan, ada kepentingan lain di luar keinginan pribadinya. Menurut dia, kepentingan bangsa dan negara jauh lebih penting. "Saya mengorbankan niat saya untuk beristirahat, untuk pensiun," ujarnya, Selasa lalu. "Bukan karena ambisi pribadi, ambisi saya ingin istirahat. Tapi semua orang punya ambisi agar bangsa dan negara lebih baik."
Kalla menyebutkan pengalamannya di pemerintahan selama 20 tahun sudah cukup. Namun, karena ada kepentingan lebih besar, dia menyatakan mengesampingkan keinginan pribadinya. "Saya urungkan niat untuk pensiun."DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo