Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Solusi Gusrizal agar Hubungan Pimpinan dan Dewas KPK Lebih Harmonis

Menurut dia, bila pimpinan KPK disibukkan dengan pemanggilan dewas, kapan bisa bekerja untuk menangani tindak-tindak korupsi.

20 November 2024 | 21.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Calon anggota dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Gusrizal berbicara soal hubungan pimpinan dan dewas KPK yang dinilai kurang harmonis. Menurut dia, masalahnya ada di koordinasi dan sinergi yang berimbang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kita harus menerapkan sinergi yang berimbang. Yang kata lain, tidak ada yang superbody. Penting di sini adalah koordinasi antara dewas dengan pimpinan KPK," katanya saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 20 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, bila pimpinan KPK disibukkan dengan pemanggilan dewas, kapan bisa bekerja untuk menangani tindak-tindak korupsi. "Karena sampai-sampai dia disidangkan. Jangan sampai nanti timbul kecurigaan, menganggap dia sebagai dewas lebih berkuasa daripada pimpinan KPK tersebut, sehingga perlu suatu sinergi yang berimbang."

Dia menyinggung bahwa proses seleksi yang dihadapi oleh dewas dan pimpinan KPK sama. Mulai dari pemilihan hingga fit and proper test, kata Gusrizal, mereka melewati tahap yang sama.

"Sama-sama masuknya dari tes sampai sekarang, mungkin tidak susah untuk koordinasi dengan sinergi yang berimbang tersebut. Jadi, tidak akan ada ego sentral dalam hal ini," ujarnya.

Jika terpilih sebagai dewas KPK, Gusrizal berencana membuat keputusan bersama antara dewas dengan pimpinan KPK. Ketika terjadi pelanggaran etik dan sebagainya oleh pimpinan KPK, kata dia, sebaiknya pimpinan yang lain diikutsertakan sebagai tim untuk memeriksa. 

Demikian pula jika sampai ke tahap persidangan, menurut Gusrizal, salah satu dari pimpinan harus ikut sebagai anggota tetap. "Sehingga ada keterbukaan kedua pihak tentang pelanggaran tersebut. Sekarang kan dianggap dewas itu hanya masalah etik. Tapi jika misalnya pelanggaran berat, sudah masuk gratifikasi, masuk pidana."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus