Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya masih sibuk membacakan hasil perolehan suara peserta Pemilu 2024 di kantor KPU, Kamis malam kemarin. Hingga pukul 19.00 WIB, KPU menyisakan perolehan suara di empat kecamatan dari total 31 kecamatan di Kota Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keempat kecamatan itu adalah Wonokromo, Gubeng, Wonocolo, dan Tegalsari. Komisioner KPU Surabaya, Naafilah Astri Swarist, mengatakan panitia pemilihan kecamatan (PPK) masih berusaha menuntaskan rekapitulasi suara di empat kecamatan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Wonokromo dan Wonocolo sudah hampir selesai. Kecamatan Gubeng tinggal tanda tangan. Tegalsari masih pencermatan di (rekapitulasi suara calon) legislatif," kata Naafilah, Kamis, 7 Maret 2024.
Ia mengatakan pihaknya akan berusaha menuntaskan rekapitulasi tersebut, Jumat hari ini. Sebab, KPU Jawa Timur menjadwalkan rapat pleno tingkat provinsi untuk Kota Surabaya pada hari yang sama.
Kota Surabaya merupakan satu dari tujuh kabupaten/kota di Jawa Timur yang belum menuntaskan rekapitulasi suara hingga kemarin. Enam daerah lainnya adalah Kabupaten Jember, Lumajang, Sampang, Bangkalan, Sumenep, dan Pamekasan.
Anggota Bawaslu Jawa Timur, Eka Rahmawati, mendapat informasi bahwa semua KPU kabupaten/kota itu akan menuntaskan rekapitulasi pada hari ini. "Besok (hari ini) juga sudah selesai dan bisa langsung naik ke rekapitulasi provinsi," katanya, kemarin.
Selain Jawa Timur, sesungguhnya masih banyak kabupaten/kota di hampir semua provinsi di Indonesia yang belum menuntaskan proses rekapitulasi suara hingga kemarin. Di Sulawesi Selatan, misalnya, terdapat enam KPU kabupaten/kota yang belum menyelesaikan rekapitulasi suara hingga kemarin. Mereka adalah Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, Kabupaten Bone, Kabupaten Jeneponto, dan Kota Palopo. Separuh dari KPU kabupaten/kota di lima provinsi di Papua juga belum menuntaskan proses rekapitulasi.
Perwakilan partai politik memasukkan data perolehan suara saat rapat pleno rekapitulasi hasil Pemilu 2024 di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, di Bandung, 6 Maret 2024. TEMPO/Prima Mulia
Komisioner KPU Kota Makassar, Muhammad Abdi Goncing, beralasan bahwa proses rekapitulasi molor karena mereka butuh waktu lama untuk menyinkronkan data pada daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih khusus (DPK), dan daftar pemilih tambahan (DPTb). "Tapi semua sudah selesai. Sementara sedang persiapan untuk pencermatan, kemudian penetapan," ujarnya, Kamis malam kemarin.
Abdi memastikan molornya rekapitulasi di Makassar tidak akan mengganggu proses tahapan rekapitulasi berjenjang hingga KPU pusat. Sebab, kata dia, KPU RI telah mengeluarkan surat dinas agar penyelenggara pemilu tetap menyelesaikan proses rekapitulasi meski sudah melewati tenggat.
Surat dinas yang dimaksudkan itu adalah Surat KPU RI Nomor 454/PL.01.8-SD/05/2024 perihal pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 tertanggal 4 Maret 2024. Surat yang diteken Ketua KPU Hasyim Asy'ari itu pada intinya menyampaikan bahwa penyelenggara pemilu di kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi dapat melanjutkan rekapitulasi meski sudah melewati tenggat.
Sesuai dengan jadwal pemilu yang disusun KPU, rekapitulasi suara di tingkat kecamatan berakhir pada 2 Maret lalu. Kemudian rekapitulasi suara di tingkat kabupaten/kota berakhir pada 5 Maret lalu. Adapun rekapitulasi suara di tingkat provinsi akan berakhir pada dua hari mendatang.
Baca Juga Infografiknya:
Komisioner KPU Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Dewantara, mengatakan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota hingga kemarin tidak mengganggu tahapan. Andi merujuk pada Surat KPU Nomor 454 tersebut. "Tidak mengganggu tahapan karena ada surat dinas dari KPU RI," katanya.
Hasyim ataupun dua komisioner KPU RI, yaitu Idham Kholik dan Betty Epsilon Idroos, belum merespons permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Anggota Badan Pengawas Pemilu, Lolly Suhenty, mengatakan KPU kabupaten/kota dapat merekapitulasi suara di kecamatan yang sudah merampungkan rekapitulasi hingga kemarin. Lalu PPK yang belum menuntaskan rekapitulasi juga tetap dapat melanjutkannya.
"Sepanjang tidak melewati jadwal dan tahapan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota," ujarnya.
Lolly menegaskan, Bawaslu akan tetap mengawasi proses rekapitulasi secara berjenjang. Mereka juga akan memastikan PPK menyelesaikan semua kejadian khusus di tempat pemungutan suara.
Selain itu, Bawaslu akan tetap memberi saran dan perbaikan agar rekapitulasi diulang ketika terdapat selisih data yang tidak bisa dijelaskan penyelenggara pemilu. "Bawaslu memastikan setiap persoalan rekapitulasi diselesaikan sesuai dengan tingkatan, baik melalui penyandingan data maupun penjelasan selisih data," ujar Lolly.
Anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) membuka segel boks berisi data hasil pemilu dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 tingkat kabupaten/kota di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu, 2 Maret 2024. KPU Kota Makassar mulai melaksanakan rapat pleno rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024 dari 15 PPK dengan target selesai dalam lima hari. ANTARA/Hasrul Said
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati berpendapat, KPU berpotensi dijerat sanksi pidana jika tidak menetapkan hasil pemilu secara nasional tepat waktu. Sesuai dengan Pasal 413 Undang-Undang Pemilu, KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara atau pada 20 Maret mendatang.
Sanksi atas pelanggaran itu tertuang dalam Pasal 542 Undang-Undang Pemilu. Pasal ini mengatur pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 60 juta.
Neni juga menilai KPU telah melakukan pelanggaran administrasi, khusus terhadap Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilu. "Seharusnya KPU taat pada jadwal yang telah dibuat sendiri," ucapnya.
Menurut Neni, ketidakpatuhan KPU pada jadwal rekapitulasi itu akan memicu kecurigaan publik. Sebab, dengan rekapitulasi yang berlarut-larut, justru ada peluang besar manipulasi suara ataupun utak-atik perolehan suara peserta pemilu.
"Dampaknya adalah legitimasi terhadap rekapitulasi itu sendiri dipertanyakan," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Hanaa Septiana di Surabaya dan Didit Hariyadi di Makassar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.